Tag: sajak

Ingat Saat Itu?
SAJAK, SASTRA

Ingat Saat Itu?

Oleh: Ade Ika Cahyani Aku bergelut dengan sayap kenari saat malam mengepak, bersiapDi sisi bumi yang terbentang, kanvas luas dan permadani menghalau pandang, bersitatapJauh jaraknya; kamu di sudut, meringkuk, meratapKatanya pohon-pohon surga bahkan berbisik, tergagap,“Kalian bukan sesuatu.” Benar; kamu sendirian di sudut, meringkukAku tahu pernah meraih pundakmu, kan? Aku tepukAku ada di sana kala malam lengser dari perpaduan, merutukSisa waktu terkutuk; aku membujuk Sayang,Aku sendirianDi sudut, tak ada sosok yang aku impikanImajinasi yang sentimental menggigit perasaanBenar, aku bahkan tak mampu membuatmu bertahan Ingat saat-saat seperti ini?Kamu sendiri, aku juga tak berkutikBurung surga meringis miris, berbisik,“Menyedihkan…”Kamu ingat saat-saat seperti ini? Beritahu kalau kam...
Dalam Jenggala Belantara
SAJAK, SASTRA

Dalam Jenggala Belantara

Oleh: Intan Ramadhani Dalam jenggala belantara padat rantingHujan menumpahi selalu lahannya yang keringDi sana kusuma higanbana tumbuh selasaRancap menyayat pada nadi empunyaKelopak rupawannya mengerat mata serupa belingUmbinya kasar berakar mengetati dagingRuah darah tiada hingga ditelannyaKusuma higanbana memerahi daksanya Dalam jenggala belantara minim pemukimHujan menumpahi selalu malamnya yang dinginSaban hari cemeti pula belati berarakan tanpa kendaliSerampangan pagan tertanam di sana-siniBilahnya menengadah, menyabiti jari petandangBilahnya melambai, melecuti kaki pendatangRuah darah melintangi suaranyaCemeti pula belati memerahi matanya Dalam jenggala belantara, bukanSatu gubuk kumuh dalam gangPuan menghuni sendirianDan mendiami keheninganDi sana hanya ada malamDi angkasa jua tanp...
Bagian yang Terlupa
SAJAK, SASTRA

Bagian yang Terlupa

Oleh: Miqda Al Auza'i Ilustrasi: Sri Hari Yuni Rianti Berdebu, menjelma rumah laba-labaTerasing, tak terjamah oleh mataDi baris terakhir rak buku tuaWaktu berjalan, kuikut menua Lama tak rasa hangat tangan manusiaLama tak lihat kerutan di raut mukaBetapa kurindu, oh, betapaApakah aku adalah sebuah tiada? Pada sentuhan terakhir yang kurasaHanya satu bagian dariku yang dibukaLantas mereka asyik bercengkramaOh, apakah aku adalah sebuah tiada? Kembalilah aku ke tempat semulaBetapa tajam mereka bicaraTentangku, si buku tuaTak menarik, membosankan, katanyaOh, aku bukanlah sebuah tiadaJika Tuhan mengamanatkan nyawa‘Kan kusapa lembut telinga yang lupaLantas berkata padanya;Aku bukanlah sebuah tiada,akulah yang menjadikanmu ada Editor: Helmalia Putri
Air di Daun Talas
SAJAK, SASTRA

Air di Daun Talas

Oleh: Dwi Arni Syafitri Ilustrasi: Olga Laura Welly Alkisah,Gurat lelah di wajah para dara kiriman surga mengeluh pasrahMati! Aku berseru pada gema kuda kiriman langit yang berenang di sela kumulus, singgahMereka menatap, menapak tanahSenyum samar tak terhitung jumlah Adalah rintihan kegagalan para bedebahMenunggu untuk mati. Ia menyanggahLihat sekelilingmu, katanya, dunia antah-berantahDulu gagah, tetapi pernah terjajahPada akhirnya, duniamu berubah Lengah,Para pengusik duduk di lembahPara penjarah asyik menguliti merak sebesar gajahLidah para lintah sekeras besi, menusuk ibu pertiwi yang melemahKekayaan dan kehinaan membuatnya tampak lumrah Dahulu, serpihan surga tegak di ranah bumi, begitu megahDara kiriman surga menyampaikan pesannya dengan amanahHanya saja selepas kuda ...
Atap Usang yang Terpasang
SAJAK, SASTRA

Atap Usang yang Terpasang

Oleh: Nurul Irmah Agustina Ilustrasi: Nurul Irmah Agustina Langkahnya mengecap ruaisahaja terhunjam raksi penuh damaipada atap usang yang makin mengusangsaksi kebisuan derasnya cucuran—di lentik yang meradang Matanya menatap nanar sudut ruanggetarlah arang yang silam menabur sejuta kebengisankulasentana tersedu-sedan di sudutterguyur tetesan langit yang turut,menangis pilu (tak kunjung surut) Usang payah rumahkusungguh, sekadar lesap kaki atas pelataran ini  selama panca warsa kurang lebihsemakin reyot, tak layak tuk manusia tinggali (kala diri termangu)bayang tiga manusia menyembulmereka tengah makan nasi liwetan yang terakhir lalu mengisak usai kuberi senyum getir Rumah purba pembawa kenangan berbisa meracuni jiwa hingga napas saja rasanya susah  tertancap seribu se...
Hujan Kenangan di Musim Gugur
SAJAK, SASTRA

Hujan Kenangan di Musim Gugur

Oleh: Salsabila Isti Amanita Ilustrasi: Olga Laura Welly Di lembaran masa cilik yang tersusun rapihMemori awal kehidupan tersimpan dengan sempurna,layaknya sebuah karya seni yang tak ternodaiBagai hikayat yang tak ditulis, kisah yang tak diucapkanBergema kuat di hati dan takkan pernah terhapus oleh waktu Kala itu, dunia bagai panggung teater dari sebuah pertunjukanBerlari ke sana kemari dengan penuh sukacitaBersorak riang di seluruh penjuru duniaBagaikan melodi indah yang tak terlupakan Langkah-langkah kecil dengan penuh harapan demi meraih impianDi antara rerumputan hijau sebuah kisah diciptakan dengan penuh keelokanKami belajar tentang keberanian, ketika petir menggelegar di langitBerlindung di bawah rimbunnya pohon, kami berjanji akan selalu bersama Kenangan masa kecil, b...
Kembali
SAJAK, SASTRA

Kembali

Oleh : Nahla Nabila Auza Ilustrasi : Linggar Putri Pambajeng Aku memanggilmu, tapi kau terdiamKupikir diammu karena lelahIstirahat sebentar tak masalahTapi tolong nanti kembali, ya? Sehari tak jadi masalahTapi jangan berlama-lamaLelahnya bisa dulu dihilangkanAsal kembali kalau sudah reda Kubilang tidak apa-apaHanya jika satu hari sajaSehari berlalu tapi kau tak kembali jugaPadahal  akupun sama lelahnya Di mana kita jika ingin berjumpa?Harus menyapa dari mana?Mampukah kau menahannya?Padahal aku tidak Setiap hari harus tercekatMemanggil-manggilmu lewat namaSepertinya kau dengar bukan?Tetapi kau tetap terdiam disan Editor : Zahra Nurfitri Laila
Si Cantik Langit
SAJAK, SASTRA

Si Cantik Langit

Oleh : Zahra Nurfitri Laila Ilustrasi : Nurul Irmah Agustina Satu hari kamu biruKutatap indahmu yang syahdu ituAwan berlagak bak perhiasanKian rupawan kamu dijadikan Dua hari kamu menggerutuKamu marah pada manusiaSerakah, alam dibabat semuaTapi kamu jembatan cahayaTangisan selesai, pelangi setelahnya Selanjutnya kamu murkaTak sudi katamu,Indahmu dilihat para begajulan ituKuserahkan sapu tanganUntuk elokmu sepanjang zaman Keesokannya kamu mengembaraMengitari dunia, mencari kuasa sang penciptaJingga-mu berpendar lalu menggelapKamu hilang, aku mendengar isak Dini hari kamu kembaliDengan bintang-bintang gemilang,Kepermaianmu abadiCantikmu menolong kami,Insan begajulan yang selalu hampir mati. Editor: Miqda Al Auza’i Ashfahany Asyida’
Ratap Dekap Semesta Tergelak
SAJAK, SASTRA

Ratap Dekap Semesta Tergelak

Oleh: Ade Ika Cahyani Ilustrasi: Nurul Irmah Agustina Kepada helai bulu merpati melalang gusarPucuk cemara dan kayu manis melipir ke dahan pinusGemetar rimbun batu-batu tertumpukKian termangu jati di tebing dan lembahSendiri, gundul Hutan bergumam, paru-paruku terkikis, katanyaPeluk pekik angin berembus semilirEmbun-embun merenung, termanguApi!Dan tidak ada cukup air untuk merayu lidahnya yang menjilat sarang kenari Lembah berderak, inginnya memeluk sang hutan hujanMenguatkan, aku di siniRambutmu akan tumbuh lagi, mungkinIa merayuItu pun kalau ada yang bisa cukup bertanggung jawab Sungai kerontang dalam dahagaHulu dan hilirnya mengaduhKerongkonganku begitu tercekat batu-batu kaliTerhubung dengan tatapan mengiba dari awan yang juga kurus keringIkan-ikan lalu lalang dalam liur...
Terbit Menjerit
SAJAK, SASTRA

Terbit Menjerit

Oleh: Triana Niken Ayu Ilustrasi: Sri Hari Yuni Rianti Pagi cerah kusambut Bulan berkah menyelimut Dengan hening tak kudengar Fatwa telah mekar Sepeda tua telah kukayuh jauh Meniti jalan berlubang uang Upah yang tak sebanding harga diri Tiada didengar keluh kesahku wahai pemimpin negeri Oh malangnya nasib sekawananku kini Bukan gaji buruh yang dicukupiTetapi egoisme oligarki yang dijunjung tinggiSungguh malang nasib kawananku iniFatwa terbit, aku menjerit Kemanakah mata batin parlemenInvestasi digenjot, lingkungan hidup terperosokJagat telah tersayatMenanggung nafsu insan bejatEsensi terus dicari, bumi pertiwi terus digaliYura terbit, alam menjerit Jika Tuhan ikut mengadiliNiscaya kalang kabut oligarki dan penguasa negeriMengapa neraka dititipkan di akhirat?Sementara penghu...