Oleh: Fina Mustanginatul Kirom
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) memiliki reputasi sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, menarik ribuan calon mahasiswa dari seluruh penjuru negeri setiap tahunnya. Namun, dengan semakin meningkatnya jumlah pendaftar dan mahasiswa baru, kampus ini kini menghadapi tantangan serius terkait kapasitas dan fasilitas yang tersedia. Terpampang sangat jelas saat acara Soedirman Student Summit, di mana lonjakan jumlah peserta memaksa panitia untuk membagi acara menjadi dua gelombang. Kejadian ini menyoroti masalah overcapacity yang semakin mendesak di Unsoed.
Soedirman Student Summit adalah salah satu acara terbesar yang diadakan di Unsoed, dimana mahasiswa dari berbagai fakultas berkumpul untuk berdiskusi, berbagi ide, dan memperluas jaringan. Tahun ini, acara tersebut mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah peserta. Meskipun peningkatan partisipasi ini menunjukkan minat yang besar dari mahasiswa, hal itu juga mengungkapkan keterbatasan serius dalam fasilitas kampus. Auditorium utama dan ruang-ruang lainnya tidak mampu menampung semua peserta dalam satu waktu, sehingga panitia terpaksa membagi acara menjadi dua gelombang.
Bagi mahasiswa baru, acara seperti Soedirman Student Summit adalah kesempatan pertama mereka untuk merasakan kebersamaan dan semangat kolektif sebagai bagian dari komunitas Unsoed. Namun, keputusan untuk membagi acara menjadi dua gelombang mencerminkan keterbatasan infrastruktur yang dihadapi Unsoed. Ini bukan hanya soal kurangnya ruang fisik, tetapi juga tantangan dalam menyediakan fasilitas pendukung yang memadai, seperti sistem audiovisual, tempat duduk yang nyaman, dan akses yang mudah ke lokasi acara. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan peserta, tetapi juga pada kualitas acara tersebut. Pembagian gelombang dapat mengurangi interaksi langsung antarpeserta dan memengaruhi dinamika diskusi, yang merupakan inti dari acara seperti Soedirman Student Summit.
Lebih jauh lagi, masalah overcapacity ini bukan hanya terjadi pada acara besar seperti Soedirman Student Summit. Dalam kehidupan kampus sehari-hari, mahasiswa sering kali menghadapi kesulitan dalam mengakses fasilitas dasar seperti ruang kelas, perpustakaan, dan kantin. Ruang kelas yang penuh sesak, antrean panjang di kantin, dan kurangnya tempat di perpustakaan adalah realitas yang dihadapi oleh banyak mahasiswa Unsoed. Kondisi ini tentu saja mengganggu proses belajar mengajar dan mengurangi kualitas pengalaman pendidikan di kampus.
Fenomena overcapacity di Unsoed dapat dikaitkan dengan beberapa faktor. Pertama, jumlah pendaftar yang meningkat setiap tahun mencerminkan reputasi baik universitas ini. Namun, tanpa penambahan fasilitas yang memadai, hal ini justru menjadi bumerang, karena mahasiswa sering mengeluhkan keterbatasan ruang kelas dan lahan parkir yang tidak mencukupi. Kedua, bertambahnya jumlah mahasiswa tentunya berkaitan dengan kebijakan penerimaan mahasiswa baru yang mungkin terlalu longgar, tanpa memperhitungkan kemampuan kampus untuk menampung mereka. Meskipun kebijakan ini bertujuan baik untuk memperluas akses pendidikan, peningkatan kapasitas infrastruktur juga harus sejalan dengan kebijakan tersebut.
Solusi untuk masalah ini memerlukan pendekatan yang holistik. Unsoed perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kapasitas dan fasilitas yang ada, serta merancang rencana jangka panjang untuk mengatasi overcapacity. Ini termasuk pembangunan ruang kelas dan fasilitas baru, peningkatan kualitas fasilitas yang ada, serta pengelolaan jumlah penerimaan mahasiswa baru yang lebih terukur. Selain itu, universitas juga dapat memanfaatkan teknologi untuk mengurangi tekanan pada fasilitas fisik, seperti dengan memperluas penggunaan pembelajaran daring dan fasilitas digital lainnya.
Dalam jangka pendek, mungkin diperlukan langkah-langkah darurat, seperti pengaturan ulang jadwal kuliah dan acara-acara besar untuk mengurangi kepadatan. Namun, dalam jangka panjang, hanya dengan perencanaan yang matang dan investasi yang tepat, Unsoed dapat mengatasi masalah overcapacity ini dan memastikan bahwa kualitas pendidikan dan pengalaman mahasiswa tetap terjaga.
Pada akhirnya, masalah overcapacity di Unsoed adalah pengingat bahwa pertumbuhan institusi pendidikan harus diiringi dengan peningkatan infrastruktur dan fasilitas yang memadai. Tanpa hal tersebut, keunggulan akademik yang ingin dicapai justru dapat terganggu oleh masalah-masalah operasional yang seharusnya dapat dihindari.
Editor: Zaki Zulfian