Oleh: Sri Hari Yuni Rianti

Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam penerimaan siswa baru di sekolah negeri kian ramai diperbincangkan masyarakat. Pada hari Senin (17/7), lima perwakilan dari masyarakat datang ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) Banyumas untuk menindaklanjuti kasus yang terjadi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Banyumas yang dicurigai terdapat dugaan pungli.
Salah seorang perwakilan masyarakat menjelaskan kepada pihak Kemenag tentang biaya awal pendidikan yang wajib dibayarkan hanya berselang tiga hari setelah siswa juga diwajibkan membeli seragam sekolah senilai Rp 1.500.000. Adapun rincian dari biaya awal pendidikan yang dimaksud meliputi standar operasional prosedur (SOP) (Rp200.000), peningkatan mutu dan layanan madrasah (Rp500.000), pengembangan sarana dan prasarana madrasah (Rp1.000.000), dan infaq pembangunan masjid (Rp2.000.000).
Budi selaku Ketua Geram Pungli juga ikut mengeluarkan audiensinya terkait isu tersebut. “Harapan kami ini diubah, ini sudah enggak bener. Banyak sekali orang yang inbox dan curhat melalui media sosial ke kami, karena mengeluhkan adanya penarikan biaya awal pendidikan. Bahkan, ada laporan dari wali siswa yang menanyakan ke pihak sekolah untuk memberikan keringanan terhadap biaya awal pendidikan, tetapi tidak ditanggapi dengan baik. Wali siswa mengawali dengan salam menanyakan keringanan waktu, tapi langsung dijawab `kontan` tanpa menjawab salam, ngeri sekali sudah seperti debt collector. Ini kan menunjukkan attitude kurang baik sebagai seorang pendidik,“ ujar dia.

Pembangunan Masjid yang Menjadi Akar dari Masalah
Ibnu Asaddudin selaku Kepala Kementerian Agama Banyumas mengatakan keluh kesahnya mengenai asal usul dana yang dipermasalahkan tersebut. “Kenapa masjid ini dibangun? Karena selama ini, MAN 2 memiliki masjid yang berlokasi di MTS (Madrasah Tsanawiyah-red) di bagian selatan sebagai tempat salat bagi siswa dan guru-guru MAN yang harus menumpang di gedung MTS. Oleh karena itu, dibangunlah masjid baru dengan biaya sekian puluh miliar. Yang mengetahui informasi tersebut tentu saja pihak MAN, termasuk jumlah siswa yang ada dan rincian tentang masjid tersebut. Namun, dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya-red) tidak disebutkan tentang dana untuk pembangunan masjid, karena masalah tempat peribadatan tidak menjadi tanggung jawab negara,” ujarnya.

Ibnu berpendapat bahwa ada kemungkinan besar dana pembangunan masjid didanai melalui pinjaman koperasi atas nama guru. “Artinya, kemungkinan besar, pembangunan masjid ini didanai melalui pinjaman, mengingat saya selaku ketua koperasi. Jadi, MAN 2 membangun masjid dengan menggunakan dana utang dari koperasi atas nama guru dengan jumlah tertentu. Lalu, dana tersebut dimasukkan ke dalam RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-red),” tuturnya.
Konfirmasi Dari Pihak Sekolah
Pada Kamis (20/7), perwakilan masyarakat didampingi oleh pihak Kemenag Banyumas mendatangi MAN 2 Banyumas. Mereka disambut oleh Suhaji selaku Kepala Komite Sekolah yang sekaligus membeberkan alasan mengenai masalah dana yang menjadi persoalan tersebut. “Kemenag dan Kemendikbud itu dua rumah yang berbeda. Sama-sama dua lembaga yang berorientasi untuk meningkatkan pendidikan, hanya saja perlakuan negara terhadap dua institusi tersebut sangat berbeda. Misalnya, bantuan pelayanan mutu untuk pendidikan dari mulai SD hingga SMP diperhatikan oleh pemerintah daerah kita, sementara kementerian agama karena kita orang pusat maka tidak ada perhatian sedikitpun. Maka dari itu, dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah-red) juga berbeda atau lebih kecil dibandingkan yang diberikan kepada sekolah Kemendikbud.”
Panitia pembangunan masjid juga ikut mengkonfirmasi mengenai persoalan dana pembangunan masjid. “Pembangunan itu dimulai pada Januari 2020 sampai sekarang. RAB awal kurang lebih berkisar Rp4,6 miliar, namun setelah berjalan ada penambahan fisik bangunan dan usulan, sehingga RAB bertambah menjadi Rp5,779 miliar. Menurut perjanjian awal, pembangunan ditargetkan selesai dalam empat tahun, dan sekarang memang sudah memasuki tahun keempat. Karena sebelumnya pada tahun 2018 dan 2019, dana baru dikumpulkan, tapi pembayaran menurut MOU (Memorandum of Understanding-red) dimulai dari 2018 sampai sekarang.”
Panitia juga membeberkan alasan mengapa diadakannya pembangunan masjid, karena kurangnya kapasitas untuk tempat salat. “Awalnya masjid hanya bisa menampung 300 orang, sementara jumlah total warga sekolah ada 1800, belum termasuk dari luar warga sekolah. Kita ingin MAN 2 ini menjadi milik masyarakat dan bisa membentuk karakter siswa,” ujarnya.
Namun pembangunannya sedikit terhambat karena tidak adanya subsidi dari pihak pemerintah. “Kami sudah mengajukan proposal ke Kementerian Agama, mereka akan menyalurkan sebesar 50 juta, namun sampai tiga tahun belum disalurkan,” ujar Panitia Pembangunan Masjid MAN 2 Banyumas.
Panitia pembangunan masjid juga menyampaikan bahwa tidak semua siswa membayar sampai akhir tahun. Mereka yang tidak melunasi pun bisa lulus dan menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Banyumas, mengikuti pembelajaran, dan dilayani dengan baik. Artinya, siswa diperlakukan sama dengan yang sudah membayar.
Reaksi Dari Hasil Rapat Tersebut
Hendi selaku perwakilan Masyarakat Peduli Pendidikan Cilongok (MPPC), merasa bahwa rapat tersebut belum sesuai harapan.
“Mereka paham apa yang diharapkan oleh kita, namun berupaya mencari pembenaran sebetulnya. Jadi, kita tetap bersikukuh pungutan seperti itu tidak perlu, tidak harus ada. Kenapa yang fokusnya pendidikan mereka jadi tersandera hutang dan seperti ini, justru menimbulkan kecurigaan. Indikasinya jangan-jangan dibuat menjadi multiyears, ada indikasi agar bisa yang aneh-aneh juga. Apalagi tadi sudah disampaikan akan ada kenaikan dari tahun ke tahun. Banyak wali murid yang tidak berani membantah, mereka kasihan terhadap anak-anak mereka yang terlanjur diterima di sini akhirnya dengan penuh keterpaksaan tetap membayar,” ungkapnya.
Pihak sekolah sendiri telah menerima saran dan telah menanggapi serta mengklarifikasi terkait apa yang dikeluhkan dan dibingungkan masyarakat. Walaupun, pemungutan biaya yang diduga pungli masih belum dianulir.
Reporter: Sri Hari Yuni Rianti, Afif Fadhilah Iftiar, Putri Sabhrina, Balqist Maghfira Xielfa , Rizka Noviana Eka Mulyaningsih
Editor: Faiz Maulida