Menilik Keberhasilan Banyumas dalam Mengelola Sampah

Ilustrasi: Sri Hari Yuni Rianti
Berawal dari Banyumas yang mengalami krisis terhadap pengelolaan sampah, dimana masyarakat menolak adanya TPA (Tempat Pembuangan Akhir), para warga  melakukan banyak protes, hingga memblokade jalur dumb truck. Imbasnya adalah penutupan TPA. Dengan berbagai pertimbangan dan diskusi Bupati Banyumas kemudian melakukan pendekatan bersama warga untuk mengurangi suplai sampah ke TPA. Kemudian  Bupati  Banyumas dan tim melakukan studi banding ke daerah lain dan pengamatan mengenai sampah. Hasil dari studi banding dan pengamatan ini akhirnya menemukan suatu sistem  tentang pengelolaan sampah, ia berpendapat bahwa solusi pengelolaan sampah adalah dipilah.
Dengan membuat terobosan mesin yang bisa menyaring sampah organik dan non-organik. Tentunya penerapan ini tidak lepas dari campur tangan seluruh masyarakat banyumas, dengan membuat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Menurut bupati Banyumas, KSM dinilai membawa banyak keuntungan, sampai-sampai mampu mempekerjakan masyarakat. Sampai bulan September 2023, sudah terbangun sebanyak 29 KSM yang sudah beroperasi dan 10 KSM yang sedang dibangun dari 29 hangar yang sudah berjalan, ada sekitar 1.500 pekerja. Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang mulanya hanya sebagai tempat pengumpulan sampah sementara, kini difungsikan sebagai tempat pengolahan sampah dan disediakan hanggar Pusat Daur Ulang (PDU). 
Seperti yang kita ketahui Tempat Pembuangan Akhir (TPA) biasanya menjadi tempat paling akhir dalam proses pembuangan sampah. Tumpukan sampah yang ada kemudian dibuang di satu tempat sehingga menimbulkan penumpukan sampah. Untuk menangani permasalahan tersebut, pemerintah mendirikan sebuah TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Tidak lagi  bergantung sepenuhnya dengan keberadaan TPA, masyarakat banyumas kini mengandalkan TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu). TPST merupakan tempat pengelolaan sampah yang nantinya diolah sesuai dengan jenisnya kemudian sampah tadi menghasilkan pupuk kompos, pakan maggot serta bahan baku produk yang bernilai ekonomis. Jenis pengolahan sampah tadi dibagi menjadi 3, yaitu organik, anorganik dan residu. Sampah yang sudah terkumpul kemudian dipilah sesuai dengan jenisnya (organik, anorganik dan residu). Untuk kategori sampah organik nantinya akan diolah menjadi bahan pakan maggot dan pupuk kompos sedangkan sampah kategori anorganik dibuat menjadi bahan baku yang bernilai ekonomis dan dapat dijual, salah satu contohnya adalah batako dari sampah plastik. Kemudian ada sampah kategori residu atau jenis sampah yang sulit diolah atau didaur ulang. Sampah ini nantinya akan diolah dengan menggunakan metode RDF (Refuse Derived Fuel) adalah teknologi pengolahan sampah melalui proses pengeringan untuk mengurangi kadar air yang kemudian dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil atau serbuk-serbuk. Metode RDF ini sering disebut sebagai “Keripik Sampah” karena melalui proses penghancuran. Sampah jenis residu akan diolah ke TPA BLE (Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi) yang khusus untuk mengolah sampah residu. Sampah residu adalah sampah yang sulit diolah oleh karena itu pemerintah mendukung dengan fasilitas khusus untuk sampah jenis ini. 
  1. Bag Opener 
    Adalah alat yang digunakan untuk memilah sampah antara sampah plastik kotor dan organik kotor
  2. Preshredder
    Bisa disebut juga dengan mesin pencacah adalah alat yang digunakan mencacah atau menghancurkan sampah dengan ukuran kurang dari 20 cm
  3. Tromol Screen
    Adalah alat ayakan sampah digunakan untuk memisahkan sampah dengan kapasitas 20 ton per jam
  4. Chopper dan Separator
    Fungsinya hampir sama dengan Preshredder yaitu untuk mencacah dan memilah sampah dengan kapasitas lima ton per jam, yang nantinya dikelompokkan menjadi organik dan anorganik
  5. Pyrolisis
    Adalah mesin pemusnah sampah dengan cara dibakar dengan suhu tinggi anatara 700-850 derajat celcius. Pembakaran sampah ini menggunakan 3T, yaitu Temperature (suhu), Turbulence (turbulensi) dan Time (waktu). Alat ini diyakini telah lolos uji emisi furan dan dioksin, dimana asapa yang dihasilkan tidak merugikan atau berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat terutama penduduk sekitar. (waste4change.com)

Pengelolaan sampah yang dilakukan kini menimbulkan banyak dampak positif, mulai dari tidak ada timbunan sampah yang berada di satu titik, hasil pengolahan yang sangat bermanfaat dan terutama kebersihan lingkungannya. Atas kerja keras masyarakat Banyumas dalam pengelolaan sampah yang baik, banyumas mendapatkan  apresiasi dan penghargaan baik nasional internasional. Apresiasi dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas Junaidi menyampaikan terima kasih kepada jajaran DLH termasuk “pasukan oranye” (petugas kebersihan, red.) dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Ada pula Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, upaya pengelolaan sampah di Banyumas ini menjadi contoh baik yang bisa diterapkan di berbagai tempat. Serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengakui Banyumas memang salah satu kabupaten terbaik dalam pengelolaan sampah dengan prosentase sampah yang dibuang ke TPA hanya 9%.Ia mengaku bangga dengan pengelolaan sampah yang dilakukan di Banyumas dengan caranya sendiri dengan basis Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Sumber: Risdok Sketsa (Monica)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *