Oleh: Nahla Nabila Auza
Pada tahun ini, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mengumumkan akan membuka tujuh program studi baru. Kehadiran tujuh prodi baru tersebut lantas menimbulkan keraguan tersendiri untuk sebagian mahasiswa. Mereka mempertanyakan kesesuaian penambahan jumlah mahasiswa baru dengan ketersediaan fasilitas yang memadai, khususnya ruangan yang mampu menunjang kegiatan belajar mengajar dengan baik. Selain itu, mengenai keputusan pihak kampus yang lebih memprioritaskan pembukaan prodi baru alih-alih menyelesaikan persoalan fasilitas kampus yang belum tuntas dianggap belum tepat. Pada realitanya, masih banyak fasilitas yang perlu dibenahi untuk dapat menunjang kebutuhan mahasiswa selama proses kuliah.
Pertimbangan dalam Membuka Prodi Baru
Adanya pembukaan program studi baru mengakibatkan jumlah mahasiswa yang ada akan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Terdapat sejumlah tahapan yang harus dilalui sebelum membuka prodi baru sesuai regulasi yang ada. “Mendirikan prodi tidak segampang itu, ada step-stepnya. Dari fakultas masuk ke senat baru ke Jakarta,” ungkap Budi Praktino selaku dekan Fakultas Ilmu dan Pengetahuan Alam (FMIPA) ketika diwawancarai awak Sketsa pada Rabu (03/04).
Keputusan untuk mendirikan program studi baru tak lepas dari berbagai pertimbangan yang ada. Melalui hasil wawancara pihak LPM Sketsa, tiga dari empat narasumber mengatakan alasan yang sama terkait pembukaan jurusan baru, yakni adanya perhitungan rasio antara dosen dan mahasiswa. Ely Triasih Rahayu yang merupakan dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) saat diwawancarai pada Rabu (03/04) menjelaskan bahwa adanya peraturan terkait rasio perbandingan mahasiswa dengan dosen yaitu, 1 dosen memiliki tanggung jawab meng-handle 35 mahasiswa. Sedangkan, yang terjadi di FIB adalah 27 mahasiswa di-handle oleh 1 dosen, ini artinya dosen di FIB terlalu banyak. ”Solusinya adalah harus menambah mahasiswa karena saya sebagai 1 dosen itu seharusnya mengurus 35 mahasiswa, mengapa seperti itu? Itu namanya efisiensi anggaran, efisiensi kinerja. Kalo saya, dengan satu hari itu 7 jam hanya menghandle rasionya di bawah 35, maka penggunaan anggaran yang tidak efektif. Sehingga, ketika kuota mahasiswa itu dinaikkan, salah satunya adalah untuk mengefektifkan kinerja agar beban kerja dosen sesuai dengan target dari kementrian, itu satu. Lalu yang kedua untuk mengeimbangkan rasio antara dosen dan mahasiswa,” tambahnya lagi.
Hal serupa pun diungkap oleh Noor Farid selaku wakil rektor bidang akademik, “Di akreditasi ada rasio dosen mahasiswa, untuk bagian dosen eksakta 1:30, untuk soshum 1:35. Artinya? Kalau dosennya 1000, minimal mahasiswanya 30.000. Mahasiswa baru kita nanti ada 8.403?” katanya. Dekan FMIPA pun menyinggung hal yang sama saat menjelaskan syarat pembukaan prodi baru. Ia juga berkata jika pada saat pertemuannya dengan seluruh dosen, saat itu rektor sendiri mengatakan bahwa banyak yang ingin berkuliah di negeri, tetapi universitas tidak mau menambah kuota, hanya 60 untuk jurusan tertentu. “Kita punya peminat yang banyak tapi kuota sedikit kan kasian,” ucap rektor kala pertemuan.
Tanggapan Mahasiswa
“Ya, kalau misalkan terkait dengan fasilitas di kampus, tentunya dengan penambahan daya tampung, harusnya fasilitasnya itu juga ikut ditambah dan diperbaiki,” tutur salah satu mahasiswa Fakultas Pertanian (Faperta) yang tidak ingin disebutkan namanya saat diwawancarai pada Jumat (29/03).
Berbagai keluhan yang sama disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Mereka menuntut supaya pihak kampus cepat tanggap menangani persoalan yang ada, khususnya permasalahan mengenai ketersediaan ruang untuk kuliah yang masih kurang karena beberapa mengalami kebocoran dan kondisi laboratorium yang sudah tidak layak seperti yang terjadi di Faperta. Hal tersebut disampaikan langsung oleh mahasiswa Agroteknologi pada Jumat (29/03) yang mengeluhkan sejumlah alat praktikum yang terbatas karena mengalami kerusakan sehingga harus bergilir. “Kan kebayang, nantinya kalau misalkan daya tampungnya nambah, terus nunggu giliran pakai mikroskop, waktu buat praktikumnya jadi lebih tidak efisien.” Ia berharap, jika daya tampung ditambah setidaknya fasilitas lama harus dibenahi dahulu.
Kurangnya ruang kelas dan laboratorium mengakibatkan mahasiswa mau tak mau mengadakan perkuliahan atau praktikum di sore hari karena harus bergantian dengan kelas lain. Bahkan terkadang mahasiswa harus berebut ruangan jika ada kelas pengganti. Alternatif lain yaitu dengan meminjam ruang kelas di gedung Integrated Academic Building (IAB) yang harus melalui proses peminjaman.
Fasilitas lain yang diharapkan mendapatkan perbaikan meliputi AC yang mati, alat-alat praktikum yang telah usang dan rusak, akses jalan sekitar kampus yang masih berlubang, ketersediaan gedung pertemuan bagi mahasiswa, lampu rusak di beberapa ruangan, toilet yang masih bersifat gender netral, dan parkiran yang perlu diperluas seiring bertambahnya mahasiswa. Mereka semua sepakat jika lebih baik mendahulukan perbaikan fasilitas lama yang telah ada daripada penambahan fasilitas baru untuk menampung mahasiswa yang bertambah. Daya tampung boleh bertambah, tetapi permasalahan fasilitas perlu dirampungkan terlebih dahulu. Hingga saat ini pihak birokrat dinilai lamban dalam menyikapi aduan terkait kerusakan fasilitas. Harus mengalami kerusakan parah terlebih dahulu, baru akan ditanggapi dan ditangani.
Upaya Kampus Menangani Persoalan Fasilitas
Pihak kampus sendiri mengaku jika penambahan daya tampung telah dibarengi dengan peningkatan fasilitas kampus. Menurut Ely, hal utama yang harus diselesaikan terkait permasalahan fasilitas yang belum memadai dimulai dari dosen, jumlah mahasiswa dan prodi. ”Sambil berjalan, kita sambil mengusulkan pembangunan gedung,” ucapnya saat itu.
Proses pembangunan gedung baru tentunya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Di Fakultas Biologi (Fabio) sendiri tahun ini telah menerima mahasiswa baru jurusan Biologi Terapan dan Mikrobiologi, sementara gedung terkait masih dalam tahap proses pembangunan hingga saat ini.
Setiap fakultas telah diberikan anggaran dengan besaran tertentu untuk kepentingan pembangunan fasilitas. Namun, tetap dibutuhkan banyak pertimbangan mengingat banyaknya prioritas kampus yang harus diselesaikan sementara dana yang ada masih terbatas. Tahun ini telah terselesaikan pembangunan gedung baru di FMIPA dan Fakultas Peternakan (Fapet). Diketahui saat ini sedang berlangsung pembangunan gedung di Fabio, Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip). Kemudian tahun depan dicanangkan untuk pembangunan gedung baru di FIB. Untuk memenuhi kekurangan biaya yang diperoleh dari pemerintah, pihak kampus mengatakan jika mereka telah melakukan strategi untuk meningkatkan fasilitas dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak luar.
Selanjutnya, Noor Farid berpesan kepada mahasiswa yang ingin memberikan masukan atau keluhan terkait fasilitas. “Ada dua cara sebetulnya, sekarang kita kan punya unit lain yang terpadu di rektorat. Itu bisa untuk media bagi mahasiswa dan orang luar memberikan masukan tentang layanan apapun. Kedua terkait dengan masukan dari mahasiswa-mahasiswa ya silahkan ke fakultas kan di sana juga memberikan media untuk itu, karena yang menyusun rencana kegiatan di fakultas adalah fakultas,” ungkapnya.
Reporter: Nahla Nabila Auza, Zahra Nurfitri Laila, Lili Amaliah, Violin Salsabila, Miqda Al Auza’i Ashfahany Asyida’, Linggar Putri Pambajeng, Sri Hari Yuni Rianti, Helmalia Putri, Nur Laela
Editor: Balqist Maghfira Xielfa