Menjelajah Waktu di Pasar Klitikan

Pasar Klitikan Purwokerto
Pasar Klitikan Purwokerto

Oleh: Sucipto

Setelah adzan subuh Sabtu (4/5) berkumandang, Syahrul, 40 tahun, bergegas menata barang dagangannya dengan rapi. Beralaskan tikar dan terpal, ratusan pernak-pernik barang kuno Ia jajakan. Tidak ada barang masa kini yang Ia sajikan. Semua barang yang Ia jajakan berusia puluhan tahun, kecuali kaos oblong. Nuansa kaosnya pun tetap vintage atau klasik.

Nuansa klasik memang sangat terasa saat mengunjungi lapaknya. Seolah tak mau kalah dengan dagangannya, Syahrul pun sedikit bergaya klasik. Cukup mengenakan topi militer hijau ala pejuang jaman dulu, old style sudah terasa saat kita memandangnya.

Pria berbadan gembul ini sengaja datang dari Jakarta ke Purwokerto untuk menyewa lapak di Pasar Klitikan GOR Satria, Purwokerto. Dalam acara Parade Seni dan Parade Onthel Satria 2, Gedung Badminton GOR Satria disulap menjadi pasar Klitikan selama dua hari, 3-4 Mei 2014.

Pasar klitikan adalah sebutan untuk pasar yang penjualnya menjual barang-barang klasik. Purwokerto memang belum ada Pasar Klitikan. Klitikan sengaja dibuka saat Parade Onthel Satria 2, sebagai salah satu rangkaian acara ulang tahun Banyumas ke 432 tahun.

Hanya dengan membayar seratus ribu rupiah, Syamsul bisa menjajakan barang dagangannya di lapak yang sudah disediakan oleh panitia tanpa harus kepanasan ataupun kehujanan. Biasanya, Syamsul membuka lapak dagangan di Jl. Bangka Raya No. 50, Kemang, Jakarta. Ia memang sering membuka lapak dalam acara yang bernuansa klasik di luar Jakarta. Sebelum di Purwokerto, Ia pernah membuka lapak di Cirebon, Bandung, Semarang, dan Jogja. “Kalau ada event klasik kayak gini, sering ikut,” jelas Syamsul.

Pria yang baru pertama kali berjualan di Purwokerto ini, membawa berbagai macam peralatan klasik yang saat ini sulit dijumpai. Banyak pengunjung yang sedikit terkecoh dengan harga dagangannya. Contohnya saja harga telepon klasik yang tidak menggunakan tombol. Di atas salah satu telepon itu, Syamsul menempel stiker bertuliskan Rp. 900,-.

“Pernah saya dikasih seribu sama pembeli yang mau beli telpon ini,” katanya sambil menunjuk ke arah telpon klasiknya, sambil tertawa. Ternyata maksud dari Rp. 900,- adalah 900 ribu rupiah. Ia menjelaskan, semakin klasik dan semakin langkanya suatu barang, harganya semakin tinggi. “Ini telpon produksi tahun 80an, sudah gak ada yang produksi. Di mana-mana pasti mahal,” katanya bersemangat.

Syahrul tidak sendirian. Ada puluhan penjual barang kuno dari berbagai daerah yang juga menyewa lapak. Samsul salah satunya. Berbeda dengan Syahrul, Pria yang biasa berjualan di Jalan Pelindung Hewan, Bandung ini menjual beraneka aksesoris dan perkakas sepeda onthel. Ia menjual jok, stang, tromol, velg, spakbor, lampu, pannier, dan puluhan barang lainnya.

Harga dan kualitas barang yang Samsul jajakan beragam. “Tergantung merk. Asli atau tidaknya barang juga mempengaruhi harga dan kualitas,” tuturnya. Perlengkapan onthel, sekalipun sudah berusia puluhan tahun, jika asli, bermerk, dan masih berfungsi dengan baik harganya akan mahal. “Memang begitu Mas, semakin antik semakin mahal,” katanya sambil tertawa.

Menyusuri Pasar Klitikan di Parade Onthel Satria 2, seperti menjelajah waktu ke masa lampau. Banyak pernak pernik yang usianya sama atau bahkan lebih tua dari Indonesia. Bagi penggemar sepeda onthel atau pengumpul barang antik, tempat seperti ini sudah layaknya distro atau mall, semua akan terlihat menggiurkan.

Febi, pria berusia 26 tahun, salah satunya. Salah satu peserta Parade Onthel ini tersenyum senang seusai berbelanja. “Seneng banget,” ujarnya terkekeh. Sambil menenteng barang belanjaannya, Febi, peserta dari Tangerang Selatan ini tidak menyiakan waktu untuk berbelanja di Pasar Klitikan Parade Onthel Satria 2.

Penggemar sepeda onthel ini, mengaku pasti akan berbelanja kebutuhan onthelnya jika ada Pasar Klitikan. “Soalnya di Tangerang Selatan gak ada yang kayak gini,” jelasnya. Ia membeli tas ransel khas sepeda onthel yang akan ia letakkan di belakang jok sepedanya. Jika kebutuhan sepeda onthelnya sudah terpenuhi, Ia akan membeli apapun yang menarik sebagai cindera mata. “Tergantung kepinginnya apa, mumpung ada Klitikan,” jelasnya tertawa.

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di lpmsketsa.com, dimuat ulang di BU (beritaunsoed.com) agar tetap bisa diakses pembaca. Portal berita lpmsketsa.com resmi beralih ke beritaunsoed.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *