Oleh: Zaki Zulfian

Seruan aksi kembali digelar oleh Aliansi Soedirman Melawan pada Rabu siang (12/06). Aksi kali ini menuntut publikasi peraturan rektor terkait biaya pendidikan terbaru Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) setelah peraturan mengenai kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dicabut sebagai bentuk antisipasi terulangnya kejadian saat Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Aksi ini membawa tiga tuntutan yang ditujukan kepada pihak rektorat, yaitu keterbukaan terkait draf peraturan rektor terbaru mengenai kebijakan UKT, pemasifan informasi mengenai segala bentuk peraturan yang melibatkan mahasiswa, dan ancaman intervensi registrasi online demi kepentingan mahasiswa dan kepentingan bersama.
Massa bergerak pukul 14.07 WIB dari tempat parkir Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menuju ke depan gedung rektorat diiringi dengan nyanyian dan jargon “hidup mahasiswa”. Pihak keamanan atau sekuriti berjejer ketika kelompok massa datang. Selain itu, aparat kepolisian juga berada di sekitar gedung rektorat.
Orasi penyampaian aspirasi dalam mimbar bebas dimulai pada pukul 14.12 WIB. Satu jam kemudian, jajaran rektorat mulai keluar untuk menemui massa. Hanya wakil rektor dengan ditemani pihak dekanat dari beberapa fakultas yang keluar. Menurut keterangan Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan, Kuat Puji Prayitno, rektor pada hari Rabu sudah memiliki agenda padat, sedangkan undangan audiensi sampai ke pihak rektorat pada pukul 09.00 WIB pada Rabu (12/6). Norman Arie Prayogo selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan menambahkan, rektor sedang menerima tamu dari BPJS terkait kerja sama dalam pembuatan rumah sakit dan hal ini sudah direncanakan dua minggu yang lalu.
Wakil Rektor I Bidang Akademik, Noor Farid menyampaikan terkait publikasi biaya pendidikan terbaru, “Kita (Unsoed-red) PTN BLU harus menunggu persetujuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, baru kemudian bisa menyusun ulang,” ujarnya. “Pengembalian akan dihitung pada semester berikutnya, kemudian UKT memang kembali ke 2023, besarannya tidak melebihi tahun 2023,” imbuhnya. Setelah menyampaiakan informasi tersebut, Noor Farid langsung kembali ke dalam gedung rektorat saat audiensi belum selesai. Hal tersebut lantas menyulut kegeraman massa.
Respons Pihak Dekanat Fakultas
Ely Triasih Rahayu selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menyampaikan bahwa pihaknya telah mengikuti instruksi dari rektor untuk mengembalikan besaran UKT seperti tahun 2023. “Dari fakultas sudah mengikuti instruksi dari rektor untuk mengembalikan UKT, apa yang dilakukan fakultas? Kami menurunkan UKT, mengikuti UKT tahun lalu,” ungkap Ely. Ia juga mengajak mahasiswa untuk menunggu keputusan dari kementerian.
Wakil Dekan Fakultas Peternakan Bidang Akademik, Novie Andri Setianto, juga menambahkan bahwa UKT di fakultas peternakan tidak boleh melebihi UKT tahun 2023, maksimal 2,5 juta rupiah untuk S1 dan 2,4 juta rupiah untuk D3. Selain itu, beberapa dekanat fakultas juga menolak untuk memberikan draf usulan, seperti yang disampaikan Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Peternakan bahwa draf usulan tidak boleh disampaikan kepada mahasiswa karena usulan tersebut belum dipublikasikan dan belum bersifat tegas.
Besaran UKT Seperti Tahun 2023
Ketika ditanya soal draf usulan yang diajukan ke kementerian, Norman mengakui bahwa dirinya tidak mempunyai draf usulan tersebut. Norman menjamin mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) akan mendapat golongan UKT seperti tahun 2023 dan tidak ada yang melebihi besaran UKT 2023. “Insyaallah menjamin (calon mahasiswa baru jalur SNBT mendapat UKT seperti tahun lalu-red), Insyaallah menjamin itu,” ungkapnya saat ditanyai jaminan mahasiswa baru jalur SNBT mendapat UKT sama seperti tahun lalu. Ini artinya, draf usulan tersebut menyesuaikan peraturan rektor nomor 15 tahun 2023 dengan golongan UKT lebih rendah.
Pernyataan Norman berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan yang terjadi di FIB. Di FIB, pada tahun sebelumnya terdapat 7 golongan UKT, sedangkan pada draf usulan terdapat 4 golongan. “Tadinya kita (FIB-red) sampai 7 golongan, di golongan 6 dan 7 itu di tahun 2023 masuk ke golongan 6 dan 7. Namun, di tahun ini golongan 6 dan 7 dimasukan ke dalam golongan 3 dan 4. Dan untuk golongan 3, 4, dan 5 itu dihilangkan,” ungkap Presiden BEM FIB, Harum Listiyani. Pada tahun 2023 golongan 3 berada di angka 2 juta rupiah, sedangkan pada draf usulan mencapai lebih dari itu.
Menyikapi hal tersebut, jajaran dekan fakultas meminta waktu kepada massa untuk berdiskusi dengan jajaran rektorat dan diberi waktu selama 30 menit. Pukul 17.28 WIB jajaran dekan keluar bersama para wakil rektor. Noor Farid menyampaikan bahwa UKT sekarang seperti UKT tahun sebelumnya, kata ‘seperti’ menurutnya berarti tidak sama persis. Pihak rektorat menolak memberikan draf usulan karena dikhawatirkan akan kemana-mana sebab belum memiliki kepastian hukum. Pelaksanaan registrasi mahasiswa baru akan menyesuaikan peraturan yang sudah mendapatkan persetujuan dari Ditjen Dikti dan akan melakukan sosialisasi setelah mendapat persetujuan dari Ditjen Dikti. Setelah menyampaikan hal tersebut, Noor langsung pergi meninggalkan massa.
Tuntutan Aksi Tidak Terpenuhi
Sebagai bentuk kekecewaan karena tuntutannya tidak terpenuhi, pukul 17.51 WIB massa menutup aksi dengan pernyataan yang disampaikan oleh Presiden BEM Unsoed, Muhammad Ihsanul Huda. Pernyataan tersebut berisi tuntutan kepada rektor untuk menyerahkan draf kebijakan peraturan biaya pendidikan terbaru, lebih cepat pemasifan informasi di lingkungan kampus, dan jika tuntutan tidak terpenuhi maka akan mengintervensi kegiatan registrasi online calon mahasiswa baru jalur SNBT demi kesejahteraan calon mahasiswa baru itu sendiri. Muhammad berharap kedepannya mahasiswa terus berpartisipasi dalam pengawalan kebijakan UKT, karena masih ada kecacatan-kecacatan pada draf terbaru kebijakan UKT.
Reporter: Zaki Zulfian, Lili Amaliah, Miqda Al Auza’i Ashfahany Asyida’, Fadhilah Aulia Zulfa, Lulu Asqiatun Soffa, Sri Hari Yuni Rianti, Putri Sabhrina, Putri Slabililla Agustina, Linggar Putri Pambajeng, Balqist Maghfira Xielfa
Editor: Helmalia Putri