Tag: sajak

Koboi-koboi Setelah Perang
SAJAK, SASTRA

Koboi-koboi Setelah Perang

Oleh: Yoga Iswara Rudita Muhammad* Satu pelor menancap di kepala lawan Tess! Masih kuat jua dia berdiri Sayang, dia roboh di sekon keempat Asik betul bisnis penghilangan nyawa ini Mencopot nyawa orang Habis itu dibayar pula Keadilan mesti ditegakkan Panji-panji itu melindungimu Mata dibalas mata Nyawa dibalas mata Sekali kita berurusan, sekali pula diselesaikan Deru pendek mesiu Mengubah serbuk menjadi asap kelabu Dalam masalah yang tak selesaikan Kita tak kenal hitung-hitungan Tak ada abu-abu dalam takaran hidup dan mati Pilihan hanya satu Menumpas atau ditumpas   *Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2016, penulis cerpen dan puisi.  
Pintu Besi
SAJAK, SASTRA

Pintu Besi

Oleh: Nurhidayat* Pintu besi baru saja terinstal pada sudut presisi Penuh kalkulasi, semua dikerjakan tukang las terakreditasi Pak tua yang sudah seharusnya dikremasi justru mencaci hasil produksi Kala menyiapkan lidah untuk mengkritisi Dadanya sesak terisi frustasi   Pergulatan sengit dalam isi pangkal uban, meski tak ada serapah tumpah Si Bangka protes perihal warna terlalu cerah “Warnanya terlalu menyala. Tak seperti besi tua,” keluhnya dengan sisa nafas orang tua yang payah   Mata pengelas mencelik, persis penis anak SD belum disunat yang dimain-mainkan Urat-urat merah di bagian putih mata mencekik orang tua yang renta beruban   Si pengelas enggan merevisi, dia hanya mau membuat yang terlihat gres Pengelas yang idealis berpikir dua menit lalu memb...
Ikat Kepala Merah
SAJAK, SASTRA

Ikat Kepala Merah

Oleh: Nurhidayat* Sambil berorasi meruntuhkan kursi Sambil beronani mengejakulasikan makna Mengencangkan ikat kepala yang hendak jatuh Berkaca agar kain itu tepat menutupi jidat Meraba agar ikatan tepat di kuncir belakang kepala   Kebenaran dan keadilan menumpuk punggungnya Seberat teriakan petani membeli sepatu anaknya Setinggi cita-cita pendiri negaranya Setebal rindu seorang aktivis kepada kelulusannya   Idealisme yang meruntuhkan namun segera rubuh Keberanian yang menggetarkan namun segera luruh Kesucian yang menyucikan namun segera lusuh Keilmiahan yang mencerdaskan namun segera rusuh   Besi-besi muda yang tak sempat tersepuh Batu-batu mulia yang tak sempat terasah Harta karun melimpah yang tak sempat terjamah Juga kipas-kipas yang salah arah...
Belalang Bersayap Elang
SAJAK, SASTRA

Belalang Bersayap Elang

Oleh: Nurhidayat* burung camar menggambar peta bergegas pergi ke utara apa kabar sidang pembaca pantun datang moga gembira   bergegas pergi ke utara sepuluh burung terbang beruntun pantun datang moga gembira sudah lama tidak berpantun   sepuluh burung terbang beruntun terkena angin berayun-ayun sudah lama tidak berpantun pantun receh asal berpantun   terkena angin berayun-ayun kepak sayap pecah udara pantun receh asal berpantun saya datang ingatkan Saudara   kepak sayap pecah udara kulihat saja sambil melamun saya datang ingatkan Saudara untuk apa kita berpantun   kulihat saja sambil melamun hanya melihat tanpa memandang untuk apa kita berpantun kurang pantun mudah meradang...
Kemajuan yang Mundur
SAJAK, SASTRA

Kemajuan yang Mundur

  Oleh: Emerald Magma Audha Seribu teman punya Saling berbicara Kenal pun tak Kemajuan yang katanya segalanya Celotehnya terbaik Perasaan tak nyata Sosial katanya Padahal terasing Keheningan angkutan jejal sesak Sekadar obrol,  takut aneh ujarnya Layaknya robot, normal ujarnya iPad hibur anak Orang tua hebat katanya Sepatu tak pernah sobek Ayunan tak pernah bergerak Semua menunduk Tanpa mata dan mata Sebab layar Telepon pintar dan manusia bodoh Tuk tuk tuk Hei, sedang apa kau? Lagi sibuk Ngeklik! Catatan Redaksi: Tulisan ini pernah dimuat di BU tanggal 19 April 2016. Namun beberapa waktu lalu BU pernah terserang badware, mengakibatkan beberapa tulisan yang telah terbit pun hilang. Oleh karena itu, tulisan ini dimuat ulang agar bisa terbaca oleh Anda yang...
Alam-Malam
SAJAK, SASTRA

Alam-Malam

Oleh: Ari Mai Masturoh   Renyah riuh tawa segerombol anak muda Bersenjata dawai bernada hingga beraroma Berserah, pasrah Menjemput asa tebungkus ruang angkasa memagutkan diri, mencari jati diri Meski hanya duri yang didapati Tapi, tawa tak mungkin rela berhenti Tanah mengintip, tak lupa merintih Mencoba memadu kasih dengan kerikil mungil Menahan aspal panas yang menindih Menopang bangun ruang yang semakin meninggi Air pun tak mampu menahan diri berganti komposisi Hingga malu menyajikan diri pada akar pohon untuk mempercantik diri Agar batang dan daun berselimut cahaya lampu mampu memikat hati Dan orang-orang tak segan mengabadikan diri dengannya melalui bidikan fotografi Di seberang muka tampak ibu bertenaga mencoba bermain Bermodal jarik dan nyala l...
Malam Istimewa
SAJAK, SASTRA

Malam Istimewa

Oleh: Nurhidayat Jumat malam sabtu, sehari lagi minggu ribuan manusia memadati alun-alun tak berumput itu konon, mereka berkumpul untuk menatap sinden idaman. Aku, bukan. Jumat malam Sabtu, ada tiga pintu ribuan kaki melewati lubang itu balkon, jadi tempat baik dan nyaman. Aku, enggan. Jumat malam sabtu, bukan tanggal satu ribuan mata tertipu, sungguh, di tempat itu menonton, lalu berteriak laiknya kesurupan. Aku, mulai bosan Jumat malam sabtu, yang kuingat cuma satu mataku benar terpaku, di belahan itu balon, seperti melingkar semu aku, berlatih pernafasan Jumat malam Sabtu, ternyata tak cuma satu mataku makin terpaku, di bawah yang itu akson, membuat desir deru. Aku, aku tertahan Jumat malam sabtu, aku mulai beku kawanku kusenggol lalu setuju alon, pergi ke buritan...
Kirana Candra I–Bias Panorama
SAJAK, SASTRA

Kirana Candra I–Bias Panorama

Oleh: Ari Mai Masturoh* Bisikannya semakin hari semakin kencang ku dengar gumam keresahan yang tak hentinya kau dengungkan. Perlahan kudekatkan telinga pada nurani. Dan terdengar hembusan lirih Kucoba menerka, Kau coba berkata, "Ketahuilah sayang, sinarnya tak seterang yang ditawarkan, berpura-pura menuntun dalam gelap, namun sejatinya kirana itu hanya pantulan." Lanjutmu "Kelihaiannya tak tertandingi. Dia bukan penipu. Sungguh bukan, namun dia membiarkan kunang tertipu, menganggap Ia lebih terang, namun, sejatinya kirana itu hanya pantulan." "Ketaatannya pada malam memang tak terbataskan Menembus selayang pandang, namun sejatinya kirana itu hanya pantulan." Lantas, aku bertanya "Tuan, makhluk seperti apakah dia?" Dengan santai kau menjawab, "Dia adalah Candra, Candra...
Elak
SAJAK, SASTRA

Elak

Oleh: Yenny Fitri Kumalasari I. Kutulis surat untuk laut Angin menghembusnya Kutulis pula pada pasir Ombak menggulungnya Lalu, kutulis padamu II. Denting jam dinding kurasaberhenti Angin malam laksana engganmenghampiri Dan dirimu, di balikPintu itu, memunggungi III. Baru saja kulihat pria menangisdi balik kopiahnya Dengan air kendi dan asap batangsembilan senti IV. Air tak pernah sekeruh ini,katanya Beriak kecil namun kontinu Ini aurora, meski berharapfatamorgana V. Hei, apakah kau melihat perempuan mati sore tadi? *Penulis adalah sedang mempelajari fisika di FMIPA Unsoed,Pemimpin Perusahaan LPM Sketsa. Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di lpmsketsa.com, dimuat ulang di BU (beritaunsoed.com) agar tetap bisa diakses oleh pembaca. Portal berita lpmsketsa.com resmi ber...
Selatan
SAJAK, SASTRA

Selatan

Oleh: Bernadeta Valentina* Ada lagi hari bersalam fiksi tumbang merata nyatanya kau masihberjibaku dalam seribu saturagu aku marah. Meski masih gaungriang tiada sadar taksatupun terang hanya bertelut disudut Selatan yang katanyalebih hangat mengikuti bumiyang limbung tapi dinginmengerat dan aku taktertolong hanya yang dinegeri lain kau jelas lugas lebih bernafas oh, hidup lebihluas kalau kau mautahu, air masih cair. Matahari masihterbakar meski tak sepanasmarahku cari saja pisau yang lebih tajam, agar jelas kau sengsara sudahlah sudah berlalu keSelatan sampai beku biru. Ada lagi hari cair lagi bersemi hingga tanah taknampak, siapa peduli? sudah berlalu keSelatan. *Penulis adalah mahasiswa ilmu kelautan FPIK Unsoed, staf Litbang Sketsa Tulisan ini sebelumnya...