Aksi Kamisan: Hitamkan Purwokerto untuk Keadilan HAM

Oleh: Nur Laela

Foto: Ferry Aditya

Pada 19 September, Aksi Kamisan kembali digelar di Alun-Alun Purwokerto dengan bertajuk “Hitamkan Purwokerto”. Aksi Kamisan yang ke-25 ini sebagai bentuk protes atas berbagai pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Indonesia. Aksi yang diikuti lebih dari 40 orang ini merupakan bentuk dukacita untuk memperingati “September Hitam”, bulan di mana banyak catatan kelam pelanggaran HAM yang tidak kunjung diusut tuntas oleh pemerintah.

Aksi ini dimulai pada pukul 15.00 WIB dengan berkumpul terlebih dahulu di PKM Universitas Jenderal Soedirman sebelum bergerak menuju Alun-Alun Purwokerto. Peserta aksi melakukan konvoi motor yang melewati rute Jl. Dr. Suparno, Jl. Prof. Dr. Suharso, Jl. Prof. Dr. Hr. Boenyamin, Jl. Ringin Tirto, Jl. Brigjen Encung, Jl. A. Yani, Jl. Gatot Soebroto, Jl. Merdeka, hingga Jl. Jendral Soedirman. Banyak peserta aksi yang membawa poster-poster yang berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Foto: Ferry Aditya

Dewi, salah satu peserta aksi, mengungkapkan alasan dirinya mengikuti Aksi Kamisan ini. “Aku ikut aksi Kamisan ini untuk mengingat kembali kejadian-kejadian kelam di bulan September, terutama peristiwa 1998. Biar semakin banyak orang yang tahu kalau bulan September itu bulan kelam, dan kita ingat perjuangan korban pada waktu itu,” jelasnya. Peserta aksi yang lain, Arin, menambahkan, “Kita merawat ingatan tentang peristiwa-peristiwa kelam yang sudah terjadi di masa lampau. Banyak loh yang masih terjadi saat ini, seperti represivitas aparat.”

Dalam wawancara dengan koordinator lapangan, Shidiq Baiq, ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan aksi ini adalah untuk menuntut keadilan dari pemerintah Indonesia. “Kita menuntut untuk segera dituntaskan dan segera diadili para terduga ataupun para tersangka yang terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran HAM baik masa lalu dan masa kini,” ujarnya

Shidiq menyatakan bahwa meskipun Indonesia dikenal sebagai negara hukum dan demokrasi, kenyataannya masih banyak kasus pelanggaran HAM yang bermula dari tindakan represif terhadap warga yang menyampaikan aspirasi dan keresahan mereka. “Kita sering dibenturkan dengan aparat penegak hukum ketika ingin menyuarakan keresahan, terutama terkait hak-hak masyarakat adat dan lingkungan,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa tindakan represif semacam ini justru merusak semangat demokrasi, dan negara harus bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak rakyat sesuai dengan undang-undang.

Foto: Ferry Aditya

Aksi ini melibatkan banyak elemen dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa dari beberapa universitas di Banyumas, seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Universitas Wijayakusuma Purwokerto (Unwiku), Universitas Harapan Bangsa (UHB), serta Universitas Islam Negeri (UIN). Namun, Shidiq menegaskan bahwa aksi Kamisan ini bukan hanya untuk mahasiswa. “Aksi Kamisan ini bukan hanya aksi mahasiswa, tapi juga melibatkan masyarakat sipil. Justru yang paling banyak menjadi korban pelanggaran HAM adalah masyarakat sipil,” ungkapnya.

Selain itu, Shidiq menyampaikan bahwa enam aktivis yang melakukan aksi pada 29 Agustus lalu di Aceh ditangkap dan masih ditahan oleh pihak berwenang. Penangkapan ini merupakan salah satu bukti tindakan represif terhadap masyarakat yang mencoba menyuarakan hak mereka. “Ini bukan demokrasi lagi,” tegasnya. “Jika kita dibatasi untuk menyuarakan keresahan, negara kita akan seperti apa ke depannya?”

Meskipun tekanan dari pihak aparat masih sering dihadapi dalam pelaksanaannya, Shidiq optimis bahwa Aksi Kamisan akan terus berjalan dan menarik lebih banyak perhatian masyarakat. Ia juga mengungkapkan harapannya terhadap peran mahasiswa dalam penegakan HAM, khususnya di Banyumas. “Harapan saya, mahasiswa di Banyumas tidak hanya sibuk dalam organisasinya sendiri. Terkadang, kita dibatasi oleh organisasi, padahal ini adalah kepentingan umum. Penegakan HAM di Indonesia belum benar-benar ditegakkan, jadi mari bersama-sama, lepas almamater, lepas embel-embel organisasi, dan bergerak sebagai satu. Jangan sampai kita berselisih pendapat antarorganisasi sementara masyarakat membutuhkan kita,” tutupnya. Ia menekankan bahwa mahasiswa harus bersatu dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan penegakan HAM.

Melalui Aksi Kamisan ini, mahasiswa dan masyarakat bersatu untuk terus menuntut penegakan HAM di Indonesia. Dengan semakin banyaknya perhatian yang diberikan terhadap pelanggaran HAM, harapannya adalah agar pemerintah semakin terdesak untuk segera mengusut tuntas kasus-kasus HAM yang belum diselesaikan.

Reporter: Ferry Aditya, Zaki Zulfian, Rizqy Noorawalia Febryanni, Miqda Al Auza’i, Nur Laela, Monica Merlyna Puspitasari
Editor: Gauri Indah Sukmawati

redaksi

beritaunsoed.com adalah sebuah media independen yang dikelola oleh LPM Sketsa Unsoed dan merupakan satu-satunya Lembaga Pers Mahasiswa tingkat Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto.

Postingan Terkait

Forum Sunyi, Tuntutan Nyaring! Mahasiswa Desak Kejelasan Efisiensi Kampus

Oleh: Hasna Nazriah Khairunnisa Sudah lima bulan lamanya, isu efisiensi anggaran mencuat di Universitas Jenderal Soedirman…

Dugaan Pelecehan di Klinik Mafaza, Mahasiswa Ungkapkan Keresahan

Oleh: Amanda Putri Gunawan Dugaan pelecehan seksual di Klinik Mafaza Purwokerto mencuat ke publik pada awal…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan Lewatkan

Jadi Laki-Laki

Jadi Laki-Laki

Langkah Liar Lunar

Langkah Liar Lunar

Catatan Rusak Negeri

Catatan Rusak Negeri

(Dipaksa) Berkesudahan

(Dipaksa) Berkesudahan

Saat Langit Bernaung Kelam

Saat Langit Bernaung Kelam

Aku Ingin Pergi, Tapi ke Mana?

Aku Ingin Pergi, Tapi ke Mana?