Aksi Kamisan Sebagai Upaya Merawat Ingatan

Oleh: Fitri Ademia Rachma

Foto: Fitri Ademia Rachma

Kamis (07/09) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (BEM Unsoed) melakukan Aksi Kamisan sebagai awal rangkaian Aksi September Hitam di depan Rita Supermall Purwokerto untuk merawat ingatan mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di Indonesia. Pada aksi pembuka ini, sembilan belas tahun berjalannya kasus Munir yang hingga saat ini tidak menemukan titik terang dijadikan sebagai pembahasan.

Saat ditemui awak Sketsa pada Kamis (07/09) Bagus selaku Presiden BEM Unsoed menjelaskan bahwa Aksi Kamisan akan dilaksanakan setiap hari Kamis selama September di tempat yang berbeda-beda. Pada Kamis (14/09) aksi dilakukan di Tugu Pancasila Purwokerto mengangkat topik mengenai tragedi Tanjung Priok yang terjadi pada 1984. Setelahnya, Kamis (21/09) aksi bertempat di depan Taman Andhang Pangrenan Purwokerto dengan pembahasan “Reformasi Dikorupsi”. Pada pekan terakhir, Kamis (28/09) Aksi Kamisan dilakukan di kantin Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan (Fikes) dengan topik  “Sejarah Kelam yang Terus Berulang”.

Foto: Chynthia Maharani Sulistyowati

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 104 Ayat (1) yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genosida), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).

Isu pelanggaran HAM berat di Indonesia seringkali menjadi bahasan publik seperti pembunuhan massal 1965 yang lebih sering disebut peristiwa G-30/S-PKI, pembunuhan Marsinah (1993), kerusuhan Mei 1998, pembunuhan dukun santet (1998-1999), Talangsari Lampung (1989), rumoh geudong Aceh (1998), peristiwa simpang  Aceh (1999), peristiwa Wasior Wamena (2001), jambo keupok Aceh 2003, peristiwa paniai, dan pembunuhan mahasiswa pada peristiwa Trisakti, Semanggi I, serta Semanggi II.

Beberapa kasus tersebut secara khusus dibahas dalam unggahan laman Instagram BEM Unsoed. Kasus pembunuhan Munir yang terjadi pada tahun 2003 menjadi bahasan pertamanya. Pada unggahan tersebut dibahas mengenai latar belakang, kronologi, dan penanganan kasus Munir yang dinilai kurang serius. Setelahnya, dibahas mengenai kasus Tanjung Priok dan penyelesaiannya yang kurang memuaskan. Laman Instagram BEM Unsoed juga membuat unggahan bertajuk catatan hitam demokrasi untuk memperingati Hari Internasional Demokrasi. Pada unggahan tersebut, dibahas mengenai permasalahan-permasalahan HAM yang terjadi di Indonesia. Selain yang sudah dibahas pada laman Instagram BEM Unsoed, masih terdapat beberapa kasus HAM yang jarang menjadi pembahasan.

Contohnya yaitu Peristiwa Talangsari Lampung. Dilansir dari cnnindonesia.com, peristiwa Talangsari Lampung merupakan akibat dari pemberlakuan asas tunggal pancasila di masa orde baru. Di masa itu, individu atau kelompok yang tidak menerapkan pancasila diburu dan disiksa. Salah satu korban dari penyiksaannya adalah kelompok Usroh yang sedang melarikan diri ke Talangsari. Dari penyerangan tersebut, 246 jamaah dinyatakan hilang, ratusan orang disiksa, ditangkap, ditahan, dan diadili secara semena-mena. Sampai saat ini, kasus ini belum menemukan titik terang.

Disisi lain, Bagus mengungkapkan bahwa Aksi Kamisan tidak hanya mengawal isu-isu skala nasional saja. Mereka juga melakukan pengawalan terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang ada di daerah, khususnya Kabupaten Banyumas dan sekitarnya.

“BEM Unsoed sedang mengawal kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Banyumas yaitu meninggalnya Oki, salah satu warga Banyumas yang di mana digebuki oleh aparat kepolisian. Di kamisan ini, (selain-red) kita membawa kasus pelanggaran HAM berat senasional, kita (juga-red) mau membawa pelanggaran HAM masalah Oki. Nah, kita harapannya paling terdekat adalah menegakkan keadilan terhadap kasus Oki,” ungkap Bagus.

Menurut kompas.id, Oki merupakan seorang pencuri motor yang ditangkap pada Rabu (17/05) dan meninggal pada Jumat (02/06). Dugaan awal, Oki dikeroyok oleh sesama narapidana. Sepuluh narapidana kemudian dijadikan tersangka. Namun, pihak keluarga tidak puas atas keputusan tersebut. Setelahnya, dilakukan penyelidikan ulang dan terbukti sebelas orang polisi juga terlibat dalam kasus terbunuhnya Oki. Empat diantaranya dinyatakan melanggar hukum pidana.

Menurut Bagus, belum ada perkembangan lebih lanjut dari kasus Oki. Mengingat tujuan awal diadakannya aksi ini yaitu untuk menuntut penegakkan semua kasus pelanggaran HAM di masa lalu dan masa kini. Bagus juga mengungkapkan BEM Unsoed  akan terus mengawal kasus Oki. Bagaimanapun, penegakkan HAM sudah semestinya dilakukan secara benar dan adil berdasarkan pada hukum yang berlaku guna menciptakan rasa aman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Penegakkan kasus-kasus tersebut bukan hanya semata-mata keadilan untuk mereka yang sudah meninggal atau teraniaya, tetapi juga untuk menciptakan rasa aman bagi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Reporter: Fitri Ademia Rachma, Zahra Nurfitri Laila, Desi Fitriani, Chynthia Maharani Sulistyowati

Editor: Desi Fitriani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *