
Hari Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan hari peringatan internasional yang diperingati setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember. Hari peringatan ini pertama kali diprakarsai oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991. Pada rentang waktu 16 hari ini, diadakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
Saat ini, kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi. Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga kekerasan berbasis gender. Pada tahun 2022, Komnas Perempuan mengusung CATAHU (Catatan Tahunan) dengan tajuk Bayang-bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam, dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan”. CATAHU 2022 mencatat tentang dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badilag (Badan Peradilan Agama) di tahun 2021.
Dikutip dari komnasperempuan.go.id, CATAHU 2022 mencatat sebanyak 338.496 kasus KBG (kekerasan berbasis gender) terhadap perempuan. Dalam catatannya, Komnas Perempuan merincikan sebanyak 3.838 kasus pengaduan ke Komnas Perempuan, 7.029 pengaduan ke lembaga layanan, dan 327.629 pengaduan ke Badilag.
Pada tahun 2020 tercatat sebanyak 226.062 kasus. Pada tahun berikutnya, jumlah kasus KBG mengalami peningkatan signifikan sebesar 50% kasus KBG terhadap perempuan. Peningkatan signifikan di tahun 2021 mencapai 338.496 kasus KBG. Namun, lonjakan tajam terjadi pada pengaduan melalui Badilag, di mana pada tahun 2020 terdapat 215.694 kasus menjadi 327.629 kasus. Lonjakan tajam ini meningkat sebesar 52%.
Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga mengalami peningkatan signifikan, yakni sebesar 80%. Jumlah pengaduan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2.134 kasus menjadi 3.838 pada tahun 2021. Di sisi lain, data pengaduan dari lembaga pelayanan menurun sebesar 15%. Penurunan data pengaduan kasus KBG pada lembaga pelayanan disebabkan karena sistem pendokumentasian kasus yang belum memadai dan terbatasnya sumber daya.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kekerasan, terutama pada perempuan, maka dibentuklah landasan hukum yang mengatur tentang perlindungan kepada perempuan dari kekerasan. Landasan hukum tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang, dan undang-undang terkait lainnya. Secara khusus, kehadiran UU TPKS diharapkan mampu menjadi stimulator meningkatnya keberanian korban kekerasan untuk melaporkan kekerasan yang dialami sehingga mendapatkan akses keadilan dan terpenuhinya hak-hak korban.