Oleh: Dwi Arni Syafitri
Alkisah,
Gurat lelah di wajah para dara kiriman surga mengeluh pasrah
Mati! Aku berseru pada gema kuda kiriman langit yang berenang di sela kumulus, singgah
Mereka menatap, menapak tanah
Senyum samar tak terhitung jumlah
Adalah rintihan kegagalan para bedebah
Menunggu untuk mati. Ia menyanggah
Lihat sekelilingmu, katanya, dunia antah-berantah
Dulu gagah, tetapi pernah terjajah
Pada akhirnya, duniamu berubah
Lengah,
Para pengusik duduk di lembah
Para penjarah asyik menguliti merak sebesar gajah
Lidah para lintah sekeras besi, menusuk ibu pertiwi yang melemah
Kekayaan dan kehinaan membuatnya tampak lumrah
Dahulu, serpihan surga tegak di ranah bumi, begitu megah
Dara kiriman surga menyampaikan pesannya dengan amanah
Hanya saja selepas kuda kiriman langit berpindah,
Dunia bawaan mereka nyaris punah
Yang menunggu untuk mati adalah ibu pertiwi; resah
Pada akhirnya, kafilah meninggalkan jejak mengerikan selagi mereka berpindah
Di tempat ini aku berkisah
Dan di tempat ini pula darah sang tuan rumah tumpah
Apakah…
Oh, hanya usaha mempertahankan daerah
Ibu Pertiwi; bangkitlah
*Penulis merupakan pelajar dari SMAN 1 Purwareja Klampok, Banjarnegara.
Editor: Gauri Indah Sukmawati