Oleh: Zahra Nurfitri Laila
Buku adalah jendela dunia. Entah sudah berapa ribu kali saya membaca slogan tersebut di poster-poster yang ditempel di perpustakaan serta dinding sekolah. Guru-guru serta orang tua rasanya tak pernah berhenti menjelaskan makna dari slogan tersebut. Mereka menerangkan betapa pentingnya kegiatan membaca bagi kehidupan kita maupun masa depan bangsa. Setelah saya memasuki dunia kuliah pun tak ada yang berubah. Para dosen menganjurkan mahasiswanya untuk rajin membaca. Selain untuk menambah wawasan, rekomendasi ini juga ditujukan agar para mahasiswa mendapat rujukan penulisan tugas akhir.
Pengalaman hidup tersebut tentu membuat saya bingung ketika saya mendapati bahwa persentase minat baca di Indonesia masihlah rendah. Dilansir dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo), indeks minat baca rakyat Indonesia berada dalam angka 0,001% yang bisa diartikan hanya terdapat 1 pembaca dari setiap 1.000 orang Indonesia. Tentu jumlah ini mengkhawatirkan bila dibandingkan dengan jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdasarkan Hasil Sensus Penduduk (SP2020) memiliki total 270,20 juta jiwa.
Faktor Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia
Tumbuh besar, saya tidak pernah benar-benar dikelilingi buku kecuali buku pelajaran dari sekolah. Berasal dari keluarga menengah, harga buku-buku di toko buku terasa seperti beban yang tidak seharusnya saya berikan kepada orang tua. Perpustakaan-perpustakaan sekolah yang pernah saya hadiri juga kurang memadai, entah dari fasilitas, ketersediaan buku yang terbatas, hingga judul-judul buku yang out of date. Hal-hal tersebut membuat tidak hanya saya, tetapi sebagian besar teman-teman saya yang berasal dari kelas sosial sama atau lebih rendah merasakan hal serupa: ketidaktertarikan dan kesulitan dalam membangun kebiasaan membaca buku.
Selain itu, dikutip dari laman Kompas, Anis Zohriah dalam bukunya Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan dalam Meningkatkan Efektivitas Pelayanan Kepustakaan (2023) menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia lebih cenderung menggunakan televisi sebagai media pemerolehan informasi, bukan melalui media buku. Ditambah, menurut Kemenkominfo terdapat 89 persen atau setara 167 juta pengguna gawai aktif di Indonesia dengan rata-rata waktu yang dihabiskan 6,05 jam per hari. Penuh dengan suguhan visual, kegiatan-kegiatan ini berpotensi membuat masyarakat kecanduan terhadap gawai atau televisi yang dapat berpengaruh pada meningkatnya rasa malas membaca.
Tumbuhnya Gerakan Literasi dan Komunitas Membaca di Indonesia
Pada tahun 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggulirkan Kebijakan Merdeka Belajar episode 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Ini adalah sebuah program yang dibentuk dalam upaya meningkatkan kegemaran membaca terutama pada generasi muda. Kegiatan ini meliputi pendistribusian buku bacaan ke sekolah-sekolah di seluruh penjuru Indonesia yang kemudian mengilhami masyarakat di daerah-daerah terkait untuk membuat Taman Baca dan Pojok Baca di dalam kelas-kelas.
Di sisi lain, generasi muda juga tidak ingin ketinggalan dalam berkontribusi meningkatkan indeks literasi Indonesia. Berbondong-bondong, anak-anak muda yang didominasi oleh gen Z mendirikan komunitas membaca. Beberapa di antaranya adalah Baca Bareng Purwokerto, Kumpulbaca, Pecandu Buku, Jakarta Book Party, dan lain sebagainya. Setiap komunitas memiliki keunikannya masing-masing. Kegiatan diskusi dan review buku dilakukan dengan cara yang mengasyikkan, membuat para anggota betah dan nyaman menjadi bagian di dalamnya.
Salah satu contoh suksesnya adalah Jakarta Book Party (JBP). Dilansir dari Kompasiana, salah satu founder menyatakan bahwa komunitas JBP didirikan pada tanggal 8 Oktober 2023 secara tidak sengaja. Mengusung konsep membaca sambil berpiknik, JBP yang saat tulisan ini ditulis memiliki 150 ribu pengikut di Instagram bertujuan untuk mengajak masyarakat muda khususnya generasi Z untuk lebih banyak membaca. Setiap minggunya, JBP mengadakan temu dengan seluruh peserta di beberapa titik berbeda seperti: Hutan Kota GBK, Taman Langsat, bahkan Kebun Raya Bogor untuk berdiskusi dan bertukar pendapat soal buku yang sedang para peserta baca. JBP juga mengadakan beberapa game seru serta berkolaborasi dengan banyak media partner untuk mengadakan acara bertema literasi. Tidak hanya di wilayah Jakarta, kepopuleran komunitas ini juga menyebabkan tercetusnya gerakan-gerakan baru di bawah komunitas yang sama di berbagai daerah lainnya.
Kontribusi Komunitas Membaca pada Dunia Literasi Indonesia
Di tengah krisis rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia, patutlah kita mengapresiasi komunitas-komunitas membaca seperti di atas. Dengan konsep gen Z-nya yang santai, mereka dapat dengan lebih mudah menggaet hati anak-anak muda lain untuk melakukan kebiasaaan membaca bersama. Tentu hal ini merupakan sebuah gerakan positif yang sangat menguntungkan baik bagi sang pembaca maupun Indonesia.
Dengan membaca, seseorang akan mendapat wawasan dan ilmu pengetahuan baru, mengasah kemampuan berpikir, serta melatih kemampuan dalam mencari solusi. Semua manfaat ini akan mengantarkan kita menuju pribadi yang lebih mudah dalam beradaptasi dengan kemajuan serta perkembangan zaman. Apabila seluruh generasi muda memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, artinya Indonesia berhasil dalam mewujudkan salah satu tujuan bernegara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Bilamana itu terjadi, Indonesia akan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai serta berkualitas tinggi dan berkesempatan untuk meningkatkan statusnya dari negara berkembang menjadi negara maju. Namun, itu tidak akan terjadi bila minat literasi di Indonesia masih berada dalam posisi rendah.
Untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, masyarakat haruslah memiliki intelektualitas yang tinggi agar selalu bisa berpikir inovatif dan bersaing dengan bangsa lain. Masyarakat harus mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara menyeluruh yang tidak akan bisa dicapai dengan minat membaca yang rendah (Romadhon, 2020). Oleh karena itu, di samping generasi muda, pemerintah memiliki andil besar dalam meningkatkan gerakan serta komunitas-komunitas literasi di Indonesia sebagai salah satu bentuk upaya memajukan bangsa.
Editor: Miqda Al Auza’i A. A.