PESTA RAKYAT, Sarana Menghitung Hidung

Oleh: Yudha Sudarmaji

Foto: Koran Kampus Skëtsa Edisi 11 Tahun V 1994 Februari

Adalah omong kosong, menganggap manusia berdiri sederajat. Karena di dunia ini selalu ada dualisme, ada barat ada timur ada atas ada bawah dan kenyataan kontradiktif lainnya. Hubungan atas bawah ini dapat diigambarkan misalnya hubungan antara kopral dengan jenderal maupun buruh dengan majikan.

Demokrasi adalah sarana untuk menghitung hidung dan sama sekali bertentangan kenyataan bahwa manusia terdiri dari bermacam-macam ragam bentuk dan idialisme. Puncak dari sebuah proses demokrasi adalah pemilihan wakil, sebuah pesta rakyat yang harus dinikmati. Dimana sekian banyak orang mempercayakan sesuatu kepada sebagian orang yang belum tentu mereka kenal. Sudah menjadi hukum alam, dikotomi dan dualisme begitu lekat dengan kehidupan manusia, dimana ada yang tertindas disitulah pula penindasnya. Dalam kancah kehidupan bernegara,bkhususnya negara yang mengagungkan nama demokrasi pastiah ada sebagian kursi yang diduduki oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan rakyat. padahal sebenarnya orang yang merindukan kedudukan/kursi sebenarnya adalah orang pengecut belaka sebab mereka akan tetap bersaingan, meskipun minta perlindungan atas haknya.

Demokrasi memiliki sifat yang tidak jauh beda dengan sifat pedagang, mereka saling meminta hak untuk membeli di pasaran dengan harga yang semurah-murahnya. Mereka yang menjadi wakil demokrasi (wakil rakyat) mereka akan ‘membeli’ suara dengan harga yang serendah-rendahnya dengan cara yang seefisien mungkin, tentu saja dengan harapan kompensasi yang tinggi. Salah satu wujud dari persaingan ‘pasar’ adalah dengan berkampanye. Keberhasilan sebuah kampanye merupakan indikator keberhasilan seorang calon wakil rakyat dalam sebuah pesta demokrasi. Gambaran tentang nilai yang diharapkan (expected value) akan terlihat dari seberapa gemerlapnya sebuah kampanye. Untuk menjadi orang yang paling menonjol diantara sekian banyak rakyat tentunya tidaklah mudah. Oleh karena itu orang yang memperjuangkan ‘pasar’ ini tentulah orang yang kuat dan punya banyak kelebihan. dan apabila kumpulan orang kuat berada dalam sebuah pergumulan, maka yang terjadi adalah pertentangan kepentingan, persaingan karena masing-masing akan memperjuangkan rakyat yang diwakilinya, lalu….hukum alamlah yang akan berbicara, yang kuatlah yang akan menang baik menang dalam suara, menang dalam kekuatan, menang dalam dana ataupun menang dalam pemikiran. Sedang yang lemah atau si kalah harus rela dirinya diinomarduakan sebab program diprioritaskan untuk si kuat.

Dalam sebuah permainan orang tentu berkeinginan untuk menang dalam permainan itu. Tidak jauh berbeda dengan oreintasi para pejuang demokrasi yaitu kemenangan. Dalih untuk menang itu bisa bermacam-macam, agar haknya bisa tersalur, partisipasi terhadap pembangunan, demi kemajuan bangsa, semuanya itu mengatasnamakan rakyat. Dalam permainan itu mereka saling mengalahkan, menang menikmati hasil yang kalah harus siap dinomorduakan.

Menjadi wakil rakyat belum tentu searah dengan rakyat yang diwakilinya. Dalam banyak hal manusia selalu memiliki kepentingan yang berbeda semakin banyak manusia semakin banyak perbedaan, dikotomi, primordialisme, di sinilah masalah-masalah perbedaan kepentingan itu biasa muncul. Semua akan memperjuangakan kepentingannya masing-masing mereka saling mengklaim atau berpihak pada kepentingannya masing-masing.

Kembali ke konsekuensi logis yang kuat adalah yang menang dan mereka bertanggung jawab atas kepercayaan yang dibebankan kepadanya. Namun mustahil jika orang terpercaya ini dapat memikul beban tanggung jawab secara adil dan menyeluruh, karena secara substansi manusia memiliki kekuatan yang terbatas untuk melayani masyarakat yang begitu banyak dan heterogen.

*Catatan redaksi: Tulisan ini pernah terbit di Koran Kampus Skëtsa Edisi 11 Tahun V 1994 Februari Tahun 1989. Agar tetap bisa diakses oleh sidang pembaca, tulisan ini dirilis ulang dalam “Artikel Lawas” dengan perubahan kecil seperti perbaikan redaksional tanpa mengubah struktur penulisan sama sekali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *