Peran Bela Negara Dalam Mengatasi Kejahatan Cyber

Infografis: Sri Hari Yuni Riyanti

Peran bela negara dalam mengatasi kejahatan cyber di era digital di Indonesia merupakan suatu aspek penting yang terkait dengan status negara demokrasi terbesar di dunia. Gelar ini tidak diperoleh secara sembarangan, melainkan hasil dari kesuksesan Indonesia dalam menyusun struktur politik dan kekuatan militer pada posisi yang strategis. Sebagai langkah untuk memperkuat pertahanan, Indonesia memperkenalkan konsep bela negara. Secara konseptual, konsep ini mirip dengan wajib militer yang diterapkan di beberapa negara. Berjuang untuk kepentingan negara, atau yang dikenal sebagai “bela negara,” dianggap sebagai mandat yang diemban oleh rakyat, sebagaimana tercantum dalam “Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI 1945,” yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.” Prinsip ini juga ditegaskan oleh “Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,” yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.”

Bela negara diartikan sebagai tanggung jawab warga negara yang didasarkan pada patriotisme, kesadaran akan identitas bangsa dan negara, keyakinan pada Pancasila sebagai ideologi nasional, kesiapan untuk mengorbankan diri dalam menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam maupun luar negeri yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Ini mencakup juga keutuhan wilayah negara, yurisdiksi nasional, dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara.

Ada lima alasan mengapa kegiatan jaringan internet di cyberspace menjadi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang perlu diwaspadai pada masa kini, yaitu

  1. Peningkatan Pengguna Internet: Kurva peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat.
  2. Dampak Luas Internet: Internet memiliki dampak besar dalam berbagai bidang seperti ekonomi, masyarakat, budaya, politik, hukum, pendidikan, dan agama.
  3. Pengaruh Terhadap Manusia: Internet telah memengaruhi pola pikir, perilaku, dan interaksi antar manusia baik secara individu maupun kelompok.
  4. Tingkat Literasi Digital Rendah: Meskipun tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, namun terjadi lonjakan penggunaan produk teknologi informasi, terutama perangkat seluler, yang memfasilitasi akses internet secara cepat dan masif.
  5. Tingginya Pengguna Media Sosial: Jumlah pengguna media sosial di Indonesia cenderung sangat tinggi, menciptakan potensi risiko yang perlu diwaspadai.

Beberapa peraturan yang berkaitan dengan cybercrime yang dapat ditemui ‘dalam KUHP diantaranya;

  • Pasal 167 KUHP “(1) Barangsiapa dengan melawan hak orang lain dengan memaksa kedalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada disitu dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,- “(2) Barangsiapa masuk dengan memecah atau memanjat, memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian dinas palsu atau barang siapa dengan tidak setahu yang berhak dan lain daripada lantaran keliru, masuk ketempat yang tersebut tadi dan ditemukan disana pada waktu malam, dianggap sebagai sudah masuk dengan memaksa.
  • Pasal 406 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum menghancurkan, mengrusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruuhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
  • Pasal 282 KUHP “(1) Teks dengan isi, gambar atau benda yang diketahui dapat merusak harga diri, atau tulisan, gambar atau tulisan, gambar atau benda semacam itu yang disiapkan secara langsung. Orang yang menyebarluaskan, memajang, atau menempelkan kiriman, mengirimkan, mengirimkan, menghapus, atau menyediakan kiriman, baik kuantitas yang ditampilkan secara visual atau dilampirkan, diminta di depan.

Secara sistematis, berikut adalah jenis-jenis kejahatan cybercrime:

  1. Akses Non-Sah ke Sistem & Layanan Personal Komputer: Menembus sistem jaringan personal komputer tanpa izin atau pengetahuan pemiliknya.
  2. Konten Ilegal: Melibatkan input data atau informasi yang tidak akurat, tidak bermoral, melanggar hukum, dan mengancam keamanan umum. Contoh meliputi pornografi, penyebaran berita palsu, cyberbullying, dan ujaran kebencian.
  3. Offence Against Intellectual Property (Serangan Terhadap Hak Kekayaan Intelektual): Penyerangan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) melalui internet.
  4. Pemalsuan Data: Tindak pidana pemalsuan penyimpanan dokumen data penting melalui internet.
  5. Sabotase (Cyber Terrorism): Merusak sistem dengan memperkenalkan program atau virus komputer khusus untuk membuat data tidak tersedia bagi program komputer dan sistem jaringan. Dikenal sebagai bentuk cyber terrorism.
  6. Spionase: Menggunakan internet untuk spionase dengan cara membobol sistem jaringan komputer pihak yang dituju.
    Setiap jenis kejahatan cybercrime memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda, tetapi semuanya menimbulkan ancaman terhadap keamanan dan integritas data di lingkungan digital.
    Wujud bela negara dalam menanggulangi cybercrime dapat tercermin melalui implementasi nilai-nilai bela negara yang esensial. Berikut adalah beberapa aspek penting yang dapat diterapkan:
  7. Cinta Tanah Air: Memahami dan merasakan kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia, serta senantiasa menjaga reputasi bangsa ini.
  8. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara: Menjaga lingkungan sekitar dari unsur terkecil sebagai wujud kesadaran berbangsa dan bernegara. Mematuhi perundang-undangan yang berlaku sebagai tanggung jawab sebagai warga negara.
  9. Pancasila Sebagai Landasan Negara: Meyakini dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Memahami makna dan prinsip yang terkandung di dalamnya untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai negara.
  10. Rela Mengorbankan Diri Bagi Negara: Bersedia berkorban tenaga, pikiran, dan waktu untuk kepentingan negara. Berpartisipasi aktif dalam upaya menanggulangi cybercrime.
  11. Langkah konkret sebagai bentuk bela negara dalam menanggulangi cybercrime melibatkan tindakan individu, seperti tidak memprovokasi atau terprovokasi di dunia maya, serta menjaga etika dalam berinternet. Hal ini diarahkan untuk mencegah peluang terjadinya cybercrime. Menciptakan lingkungan berinternet yang aman dan nyaman menjadi salah satu bentuk nyata bela negara di era digital.

Kesimpulan yang diambil dari uraian tersebut adalah bahwa cybercrime memiliki potensi besar untuk terjadi dalam era digital yang terus berkembang. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan dasar hukum yang kuat dalam pengaturan cybercrime, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang bertindak sebagai regulasi khusus atau “lex specialis” dari tindak pidana serupa yang sudah diakomodasi oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai regulasi umum atau lex generali. Selain regulasi UU ITE, sikap bela negara juga menjadi hal yang penting dalam menanggulangi cybercrime. Partisipasi masyarakat dan peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan. Dengan menerapkan sikap bela negara, baik dari individu maupun pemerintah, dapat diciptakan ketahanan siber yang efektif, sehingga dapat mengatasi kejahatan siber yang dapat merugikan baik masyarakat maupun negara secara keseluruhan.

Sumber: Jurnal Kertha Semaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *