Oleh: Windi Khoirunnisa
Saat ini tingkat literasi di Indonesia masih terbilang sangat rendah, sebagaimana tercermin dari data yang dikeluarkan oleh Programme for International Student Assessment atau PISA. Berdasarkan laporan PISA terbaru, Indonesia menempati posisi ke-70 dari 80 negara dengan skor membaca hanya 359 yang masih jauh di bawah negara Asia Tenggara yang lain seperti Brunei Darussalam yang berada pada posisi ke-44 dengan skor 429, Malaysia yang menempati posisi ke-60 dengan skor 388, dan Thailand yang menempati posisi ke- 63 dengan skor 379. Tinggi rendahnya literasi tidak hanya merepresentasikan kualitas pendidikan saja, tetapi juga mencerminkan bagaimana kualitas kesejahteraan masyarakat dan kondisi ekonomi yang ada. Tingkat literasi di Indonesia acapkali dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Ketidakmerataan ekonomi juga menyebabkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas menjadi tidak merata.
Faktor ekonomi memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi tingkat literasi karena faktor ekonomi berhubungan erat dengan bagaimana akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini, keluarga dengan pendapatan yang tinggi mempunyai akses yang lebih baik terhadap pendidikan yang berkualitas. Mereka dapat memilih sekolah dengan pendidikan yang berkualitas, fasilitas yang lengkap seperti perpustakaan, akses teknologi, laboratorium dan fasilitas lainnya. Mereka juga mempunyai kemampuan untuk membiayai kegiatan ekstrakurikuler yang membantu pengembangan keterampilan anak mereka seperti kursus bahasa, teknologi, dan kursus lainnya. Anak-anak yang terlahir dari keluarga dengan pendidikan tinggi mempunyai privilege dalam proses belajar mereka. Privilege yang dimaksud adalah mereka memang difokuskan untuk belajar saja, tidak diganggu dengan hal lain seperti ikut mengurus hal-hal lain dalam rumah.
Keluarga dengan pendapatan yang rendah dihadapkan dengan keterbatasan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas. Keterbatasan yang dihadapi tidak hanya terkait dengan keterbatasan finansial, tetapi juga terkait dengan akses terhadap sumber daya pendukung seperti buku, bimbingan belajar dan materi pembelajaran. Tekanan ekonomi sering kali memaksa keluarga dengan pendapatan rendah membuat keputusan yang sulit terhadap pendidikan anak mereka. Pendidikan menjadi prioritas kedua setelah kebutuhan untuk melanjutkan hidup tercukupi. Banyak kasus anak-anak dari keluarga miskin terpaksa putus sekolah karena kekurangan biaya untuk melanjutkan pendidikan. Bahkan, beberapa anak terpaksa ikut bekerja sejak dini guna membantu meringankan beban finansial keluarga mereka. Hal tersebut tidak hanya membuat mereka terhalang mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tetapi juga membatasi peluang mereka untuk meningkatkan keterampilan literasi mereka yang penting untuk masa depan mereka.
Menurut data terbaru yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), presentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 mencapai 0,83%. Data tersebut juga menunjukkan bahwa penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Sebanyak 37,74% dari rumah tangga miskin hanya bisa mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah dasar (SD), kemudian 15,5% mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP), dan 15,54% berhasil mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah atas (SMA). Hanya sebanyak 1,81% dari rumah tangga miskin yang mempunyai anggota keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi.
Secara keseluruhan, pengaruh faktor ekonomi terhadap tingkat literasi di indonesia cukup signifikan. Ketimpangan ekonomi yang ada di masyarakat menyebabkan perbedaan akses terhadap pendidikan yang berkualitas yang nantinya memengaruhi kemampuan literasi setiap orang. Rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi cenderung mempunyai akses pendidikan yang lebih berkualitas, sedangkan rumah tangga dengan pendapatan yang rendah acapkali dihadapkan dengan hambatan finansial yang membatasi mereka untuk mengakses pendidikan yang berkualitas. Tekanan ekonomi sering membuat rumah tangga miskin lebih memprioritaskan kebutuhan dasar dibandingkan pendidikan yang berdampak langsung pada rendahnya tingkat literasi di kalangan masyarakat dengan penghasilan yang rendah. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya dari pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan pemerataan pendidikan yang berkualitas agar bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat untuk meningkatkan tingkat literasi di Indonesia.
Editor: Zaki Zulfian