Tag: sajak

Rumah Kampung Halaman
SAJAK, SASTRA

Rumah Kampung Halaman

Oleh: Delima Saraswati Ari Trifiani Ilustrasi: Sri Hari Yuni Riyanti Menapak jejak di kota seberang Meninggalkan sejenak kampung halaman Berat, memang nyalar dirasakan Rindu, sudah pasti terejawantahkan Sendu memilu menepi syahdu Senyuman rindu di atas kalbu Diriku yang selalu menjadi benalu Ingin selintas menjadi sang ratu Ratu, tidak memerlukan tempat asa Hanya memandang rakyatnya dan bahagia bersama keluarga Ratu, tidak pula pergi kemana-mana Cukup duduk di atas takhta dan melihat suasana istana Berhasil terjebak, diriku dalam dunia fana Kufur nikmat dari pemberian-Nya Maaf Tuhan, diri ini hanya rindu Pada tempat berpulang nang pelik itu Bangunan tua, bersama penunggu yang renta Candu sekali senyumnya, hangat selalu dirasa Lelah datang sudah tak terhingga, namun rumah ...
Mawar Maharani
SAJAK, SASTRA

Mawar Maharani

Oleh: Mar'atul Mu'ayadah Ilustrasi: Sri Hari Yuni Rianti Bunga cantik penuh duri Rupanya menggoda untuk dimiliki Harumnya semerbak mewangi Simbol kecantikan diri sejati Tangan putih bercampur dengan merah Erat menggenggam penuh darah Mata menutup ditumpukan melati Tubuh meringkuk semakin sembunyi Kilasan memori berdatangan Rasa sakit yang semakin tak tertahan Duri mawar yang semakin menusuk diri Mencoba mengalihkan perhatian sang putri Maharani pemimpin negeri Kini menangis sendiri sunyi Mawar yang menjadi gambaran keelokan diri Hancur terberai menjadi kelopak tak bertangkai Berat beban yang dia bawa sendiri Tak ada satupun yang memahami Hanya kelopak mawar menjadi saksi Jiwa yang mulai meninggalkan diri *Penulis adalah mahasiswa Fakulta...
Belum Usai
SAJAK, SASTRA

Belum Usai

Oleh: Clara Diva Esperanza Ilustrasi: Nadya Salma Mulanya bergerak dalam keadaan senyap Bersembunyi dalam bayang-bayang gelap Beraksi dengan sedikit ketakutan Namun, yang pasti mereka lebih kuat untuk memeluk kebebasan Kepada setiap jiwa yang semakin berkobar Menuntut aksi yang semakin akbar Yang mulai melewati garis batasan Dengan memupuk gugusan pengorbanan Para pejuang reformasi Yang bersinar, tetapi dipaksa hilang Tanpa sempat menuai hasil adorasi Berupa negeri yang sedikit lebih lapang Pada negeri yang semakin lanjut Para pemimpin yang hanya berjanji-janji Namun, disini kami masih tetap menuntut asasi Berdiri tegak di gelap malam bersama lilin di tangan Tak pernah bosan mendesak bagimu keadilan *Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas J...
Dariku Untuk Tuan
SAJAK, SASTRA

Dariku Untuk Tuan

Oleh : Maryam Juwita* Ilustrasi : Alil Saputra (diedit dari pikbest.com) TuanMataku menerawang pada masa laluDikurung dalam ketakutan dan ketidaktahuanDi luar sana, teriakan dan tangisan saling beraduDiikuti kaca berseru dari siang hingga malamAku, seorang gadis kecilMenangis di sudut ruangan, terpenjara sendirian Pagi pun tak memberi ampunMemaksa menonton konser paling burukTangisan ibu menjadi nyanyian sepanjang acaraPekikan si Gila menggantikan peran sang gitarisAduan tangan turut memarakkan konser pagiAku, seorang gadis kecilAkhirnya menontonnya langsung, sudah tidak terbelenggu Aku bertanya pada TuanKapan pagi akan memberi ampun?Hingga kapan konser berlangsung? TuanBertahun-tahun sudah berlaluKonser lama masih bermain ria, semakin bebasAku, seorang gadis besarJemu mengu...
Goresan Luka Elaeis
SAJAK, SASTRA

Goresan Luka Elaeis

Oleh: Dykaana Okta Wahyono* Ilustrasi: Dera Nafalia Aku ini mati Tak berbicara, tak mendengar, tapi digeladahi Aku ini mati Tapi dipaksa menghidupi Keringat dan luka adalah jiwa pembentuk batangku Tak sengaja, darahnya tersapu pada seratku Mengenang seperti goresan abadi Aku tak bisa menjadi bukti Aku ini mati Kau lihat sebelum hilang Kau hantui sebelum tenang Kau ambil sebelum terampas Aku ini mati Melihatmu menggerogoti Aku teringat ulat api dalam diri Bahkan kau jauh lebih berapi Hama ini menyakiti Batang bangsai kutandai Menggantung daun ini bunuh diri Seratku ternodai Bercampur dendam tak berhati Aku ini mati *Mahasiswi Unsoed Jurusan Sastra Indonesia Angkatan 2018 Catatan Redaksi: Tulisan ini dimua...
Di Sini, Di Sana, Tak Ada
SAJAK, SASTRA

Di Sini, Di Sana, Tak Ada

Oleh: Rofingatun Hamidah* Ilustrasi: Alil Saputra Di sini,kubilang di sini!Tak ada,kau bilang tak ada yang tersisa. Tentu saja aku murka,kau selalu saja ingin bercanda.Gunungku gundul, lautku bertumpuk sampah bejibun.Sungguh, bumiku jadi mandul. Kau duduk tenang,tersenyum jumawa,dan tak mau disalahkan.Kubilang ini bukan miliknya,kau gantian yang murka. Kau bilang kau paling berkuasa,aku, dia, dan mereka tak berguna.Negerimu sendiri kau telanjangi,Bangsamu seperti diludahi. Kebenaran murah,dibeli dengan sejumput rupiah.Kemanusiaan terbelam,sepele sekali,kantongmu bahkan menariknya berkali-kali. Di sana,kubilang di sanalah keadilan.Tak ada,kau bilang takkan ada yang namanya keadilan. Wonosobo, 24 Mei 2021 *Mahasiswa FISIP Unsoed angkatan 2018
34 Tangga Kemiskinan
SAJAK, SASTRA

34 Tangga Kemiskinan

Oleh: Anggi Fahreza Yulianti* Ilustrasi: Alil Saputra Cambuk sudah tak berjejak Tombak sudah turun tersimpan hanya dalam benak Senjata sudah tak lagi terhunus Tapi kita masih saja merangkak menjilati derita seperti manusia rakus                                 Aku adalah seorang puan                                 Penjual tulisan demi mendapatkan nafas kehidupan                 &nbs...
Pria Berkerah Biru
SAJAK, SASTRA

Pria Berkerah Biru

Oleh: Mushanif Ramdany* Kala sore berjalan menyusuri alun kota binar kesunyian kian melambai Ia datang sampai ketika jalan dipenuhi duri tajam seraya bertanya: “Tahukah kamu pria berkerah biru itu?” seketika mengerut dahi sang pawang UU   Lama dalam jeruji Asal ketuk jadi   Sang pawang angkat bicara: “Aku tak kenal dia, tapi aku kenal orang yang bersepatu pantofel hitam itu.”   *Mahasiswa Hubungan Internasional Unsoed angkatan 2016.   Catatan Redaksi: Tulisan ini dimuat ulang dari Buletin InfoSketsa Edisi 36 | Agustus 2018 pada Rubrik Puisi.
Perempuan
SAJAK, SASTRA

Perempuan

Oleh: Marita Dwi Asriyani* Anak perempuan kini dapat bebas. Kerinjangnya tak dikungkung oleh kolot tetua. Anak perempuan kini bisa bernapas lega. Ia dapat menghidu aroma kebebasan. Hak laki-laki dan perempuan telah sama katanya. Derajatnya sama tinggi. Perempuan belajar. Perempuan bekerja. Perempuan dapat melakukan apapun yang ia suka. Yang ia inginkan. “ Nduk , jangan bekerja di lain kota. Berbahaya!” kata Bapak dan aku mengangguk pasrah.     *Penulis, mahasiswa D3 Bahasa Inggris Unsoed angkatan 2016.   Catatan Redaksi: Tulisan ini dimuat ulang dari Buletin InfoSketsa Edisi 36 | Agustus 2018 pada Rubrik Puisi.
Visi
SAJAK, SASTRA

Visi

Oleh: Helda Puspitasari* Salam mimpi yang terbaca lewat gerak desir nadi yang mencabangkan akar-akar kehidupan, merapalkan senyum harapan mengalun bersama napas angin Diftong-diftong keras menggapai puncak boma melodi sarat hasrat emosi Pori-pori harum Pertiwi memekikkan seruak bumi pekuburan Detak-detak sanggul buana raya Tercium engkau pada cemerlang wajah purnama nan juwita Serbuk sari dipermainkan ia ke pucuk-pucuk rindang tubuh kokoh menopang langit Siluet dominan di kanvas agung ini Sindhung yang sembunyikan Titipkan jasadnya pada semerbak harum bangkai, samar debu yang lahap ruhnya, atau pada gemerisik tarian klorofil mengalir   *Penulis, Mahasiswa D3 Bahasa Mandarin Unsoed Angkatan 2017.   Catatan Redaksi: Tulisan ini dimuat ulang dari Buletin InfoSketsa...