Oleh: Gita Amalia Suherlan


Puluhan massa dari berbagai lembaga pendidikan menggelar aksi mimbar bebas atau teatrikal di depan Alun-Alun Purwokerto pada Jumat (02/05/2025). Aksi tersebut digelar untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional sekaligus menjadi panggung masyarakat untuk menyuarakan berbagai keresahan terkait kualitas sistem pendidikan Indonesia.
Aksi diisi dengan orasi-orasi dari mahasiswa dan pembacaan puisi yang membawa suara resah dari dunia pendidikan. Semangat yang menggelora mengiringi orator dalam menyampaikan berbagai keresahan yang timbul dari bobroknya kualitas pendidikan di Indonesia, mulai dari sulitnya akses pendidikan, besaran gaji tenaga pendidik, sampai kebijakan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang dianggap semakin menghambat kemajuan pendidikan Indonesia.
Koordinator lapangan, Yasin Mujtahidin, menjelaskan, “Kalau pernyataan aksi-aksi keresahan, pertama, yaitu akses pendidikan, di mana akses pendidikan itu banyak sekali masyarakat-masyarakat terutama di Banyumas maupun di Indonesia pada seluruhnya, itu belum memiliki akses pendidikan yang sejahtera. Kemudian ketika melihat gaji guru dan dosen, itu masih banyak yang belum tercukupi. Kemudian ada juga terkait dengan efisiensi anggaran, yang mana anggaran di ranah pendidikan itu belum memenuhi kejelasan.”

Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman, Pamungkas, juga menyampaikan tanggapannya terkait sistem pendidikan Indonesia yang memang harus dibenahi. Ia berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia masih dikesampingkan, sebab banyaknya kasus anak-anak putus sekolah, bahkan ada yang tidak pernah merasakan bangku pendidikan. Kemudian, fasilitas pendidikan pun masih belum memadai. Kurikulum yang terus berganti pun semakin memperjelas buruknya sistem pendidikan kita saat ini.
Program makan bergizi gratis (MBG) yang diberlakukan oleh presiden juga menjadi salah satu isu krusial yang diangkat dalam aksi ini. Program MBG dinilai telah berdampak besar pada kegiatan akademik karena adanya efisiensi anggaran berskala nasional.
Selain dari elemen mahasiswa, orasi juga diisi oleh perwakilan guru honorer sebagai bentuk luapan aspirasi dari pelaku di dunia pendidikan. Saat diwawancarai awak Sketsa, Zaki, guru honorer asal Sumpiuh, menyampaikan keluhannya terkait kurikulum merdeka yang kini menjadi basis pendidikan di Indonesia. Menurutnya, judul “Merdeka” tidak sesuai dengan kenyataan bagaimana sistem kurikulum tersebut berjalan. Nyatanya, kebebasan berekspresi masih belum dimerdekakan dan lagi-lagi pemerintah tetap membuat patokan. Ia berharap, sistem pendidikan Indonesia dapat mengarahkan siswa sesuai dengan bakatnya, bukan dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran.
Senada dengan Zaki, Yasin pun berharap agar kurikulum dapat segera diperbaiki. Ia juga berharap terkait dengan kebijakan Presiden Prabowo dapat memberikan kepastian terhadap sistem pendidikan Indonesia, bantuan biaya pendidikan gratis, perbaikan infrastruktur pendidikan, dan kemudahan untuk mengakses pendidikan bagi semua kalangan.


Aksi ini kemudian ditutup dengan pernyataan sikap yang dibacakan oleh perwakilan BEM Unsoed. Lalu massa aksi serentak menyanyikan lagu-lagu pergerakan, seperti Buruh Tani dan Totalitas Perjuangan.
Editor: Miqda Al-Auza’i
Reporter: Zaki Zulfian, Miqda Al-Auza’i, Lintang Fitriana, Gita Amalia Suherlan, Muhammad Fatkhun Nafiq