CERPEN

Semanis Senyum Mardiyem
CERPEN, SASTRA

Semanis Senyum Mardiyem

Oleh: Reni Nuryanti Sudah hampir sebulan Mardiyem jadi pendiam. Senyumnya tak lagi mengembang. Padahal kata orang, senyum Mardiyem dianggap paling manis di Desa Rungkang. Mardiyem tidak pernah mengerti mengapa senyumnya sangat berarti. Padahal dia sendiri merasa tak tega melihat senyumnya. Lekas-lekas Mardiyem mengambil cermin, lalu menaruhnya di kolong ranjang. Pagi itu Mardiyem tampak semringah. Alam seolah turut merasakan. Matahari menyembul dengan sempurna. Sinarnya menghangatkan raga. Puluhan ayam berlarian setelah keluar dari kurungan. Sementara itu gelatik asyik beradu suara dengan kutilang. Tak jauh dari rumah Mardiyem, dua truk bermuatan gula jawa terparkir di bawah pohon keluwih . Seorang lelaki tampak ngos-ngosan sambil menyandarkan kepala. Keringat membanjiri tubuh bert...
Dikata Janah Si Kadaluwarsa
CERPEN, SASTRA

Dikata Janah Si Kadaluwarsa

Oleh: Indah Ciptaning Widi Aku pernah kadaluwarsa ketika adik perempuanku lahir. Tercuri seluruh kasih sayang ibu yang terasa segar baginya, sedang aku sibuk mencari-cari perhatian lainnya. Dan aku pernah merasa sangat kadaluwarsa saat kekasihku memutus tali pertunangan kita karena dikata aku perempuan yang tak sabar. Lantas ia menemui perempuan lain yang jauh lebih sabar. Kapan gejala hilir sungai ini benar akan sampai pada hulunya? Atau mampat begitu saja karena ada hilir lainnya. Gejalanya mungkin saja semua sama, selalu seperti itu. Tipikal kadaluwarsa bukan hanya pada makanan yang kumakan saja. Macam sarden kalengan yang berlabel tinta tipis dan blur . Namun, ternyata batinku juga menemui masa kadaluwarsanya. “Sudah berapa lama kau jadi perawan tua?” “Alah! Perawan tua! Biar be...
Ayah Merantau ke Luar Angkasa
CERPEN, SASTRA

Ayah Merantau ke Luar Angkasa

Oleh: Wisnu Sumarwan* “Ayahmu sedang merantau, Nak....” “Untuk apa merantau, Bu?” “Untuk pulang lagi nanti, Nak....” Ibu berbisik padaku di suatu malam sunyi pekat seperti kopi tubruk yang kini sudah dingin di meja menyisakan ampas-ampas getir di dasar gelas. Aku ingin bertanya lagi sebenarnya. Tapi, waktu itu aku masih terlalu kecil untuk bisa memahami perkataan ibuku. Jika hanya untuk pulang lagi, mengapa tidak pulang sekarang saja? Apakah ia tak mau bertemu denganku seperti aku yang begitu ingin bertemu dengannya? Sejak aku lahir, aku tak pernah melihat raut wajahnya. Bahkan fotonya tidak ada. Aku ingin bertemu ayahku. Semua teman-temanku punya ayah. Mengapa aku tidak? “Ayah merantau kemana, Bu?” tanyaku suatu ketika yang lain. “Kau lihat itu?” ibuku menunjuk ke luar jendela. Tam...
Asmaradana
CERPEN, SASTRA

Asmaradana

Oleh: Permadi Suntama Tetes embun menyelinap dan membungkusi daun pisang yang menetaskan sayap kupu-kupu untuk terbang. Menjemput serbuk sari pada bunga-bunga yang telah membuka kuncupnya. Sayup suara bayi kelelawar yang menangis karena terjepit di ujung kuncup daun pisang. Suaranya tidak mau kalah dengan bunga-bunga yang bermekaran. Tamparan kepak sang induk kelelawar, menjadi mula dari perjalanannya. Bersamanya, mengembara keheningan yang memupuk keharuman bunga temboja. Kelopak-kelopak bunganya yang harum merebahi tanah, menjadi perantara jalan untuk mendekatkan manusia pada sang Pencipta. Burung Prenjak melompat-lompat riang mendapati setundun pisang matang di samping sebuah rumah. Tanpa peduli ada sepasang kelelawar bersaudara, yang merintihkan sakit dan lapar di dekatnya. Bunga-b...
Memajang Nini
CERPEN, SASTRA

Memajang Nini

Oleh: Muhammad Qadhafi Ini malam bukan purnama. Tiada perayaan panen. Sedang di hadapan nyala neon museum, mata kantuk penonton bayaran, serta handycam pelancong yang berkedip merah—Nini tanpa kaki itu dipaksa menari. “Mengapa dipegangi begitu?” tanya George lirih, sambil pasang perekam pada tripod yang berdiri dua langkah dari batas teritorial menari Nini. Seorang pemandu bernama Dendi menerangkan, “Kalau tak dipegang, dia bisa kabur. Terbang, Mister.” “Terbang? Oh, itu akan jadi video menggemparkan!” “Ya. Tapi kalau terbang, tentu dia tidak menari.” “Tapi sekarang dia tidak terbang, tidak juga menari. Hanya gemetaran begitu.” Hampir lima belas menit berlalu. Gejog Lesung sudah tumbuk tiga lagu. Syair-syair tembang yang disukai Nini pun telah terlantun. Tapi, Nini masih enggan me...
Lukisan Bima
CERPEN, SASTRA

Lukisan Bima

Oleh: Vicky Nurul Islamiyah Aku berdiri di depan pintu ruang kerja bapak. Tangan kananku berusaha meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Seketika itu, hawa pengap bercampur debu menyergap penciumanku. Langit-langit mulai dipenuhi jaring laba-laba. Beberapa hewan kecil tersangkut di dalamnya. Maklum saja, semenjak bapak dibawa pergi ke “tempat” itu, ruangan ini dikunci rapat oleh ibu. Seakan ibu ingin menutup semua kenangan buruk yang menimpa bapak. Di sudut ruangan dekat jendela, sebuah lukisan berukuran 80x40 cm tergeletak di lantai. Lukisan itu tampak usang. Kayu yang membingkainya tampak berbahan dasar kayu jati asli. Hanya saja, kaca yang menutupi bagian depan lukisan itu tinggal separo. Aku berjongkok dan mengambil lukisan itu. Memoriku kembali terbang mengenang kejadian de...
Judul Penulis Muda
CERPEN, SASTRA

Judul Penulis Muda

Oleh: Nurhidayat* Awalnya dia bercita-cita jadi wartawan, namun karena gajinya kecil dan dia tentu sudah membaca kasus Udin, dia ngeri juga. Lalu setelah jadi sarjana sastra, dia ingin menjadi penulis saja. Harapannya, dia bisa mengkritik masyarakat dengan tulisan-tulisannya. Penulis lebih aman lah, ingat bahwa wartawan yang kritis bisa jadi akan dibunuh seperti Udin. Konon, wartawan Jogja itu kena batangan besi di bagian kepala. Tapi sungguh, dia ingin jadi wartawan. Ketika dia bertemu seorang wartawan, apalagi wartawan yang independen, dia selalu menyorongkan proposal tanda tangan. Wartawan adalah profesi paling mulia, karena bekerja dalam senyap untuk mengungkap tabir. Tentu bukan yang malah suka jualan iklan. Dan dia kini mulai akan menulis, tepat seminggu sejak euforia kelulusan. ...
Istri Bupati
CERPEN, SASTRA

Istri Bupati

Oleh: Nday Sudah larut malam dan istri bupati ini masih hilir mudik di depan Balai Dharma Wanita dengan riasannya. Energinya tampak tidak berkurang sejak ia memastikan bahwa ruang pertemuan telah sesuai dengan yang dikehendakinya dari tadi siang hingga menjelang sore ini. Sehabis magrib, ia menyempatkan untuk pulang sebelum suaminya tiba di rumah. Setelah itu, tidak ada yang aku ketahui lagi sampai pukul sembilan dan ia keluar untuk meminta kembali diantarkan ke Balai Pertemuan. “Pak Bupati tidur lebih awal,” ujarnya setelah mengehela nafas dengan cukup dramatis lalu memasuki mobil. “Meskipun pria itu banyak macamnya. Di tempat tidur mereka semua sama. Anak-anak manja. Penuhi apa yang mereka mau maka mereka akan mudah dipengaruhi.” Aku melajukan mobil dinas tanpa memberi tanggapa...
Catatan Para Malaikat
CERPEN, SASTRA

Catatan Para Malaikat

Oleh: Syifa Fauziah Hanya ada dua hal yang bisa kau percayai di dunia saat ini: kebenaran dan kebohongan. Orang-orang tampaknya lebih percaya dan tertarik dengan apa yang dinamakan kebenaran, sehingga mereka selalu sibuk membolak-balik lembar-lembar tulisan kebenaran. Lembar-lembar itu banyak tersebar, kau bisa dapatkan hampir di mana pun. Terkadang ada pula yang akan membacakannya untuk khalayak pada jam-jam tertentu, sebuah berita, wacana yang dianggap penting. Lalu dari mana lembar-lembar itu berasal? Tentu saja ada petugas khusus yang menyiapkannya, petugas pencatat. Petugas ini akan mencatat apapun yang mereka rasa harus dicatat, yang dapat berguna untuk orang-orang ketahui. Baik petugas pencatat kebenaran maupun pencatat kebohongan sama-sama mengemban tugas mulia. Dengan cat...
Bayangan Amis
CERPEN, SASTRA

Bayangan Amis

Oleh: Priyo Handoko Orang-orang berhamburan mendekati rel yang baru saja dilewati kereta api eksekutif dari Jakarta beberapa detik lalu. Namun, rasa penasaran yang meledak cepat berganti menjadi jerit kengerian. Ada yang langsung pergi sambil muntah. Ada pula yang meludah sambil menyumpah. Perut mereka terasa mual. Benar-benar magrib yang sial. Meski begitu, jumlah orang yang tertarik untuk datang mendekati rel tersebut tidak berkurang. Malah terus bertambah ramai. Dari belasan, sampai akhirnya puluhan. Belum termasuk para buruh pabrik yang hendak pulang atau pengendara motor yang ikut berhenti dan melongok dari tepi jalan. Polisi yang datang segera meminta warga agar menjauh. Mereka tidak mau lokasi kejadian ini rusak hanya gara-gara rasa ingin tahu warga yang susah dikendalikan. Begit...