
Oleh : Farah Fauziah

Ilustrasi: Moch Zidan Mustofa Aqil
Di era digitalisasi saat ini, hal yang paling memengaruhi setiap lingkup kehidupan ialah media sosial. Seolah-olah manusia menjadikan media sosial sebagai penyokong kehidupan sosial mereka. Tak hanya menjadi tempat untuk bersosialisasi, tetapi juga sebagai alat dalam membangun personal branding. Personal branding sendiri adalah bentuk upaya untuk membentuk, menentukan, dan menciptakan persepsi orang lain terhadap diri sendiri. Melalui personal branding, seseorang dapat membangun kesan positif yang menarik perhatian orang lain. Salah satu media yang paling mudah untuk membangun personal branding adalah media sosial, seperti LinkedIn, Instagram, dan Twitter. Hanya dengan mengunggah postingan foto atau konten yang merepresentasikan diri sendiri, seseorang sudah bisa membentuk citra khas. Karena itu, banyak individu, dari pekerja kreatif hingga pebisnis menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menunjukkan keahlian dan membangun reputasi yang baik. Dengan begitu banyaknya pengguna aktif, dapatkah media sosial disebut sebagai sarana paling efektif untuk membangun personal branding?
Sebelum itu, perlu dibahas terlebih dahulu alasan di balik mengapa individu atau kelompok perlu membangun personal branding. Dengan adanya personal branding yang kuat, semakin besar pula peluang seseorang. Entah itu peluang karier dalam dunia kerja atau peluang mendapatkan relasi dengan jangkauan yang luas. Berdasarkan konten yang dibagikan seseorang melalui akun media sosial, orang lain dapat melihat bahwa orang tersebut memiliki skill dan karakter tertentu yang mumpuni untuk bekerja di dunia industri. Konsistensi dalam membagikan konten yang relevan juga membantu membangun kredibilitas dan kepercayaan seseorang terhadap kemampuan yang ditunjukkan dalam konten tersebut.
Namun, dengan semakin banyak orang yang membangun personal branding di media sosial, semakin ketat pula persaingannya. Tentunya sebagian besar orang ingin menampilkan “versi terbaik” dari diri mereka, hal itulah yang membuat citra mereka di mata orang lain makin terlihat sempurna. Personal branding seperti ini kurang autentik, sehingga terasa kurang jujur atau sulit dipercaya. Pada akhirnya, tidak semua orang setuju bahwa media sosial adalah tempat yang ideal untuk membangun personal branding. Apalagi, ada beberapa seniman di media sosial yang hanya meniru-niru konten dan gaya personal branding seniman lain, tanpa menunjukkan rasa orisinalitas. Padahal, personal branding sebaiknya dibangun berdasarkan nilai, prinsip, dan tujuan seseorang, bukan sekadar mengikuti tren yang ada agar viral. Selain itu, algoritma di media sosial sering kali berubah-ubah sehingga tidak semua konten kreator akan mendapatkan eksposur yang sama dengan konten kreator lain yang lebih populer. Terlebih itu, konten-konten yang berupa karya seseorang sangat mudah untuk mendapatkan plagiasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Meskipun demikian, ada banyak contoh konten kreator dan seniman yang berhasil membangun personal branding mereka melalui media sosial. Dengan menampilkan konten yang autentik dan orisinal, membuat nama mereka makin dikenal. Salah satunya adalah seorang ilustrator digital, SamDoesArts yang konsisten membagikan karya-karyanya di Instagram dan YouTube. Melalui konten videonya, seniman ini menunjukkan proses menggambar dengan gayanya yang khas sembari membangun interaksi yang aktif dengan para pengikutnya. Tak hanya berhasil menarik banyak orang dan seniman-seniman kecil yang ingin belajar menggambar darinya, seniman ini juga mendapatkan berbagai tawaran kolaborasi dari berbagai merek. Inilah yang menunjukkan bahwa kesuksesan berawal dari konsistensi untuk tetap berkarya, menghasilkan karya yang orisinal, dan strategi yang tepat. Sehingga media sosial tetap bisa menjadi alat yang efektif untuk membangun personal branding yang kuat.
Selain seniman visual, ada juga konten kreator asal Indonesia yang sukses membangun personal branding melalui media sosial, yaitu Jerome Polin. Ia dikenal sebagai konten kreator yang sering membagikan cerita seputar pendidikan. Nama Jerome sendiri dikenal oleh orang-orang karena kecintaannya terhadap matematika. Yang membedakan konten edukasi matematikanya dari yang lain adalah gaya penyampaiannya yang santai dan menghibur. Dengan kepribadiannya yang ceria dan interaktif, Jerome berhasil membuat banyak orang lebih termotivasi untuk belajar matematika. Apalagi ditambah dengan kisah-kisah perjalanannya menempuh pendidikan selama di Jepang melalui beasiswa, berhasil menarik perhatian anak muda di media sosial. Saat ini, Jerome telah mendapatkan berbagai kesempatan untuk berkolaborasi dengan brand besar. Hal ini membuktikan bahwa siapa saja bisa membangun personal branding melalui media sosial, asalkan konten yang ditampilkan memiliki nilai dan keunikan yang kuat dibandingkan dengan konten lainnya.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, personal branding di media sosial bukan hanya tentang memosting konten yang menarik, tetapi juga tentang membangun hubungan yang dalam dengan para penonton. Konsisten dalam tema, memiliki gaya komunikasi yang persuasif, serta kemampuan mengajak penonton untuk berpikir atau bertindak, akan meningkatkan interaksi dengan para pengikut. Dengan demikian, media sosial tetap menjadi sarana yang efektif untuk membangun personal branding. Dengan strategi yang tepat dalam merepresentasikan diri sendiri, keunikan dan nilai yang dimiliki dapat semakin dikenal luas—bukan sekadar mengikuti tren atau meniru gaya orang lain. Keaslian, konsistensi, dan kualitas konten tetap menjadi kunci utama dalam membangun citra yang kuat dan berkelanjutan. Jadi, apakah kamu siap membangun personal branding-mu sendiri melalui media sosial?
Editor: Ryu Athallah Raihan