Piya dan Kucing Abu-Abu
Oleh: Nurul Irmah Agustina
Ilustrasi: Nurul Irmah Agustina
Hatiku menyesap renyang, rasa-rasanya ia akan tertikam praduga-praduga aneh. Tanganku agaknya terjerat ribuan semut, ia bergeming dan setia di samping tubuh—sesekali usil menarik rok biruku. Kakiku tetap berdiri kaku meski jeritannya membuat telingaku tetap utuh ‘aku ingin runtuh’ begitu jeritnya. Sementara kepalaku justru menunduk, entah malu atau pegal bila kudu menghadap lurus—bertemu puluhan tatapan rasa ingin tahu. Menilik sejenak— terpandang alis-alis mengerut hingga ada seorang yang menenggelamkan rasa malu, lalu ia berceletuk, “Apa kau bisu?”
Jantungku bereaksi cepat, tubuhbu tercekat, seolah terkena dentuman hebat. Namun sungguh, dia amat lihai bermain teka-teki. Sudah tentu apabila diam saja seperti batu, itu be...