Oleh: Rizka Noviana Eka Mulyaningsih
Kampus merupakan tempat yang tepat untuk memperluas pengetahuan dan mengembangkan diri bagi mahasiswa. Tidak cukup hanya dengan mengandalkan kegiatan pembelajaran di dalam kelas saja, mahasiswa hendaknya mempunyai jalan lain untuk dapat mengembangkan dirinya lebih baik lagi.
Mengikuti organisasi-organisasi yang ada di kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa (Hima), maupun Organisasi Mahasiswa (Ormawa) lain dapat menjadi jalan yang dapat dilalui terutama dalam rangka persiapan menghadapi dunia kerja. Sebagaimana yang disampaikan oleh Norman Arie Prayogo, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni saat diwawancarai awak Sketsa pada (5/07/2023). “Keberhasilan seorang mahasiswa nanti dalam dunia kerja bukan hanya memiliki kemampuan akademik yang baik, tetapi lebih ke soft skill. Soft skill yang sering disebut dalam Kementerian itu yang utama kreativitas, critical thinking, computational logic, komunikasi, kolaborasi, dan yang paling penting compassion atau kasih sayang.”
Hal tersebut terbukti dengan beberapa testimoni yang awak Sketsa dapatkan dari mahasiswa-mahasiswa yang cukup aktif dalam berorganisasi. “Aku benar-benar berbeda 180 derajat dari empat atau lima tahun lalu, aku berani untuk menyampaikan gagasanku, berani coba critical thinking-ku, dan berbicara tentang bagaimana caranya bisa compassion ke orang, agar kita punya banyak teman,” ujar Bagus Hadikusuma, Presiden BEM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang membandingkan perubahan dirinya setelah berorganisasi dengan dirinya sebelum berorganisasi.
Unsoed sendiri memiliki lebih dari 20 UKM yang aktif beroperasi mewadahi mahasiswa untuk mengekspresikan dan mengasah minat bakat, atau bahkan untuk sekedar mencari teman yang memiliki kesamaan minat. “Jadi tools untuk aku refreshing dari segala kegiatan akademik. Jadi ketika aku udah capek berurusan dengan KUHP, KUHAP, KUH, dan Perdata, aku ‘pulang’ ke Paduan Suara Mahasiswa Gita Buana Soedirman (PSM GBS-red) untuk mencari suatu ketenangan dan kenyamanan, karena hal yang aku suka ada disitu yaitu bernyanyi,” ucap Nathalie, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) sekaligus Ketua Umum UKM PSM GBS.
Ketika seorang mahasiswa mengikuti suatu organisasi maupun kepanitiaan di dalam kampus, mahasiswa tersebut dituntut untuk bekerja dengan rekan satu tim-nya demi mencapai tujuan bersama. Dalam kerja sama itu tentu saja jaringan pertemanan baru akan terbentuk, hal ini juga merupakan manfaat yang bisa mahasiswa dapatkan dari berorganisasi. “Saya memiliki banyak teman, sehingga relasi yang saya dapatkan juga cukup kuat. Teman saya enggak cuma dari jurusan saya sendiri, ada yang dari kampus depan, kampus belakang, bahkan (Fakultas-red) Teknik,” ucap Raka Aditya Riandi, salah satu Staf Kementerian Pengabdian Masyarakat BEM Unsoed.
Dari sekian banyak manfaat yang bisa diperoleh mahasiswa jika mengikuti organisasi, banyak juga mahasiswa yang lebih memilih untuk tidak mengikuti kegiatan apapun di luar pembelajaran dalam kelas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa organisasi kampus yang menghadapi kesulitan dalam mencari kader penerus tongkat estafet keanggotaanya. Sekarang ini ada beberapa yang berpendapat bahwa minat mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman mengalami penurunan.
Untuk mendapatkan banyaknya manfaat tersebut tentunya mahasiswa tidak terlepas dari kata lelah dalam proses dedikasinya pada organisasi yang diikuti. Banyak hal yang harus dikorbankan oleh mahasiswa baik itu waktu, tenaga, maupun pikiran. Ketakutan mahasiswa terhadap hal tersebut menjadi salah satu faktor penurunan minat berorganisasi pada mahasiswa Unsoed. “Sebenarnya aku kurang bisa bagi waktu juga, terus liat temen-temen yang sibuk banget organisasi terus tugasnya enggak dikerjain,” ungkap Dina, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Unsoed yang memilih untuk tidak mengikuti organisasi apapun di kampus.
Faktor lain yang menyebabkan minat mahasiswa untuk mengikuti organisasi kampus menurun adalah penerapan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Dalam kebijakan ini mahasiswa diberi kesempatan untuk melaksanakan kegiatan belajar di luar proses belajar dalam kelas seperti magang, pertukaran pelajar, kampus mengajar, dan lain sebagainya demi menunjang kesiapan karir mahasiswa. “Penyebabnya ya aku enggak mau mengkambinghitamkan satu sektor atau satu aspek, tapi yang berpengaruh adalah MBKM. Itu terasa sekali di mana mahasiswa akhirnya dikasih pilihan lebih banyak. Dulu ya mau jadi mahasiswa ‘kupu-kupu ’ (kuliah pulang-kuliah pulang) atau mahasiswa ‘kura-kura’ (kuliah rapat-kuliah rapat), pilihannya kan dua, sekarang mau menjadi ‘kupu-kupu’, ‘kura-kura’ atau mahasiswa magang. Nah, itu banyak (yang memilih-red) studi independen, kampus mengajar dan sebagainya,” ujar Bagus menyampaikan pendapatnya.
Diantara ketiga pilihan itu, mengikuti MBKM bisa dibilang merupakan pilihan yang paling banyak keuntungannya. Walaupun aktif di organisasi juga memiliki banyak keuntungan seperti yang disebutkan di awal, tapi keuntungan dari mengikuti MBKM cenderung lebih terlihat secara material. Hal itu membuat banyak mahasiswa lebih memilih aktif di MBKM dibanding di organisasi mahasiswa. “Minat ini sudah mulai berkurang karena sekarang itu orang-orang melihat benefit jangka pendek, jadi benefit untuk saat itu juga dibanding untuk orientasi jangka panjang. Karena sekarang kan ya semuanya itu kan tentang waktu yang dikorbankan dan apa yang didapatkan,” ujar Nathalie
Selain faktor-faktor eksternal di atas, program kerja dan kegiatan-kegiatan dari internal organisasi juga ikut mempengaruhi minat mahasiswa untuk ikut bergabung. “Banyak UKM, Ormawa, dan Hima itu enggak mau merubah hal -hal yang sudah usang. Program kerja yang sudah konvensional, sudah lama, sudah hampir sampai 10 tahun atau 8 tahun dari senior-seniornya. Mereka merasa menganggap itu masih relevan,” ucap Bagus. Organisasi yang menyebut dirinya sebagai wadah bagi mahasiswa untuk berkembang seharusnya memfasilitasi mahasiswa dengan program kerja yang layak dan sesuai dengan zaman, tidak hanya terpaku dengan program kerja warisan dari pengurus terdahulunya.
Fakta bahwa selama dua tahun kemarin segala kegiatan bersosialisasi dibatasi untuk menekan angka kasus Covid-19 juga tidak bisa dilupakan begitu saja. Kegiatan mahasiswa mulai dari perkuliahan sampai kegiatan organisasi sangat terbatas sehingga eksistensi dari suatu organisasi mahasiswa juga menjadi abu-abu. Mungkin karena terbatasnya pergerakan mahasiswa selama pandemi tersebut, minat mahasiswa untuk berorganisasi seakan-akan terlihat mengalami penurunan “Dulu kan masih online, sekarang kan udah offline mungkin lebih ada daya minatnya buat masuk, karena online juga jadi malas,” ucap Hisna Damayanti, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya menyatakan alasan kenapa dia tidak berminat mengikuti organisasi mahasiswa. Di masa peralihan pasca pandemi ini, mahasiswa bisa dibilang masih dalam proses adaptasi dari yang tadinya hanya berkegiatan dalam jarak jauh menjadi harus berinteraksi secara langsung.
Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi sedikitnya minat mahasiswa untuk bergabung ke organisasi mahasiswa di Unsoed tersebut. Dapat kita lihat pengaruhnya dalam proses rekrutmen beberapa Ormawa. Dari sampel data yang kami terima, beberapa organisasi mengalami penurunan jumlah anggota maupun pengurus per tahunnya. Seperti yang dihadapi oleh salah satu organisasi mahasiswa di Fakultas Peternakan yaitu Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAIS), dimana pada periode 2021/2022 UKM tersebut memiliki 76 pengurus sedangkan pada periode 2022/2023 hanya memiliki 68 orang pengurus. Selanjutnya, Unit Kegiatan Mahasiswa Penalaran dan Riset (UKMPR) juga mengalami penurunan jumlah anggota dari yang tadinya berjumlah 194 orang pada periode 2021/2022, turun menjadi 112 anggota saja yang lolos proses seleksi pada periode 2022/2023. Tidak hanya itu, BEM Unsoed juga mengalami penurunan jumlah anggota dari yang tadinya 261 anggota pada periode 2021/2022, turun menjadi 259 anggota pada periode 2022/2023.
Di dalam organisasi juga tidak jarang terjadi kasus dimana seorang anggota tiba-tiba menghilang tanpa kabar, meninggalkan tanggung jawab di tengah masa jabatannya. Hal itu bisa terjadi saat seorang anggota mulai kehilangan ketertarikannya pada organisasi yang diikuti ”Misal kita punya 450 anggota tetapi yang aktif hanya kurang dari 10% nya, itu menjadi kode yang sangat keras buat setiap organisasi,” ucap Nathalie. Melihat fenomena tersebut, Organisasi mahasiswa dituntut untuk terus meningkatkan kualitasnya demi dapat menarik atau setidaknya mempertahankan minat mahasiswa untuk tetap berorganisasi di tengah maraknya program MBKM. Mereka harus berusaha keras untuk mencapai tujuan awal mereka untuk mewadahi bakat, minat, ataupun aspirasi mahasiswa.
Meningkatnya kualitas Ormawa sendiri dapat diawali dari hal yang paling sederhana dahulu yaitu bagaimana hubungan kerjasama antar anggota berjalan dengan harmonis sehingga tercipta lingkungan organisasi yang nyaman bagi para anggotanya. “Menurut aku lebih baik mengedepankan kekeluargaannya dulu, jadi mengembalikan kenyamanan mereka, apa yang mereka suka dan apa yang membuat mereka tenang dan hangat Ketika ada di lingkungan kita nanti setelah bersama sama lagi kita bangun kesadaran dan visi misi kita itu seksama lagi,” lanjut Nathalie memberi saran.
Dari pihak universitas juga tentunya tidak ketinggalan ikut mengambil peran dalam meningkatkan minat berorganisasi mahasiswa Unsoed. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menggerakan mahasiswa agar lebih aktif berorganisasi yaitu diterapkannya kebijakan sistem kredit poin “Jadi, mahasiswa kita itu kita bekali dengan keterangan bahwa, selain akademik yang dia punya misalnya (fakultas-red) perikanan nih. Selain dia melaksanakan kurikulum (fakultas-red) perikanan, dia juga punya keahlian lain. Nah itu yang dimaksud dalam si poin itu, keahlian lain,” ujar Norman menjelaskan tujuan diadakannya sistem kredit poin.
Kebijakan ini mewajibkan mahasiswa untuk mencapai target poin keaktifan selama menjalani masa perkuliahan sebagai syarat kelulusan. Poin itu bisa didapat dengan mengikuti berbagai kegiatan pengembangan soft skill seperti menjadi partisipan seminar, ikut serta dalam kepanitiaan, organisasi mahasiswa, program PKM, dan lain-lain sebagaimana ditetapkan oleh pejabat fakultas masing-masing. Dengan adanya sistem kredit poin, banyak mahasiswa yang tadinya hanya berkegiatan akademik saja menjadi tergerak hatinya untuk mulai aktif dalam berbagai kegiatan. Beberapa mahasiswa bahkan mengikuti organisasi hanya demi melengkapi poin yang dibutuhkan.
Selain menetapkan kebijakan sistem kredit poin, universitas juga menyediakan fasilitas dan anggaran untuk menunjang kegiatan organisasi mahasiswa. Tidak hanya itu ternyata Universitas Jenderal Soedirman juga meraih prestasi dalam Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa). “Kita lolos meningkat tiga besar di seluruh perguruan tinggi Indonesia. Jadi kita masuk tiga besar, kita ada sepuluh PPK Ormawa yang lolos,” jelas Norman. Hal itu menunjukkan usaha Unsoed dalam meningkatkan kualitas organisasi mahasiswa.
Penurunan minat mahasiswa dalam berorganisasi ini mungkin bisa dibilang tidak terlalu signifikan. Namun, hal ini tetap menjadi perhatian khusus bagi kita mengingat banyaknya manfaat yang bisa didapatkan mahasiswa jika mereka aktif berorganisasi. Diharapkan kedepannya minat berorganisasi mahasiswa bisa terus meningkat berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas organisasi mahasiswa dan fasilitas penunjang kegiatan kemahasiswaan di Unsoed.
Reporter: Rizka Noviana Eka Mulyaningsih, Lili Amaliah, Afif Fadhilah Iftiar, Swaritz Vloszaby Abbya, Inas Syarifah
Editor: Faiz Maulida