Oleh: Manda Damayanti

Sekitar 300 massa aksi menggelar mimbar bebas di Alun-Alun Purwokerto, Banyumas pada Kamis (01/05/25). Aksi ini digelar untuk memperingati Hari Buruh Internasional sekaligus menjadi wadah aspirasi masyarakat untuk menyuarakan keadilan bagi para buruh.
“Keberpihakan kepada para pemilik modal kita persis seharusnya diberikan untuk memberikan keberpihakan kepada mereka-mereka para buruh, para tenaga kerja!” Orator memantik api semangat kepada massa aksi di Simpang Mesjid, Purwokerto. Mereka memblokade jalan perempatan sebelum bermobilisasi ke alun-alun. Lagu Buruh Tani yang kerap kali dilantunkan mengiringi langkah dan semangat para peserta aksi.
Kondisi buruh di Indonesia yang memprihatinkan menjadi alasan utama mengapa aksi dilaksanakan. Hal ini tak lepas dari adanya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang lebih menguntungkan pengusaha dibandingkan melindungi hak-hak buruh. Kebijakan ini memicu keresahan di kalangan buruh, terutama karena turunnya upah dan rentannya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menanggapi keresahan itu, seluruh lapisan masyarakat melalui konsolidasi yang dilaksanakan pada hari Kamis (26/04/25) sepakat untuk melaksanakan “Aksi Mimbar Bebas Hari Buruh”. Aksi ini memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya, baik melalui orasi maupun puisi. “Jadi mereka menyatakan suara-suaranya itu bebas gitu loh, terkait tuntutan, apa yang mereka resahkan,” jelas Arga selaku koordinator lapangan aksi tersebut.
Massa aksi terus menyuarakan aspirasi mereka dengan harapan pemerintah bersedia mendengarkan. Beberapa peserta bahkan menyinggung kasus Marsinah, tragedi buruh tahun 1993 yang menjadi simbol sejarah kelam gerakan buruh Indonesia.
Menurut keterangan Arga, beberapa buruh pabrik yang ada di Banyumas, seperti buruh pabrik tahu, masih menerima upah murah dengan jam kerja yang tidak ideal. Banyak kebijakan korporat yang sengaja digunakan oleh kaum kapitalis untuk memperalat buruh. Ia menekankan bahwa buruh bukanlah budak yang bisa semena-mena dirampas haknya.

Terkait nasib buruh di Indonesia ke depannya, Arga berharap aksi ini dapat menjadi pemantik semangat untuk mencerdaskan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa para peserta aksi masih berpihak pada buruh dan membersamai mereka. Arga juga berharap agar UU Cipta Kerja itu dicabut, karena dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh. “Untuk itu kita harus ikut andil dalam perancangan undang-undang, yang di mana perancangan undang-undang itu harus melibatkan elemen masyarakat sendiri, karena undang-undang itu pun akan diterapkan kepada masyarakat. Bagaimana undang-undang itu mau diterapkan jika kitanya tidak dilibatkan,” ungkapnya.
Editor: Nurul Irmah Agustina
Reporter: Miqda Al-Auza’i, Rizqy Noorawalia, Manda Damayanti, Zaki Zulfian, Nesya Huwaidaa, Ahmad Fahry, Fadila Nuraini, Maula Rizki, Vitaloka Dwi Az-Zahra, Zahwa Sabila