Portal Berita Lembaga Pers Mahasiswa Sketsa Univeristas Jenderal Soedirman

CERPEN

Hentakan Palu
CERPEN, SASTRA

Hentakan Palu

Oleh: Muhammad Driandra Elvanda Agassti Ilustrasi: April Melani *Cerita ini mengandung hal-hal yang mungkin akan membuat pembaca tidak nyaman Ella Silverline hanya seorang gadis desa dengan hati lembut ibarat kupu-kupu yang mendarat di atas daun yang rapuh, raut wajahnya membawa kebahagiaan bagai hasil panen yang mengisi neraca timbang secara utuh, dan pandangan mata yang dia miliki tampak sejuk bagai ternaungi pohon rindang yang teduh. Tidak ada masalah yang bisa diingat ketika manusia mendengar suara lembut yang keluar dari mulut mungilnya, dan tidak ada satu pun jiwa yang pernah tersakiti oleh tangan halusnya. Semua orang di desa menyapanya saat dia terlihat dari ujung mata mereka, Mereka akan menyempatkan diri untuk memberikan Ella beberapa barang yang mereka jual atau han...
ANTARA PENANAM, PENJANJI, DAN PENGEPUL
CERPEN, SASTRA

ANTARA PENANAM, PENJANJI, DAN PENGEPUL

Oleh : Alil Saputra Ilustrasi : Adinda Taufika Rachma Ketika kata sudah tak bisa terucap, mungkin tulisan bisa jadi bahasa untuk mengungkap, jika tulisan pun masih tidak bisa menyingkap, biarlah Tuhan yang jadi penggarap Matahari bahkan belum terlihat ketika Bapakku memulai harinya. Mungkin Bapakku yang membangunkan ayam jago, bukan ayam jago yang membangunkan Bapakku. Bagaimana tidak. Bunyi kapak yang memotong kayu rambutan tepat di samping kandang pasti membuat ayam-ayam tak tenang. Bapakku orang yang taat. Ketika azan berkumandang, Bapak selalu pergi ke langgar. Hanya ketika sakit berat ia tak datang. Sisanya, hampir tak pernah sekalipun aku melihatnya terlambat. Selepas salat, tak pernah lupa juga dia membaca Quran. Ah, Bapakku memang manusia pantang menyerah. Seseorang yang ...
Baju Loreng
CERPEN, SASTRA

Baju Loreng

Oleh: Rofingatun Hamidah** Ilustrasi: Rofingatun Hamidah Cuaca yang terik siang ini bercampur dengan bising suara teriakan dan isak tangis yang tak ada hentinya. Dengan emosi yang sudah membubung di atas kepala, kubanting gelas kopi yang tinggal menyisakan ampas di meja. Urat leherku sudah menonjol dan tinggal menunggu waktu gelegar suaraku membentak dua bocah nakal di depan sana. “Bapak... Bapak jangan marah, kita kan cuma meminta paket internet,” rengekan anak bungsuku terdengar memelas. Karena mendengar keributan, istriku datang tergopoh-gopoh dari dapur. “Sudah to, Mas... Mereka masih kecil.” Kalau saja tiga pasang mata itu tak menatapku dengan tatapan yang tak bisa kukendalikan, tentunya segala umpatan akan keluar begitu saja dari mulutku. Mengembuskan napas, kucoba k...
Langit Biru
CERPEN, SASTRA

Langit Biru

Oleh : Rofingatun Hamidah Ilustrasi : Merry Setia Ningrum Suatu siang yang terik kau berujar padaku bahwa langit begitu indah. Mirip sekali denganku, katamu. Pipiku merona mendengar bualanmu yang begitu ambigu, menurutku. Entah arti indah seperti apa yang kau maksud. Karena setelah kutatap langit, mataku memicing. Silau. Hanya buta yang dapat aku mengerti. Sekali lagi, benakku terus saja bertanya-tanya, indah seperti apa yang kau maksud? Katamu, langit selalu saja mengingatkanmu pada diriku. Matamu selalu bersinar ketika menceritakan itu. Entah karena bias lampu neon yang menemani malam kita, atau mungkin karena sinar mentari pagi yang menerpa. Aku tak tahu pasti. Namun itu yang kutemukan tiap menatap mata bulatmu. Siang, maupun malam. Pernah sesekali aku bertanya kepadamu, "M...
Kadrun dan Kadrin
CERPEN

Kadrun dan Kadrin

Oleh : Afifah Dwi Marhaeni Ilustrasi: Rofingatun Hamidah Di sebuah desa yang tak perlu disebutkan namanya, hidup lah dua kakak beradik, Kadrun dan Kadrin. Layaknya kakak beradik pada umumnya, mereka  saling berbagi, bergurau, mengobrol, dan berkeluh kesah, juga sering terlibat perdebatan, pertengkaran, perebutan, bahkan persaingan Mereka bukan anak kembar. Kadrun lahir dua tahun terlebih dahulu dari Kadrin. Namun bapaknya memberi nama keduanya demikian, katanya, biar gampang.  Keduanya bukan saudara yang terbilang akrab, bukan pula saudara yang tengah bermusuhan. Mereka menjalani kehidupan selayaknya kehidupan kakak beradik pada umumnya. Tahun ini, Kadrun memasuki usianya yang ke-30, namun ia belum kunjung menikah. Pun dengan Kadrin yang masih betah menjalani...
Semanis Senyum Mardiyem
CERPEN, SASTRA

Semanis Senyum Mardiyem

Oleh: Reni Nuryanti Sudah hampir sebulan Mardiyem jadi pendiam. Senyumnya tak lagi mengembang. Padahal kata orang, senyum Mardiyem dianggap paling manis di Desa Rungkang. Mardiyem tidak pernah mengerti mengapa senyumnya sangat berarti. Padahal dia sendiri merasa tak tega melihat senyumnya. Lekas-lekas Mardiyem mengambil cermin, lalu menaruhnya di kolong ranjang. Pagi itu Mardiyem tampak semringah. Alam seolah turut merasakan. Matahari menyembul dengan sempurna. Sinarnya menghangatkan raga. Puluhan ayam berlarian setelah keluar dari kurungan. Sementara itu gelatik asyik beradu suara dengan kutilang. Tak jauh dari rumah Mardiyem, dua truk bermuatan gula jawa terparkir di bawah pohon keluwih . Seorang lelaki tampak ngos-ngosan sambil menyandarkan kepala. Keringat membanjiri tubuh bert...
Dikata Janah Si Kadaluwarsa
CERPEN, SASTRA

Dikata Janah Si Kadaluwarsa

Oleh: Indah Ciptaning Widi Aku pernah kadaluwarsa ketika adik perempuanku lahir. Tercuri seluruh kasih sayang ibu yang terasa segar baginya, sedang aku sibuk mencari-cari perhatian lainnya. Dan aku pernah merasa sangat kadaluwarsa saat kekasihku memutus tali pertunangan kita karena dikata aku perempuan yang tak sabar. Lantas ia menemui perempuan lain yang jauh lebih sabar. Kapan gejala hilir sungai ini benar akan sampai pada hulunya? Atau mampat begitu saja karena ada hilir lainnya. Gejalanya mungkin saja semua sama, selalu seperti itu. Tipikal kadaluwarsa bukan hanya pada makanan yang kumakan saja. Macam sarden kalengan yang berlabel tinta tipis dan blur . Namun, ternyata batinku juga menemui masa kadaluwarsanya. “Sudah berapa lama kau jadi perawan tua?” “Alah! Perawan tua! Biar be...
Ayah Merantau ke Luar Angkasa
CERPEN, SASTRA

Ayah Merantau ke Luar Angkasa

Oleh: Wisnu Sumarwan* “Ayahmu sedang merantau, Nak....” “Untuk apa merantau, Bu?” “Untuk pulang lagi nanti, Nak....” Ibu berbisik padaku di suatu malam sunyi pekat seperti kopi tubruk yang kini sudah dingin di meja menyisakan ampas-ampas getir di dasar gelas. Aku ingin bertanya lagi sebenarnya. Tapi, waktu itu aku masih terlalu kecil untuk bisa memahami perkataan ibuku. Jika hanya untuk pulang lagi, mengapa tidak pulang sekarang saja? Apakah ia tak mau bertemu denganku seperti aku yang begitu ingin bertemu dengannya? Sejak aku lahir, aku tak pernah melihat raut wajahnya. Bahkan fotonya tidak ada. Aku ingin bertemu ayahku. Semua teman-temanku punya ayah. Mengapa aku tidak? “Ayah merantau kemana, Bu?” tanyaku suatu ketika yang lain. “Kau lihat itu?” ibuku menunjuk ke luar jendela. Tam...
Asmaradana
CERPEN, SASTRA

Asmaradana

Oleh: Permadi Suntama Tetes embun menyelinap dan membungkusi daun pisang yang menetaskan sayap kupu-kupu untuk terbang. Menjemput serbuk sari pada bunga-bunga yang telah membuka kuncupnya. Sayup suara bayi kelelawar yang menangis karena terjepit di ujung kuncup daun pisang. Suaranya tidak mau kalah dengan bunga-bunga yang bermekaran. Tamparan kepak sang induk kelelawar, menjadi mula dari perjalanannya. Bersamanya, mengembara keheningan yang memupuk keharuman bunga temboja. Kelopak-kelopak bunganya yang harum merebahi tanah, menjadi perantara jalan untuk mendekatkan manusia pada sang Pencipta. Burung Prenjak melompat-lompat riang mendapati setundun pisang matang di samping sebuah rumah. Tanpa peduli ada sepasang kelelawar bersaudara, yang merintihkan sakit dan lapar di dekatnya. Bunga-b...
Memajang Nini
CERPEN, SASTRA

Memajang Nini

Oleh: Muhammad Qadhafi Ini malam bukan purnama. Tiada perayaan panen. Sedang di hadapan nyala neon museum, mata kantuk penonton bayaran, serta handycam pelancong yang berkedip merah—Nini tanpa kaki itu dipaksa menari. “Mengapa dipegangi begitu?” tanya George lirih, sambil pasang perekam pada tripod yang berdiri dua langkah dari batas teritorial menari Nini. Seorang pemandu bernama Dendi menerangkan, “Kalau tak dipegang, dia bisa kabur. Terbang, Mister.” “Terbang? Oh, itu akan jadi video menggemparkan!” “Ya. Tapi kalau terbang, tentu dia tidak menari.” “Tapi sekarang dia tidak terbang, tidak juga menari. Hanya gemetaran begitu.” Hampir lima belas menit berlalu. Gejog Lesung sudah tumbuk tiga lagu. Syair-syair tembang yang disukai Nini pun telah terlantun. Tapi, Nini masih enggan me...