Jejak Perjalanan Perfilman Indonesia

Infografis: Linggar Putri Pambajeng

Siapa yang tak mengenal film? Sebuah gambar bergerak yang kerap ditampilkan pada layar dan menarik jutaan orang untuk menyaksikannya. Film merupakan media audio-visual yang menggabungkan unsur naratif dan sinematik, begitu penjelasan dari Hiawan Pratista (2008). Tak hanya sebagai sarana hiburan, film sendiri dapat berfungsi sebagai media edukasi, informasi, bahkan menyebar propaganda. “Roundhay Garden Scene“ merupakan film pertama di dunia yang direkam selama dua detik di Leeds, Inggris pada tahun 1888.

Lalu bagaimana dengan perjalanan awal film di bumi pertiwi? Sebelum film menjadi populer, orang-orang pada masa itu lebih dulu mengenal seni pertunjukan panggung.  Lalu di awal tahun 1900-an, istilah film lebih banyak disebut dengan “gambar idoep.

Pada tahun 1926, muncul sebuah film bisu yang alurnya diadaptasi dari cerita rakyat Sunda, “Loetoeng Kasaroeng,” inilah yang menjadi film pertama di Indonesia. Lalu satu tahun berikutnya, “Eulis Atjih” menjadi film Indonesia pertama yang diadaptasi dari sebuah novel. Kedua film tersebut disutradarai oleh G. Krugers yang berkebangsaan Belanda. Mengetahui suksesnya “Loeteoeng Kasaroeng,“ para produser mulai mendirikan perusahaan film di Indonesia, salah satunya “Halimoen Films.“

Tahun 1940-an dikenal sebagai masa-masa pergolakan negeri  melawan penjajahan, pada saat itu pula produksi film dalam negeri mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan fungsi film yang saat itu dijadikan sebagai alat propaganda oleh pendudukan Jepang. Sebagai alternatif, para seniman dan juga seorang pelopor drama modern bernama Usmar Ismail pun mendirikan kelompok sandiwara.

Beralih ke tahun 1950 di saat dunia perfilman Indonesia mulai berkembang, Usmar Ismail berhasil membuat film berjudul “Darah dan Doa“ yang ceritanya berlatar setelah masa penyerangan Agresi Militer Belanda di Jawa dan Sumatra. Hingga 1957—tujuh tahun berturut-turut, terdapat tiga ratusan film yang telah dibuat dan penayangannya berhasil tersebar di penjuru Asia Tenggara.

Masa kejayaan film nasional terjadi pada tahun 1970-an, kira-kira satu dekade kemudian ketika teknologi mulai berkembang, televisi mulai masuk di Indonesia dan ini juga menjadi masa di mana banyak profesional film beralih ke televisi.

Orang-orang mengenal film “Catatan Si Boy,“ drama ikonik yang terkenal di era 90-an. Di tahun itu pula film-film bernuansa ‘panas‘ tampil lebih berani, ini dikarenakan perjalanan perfilman negeri ini ternyata juga sempat mengalami penurunan. Surutnya perfilman nasional pada masa itu disebabkan karena rendahnya biaya produksi. Selain itu, film dan serial mancanegara seperti Hollywood lebih tersebar luas, yang mana lebih banyak meraup untung, mengalahkan film nasional.

Kemudian pada awal tahun 2000-an, produksi film Indonesia mulai merangkak naik. Pada tahun 2002, film Indonesia kembali bangkit. Sejak rilisnya film Ada Apa Dengan Cinta? (2002) seolah menjadi inspirasi perfilman nasional yang kemudian banyak memproduksi film bergenre drama, romansa, dan persahabatan. Semakin bertambahnya tahun, film nasional memiliki cerita yang lebih segar dan kreatif.

Sumber: studioantelope.com
validnews.com
idseducation.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *