Film Jumbo Cetak Rekor! Saatnya Animasi Lokal Mendunia

Oleh Farah Fauziah

Film Animasi Jumbo (raciniga.com/Raciniga)
Film Animasi Jumbo (raciniga.com/Raciniga)

Film animasi lokal Jumbo telah meledak di pasar industri animasi, untuk pertama kalinya animasi Indonesia mencetak rekor dengan lebih dari empat juta penonton hanya dalam beberapa minggu sejak penayangannya pada 31 Maret 2025. Capaian ini telah dikonfirmasi Visinema Studios melalui akun Instagram resminya pada 17 April 2025. Pencapaian ini membuat industri animasi lokal makin optimis dengan kebangkitan animasi di Indonesia karena akhirnya film animasi lokal mendapatkan banyak sorotan. 

Film yang diproduksi oleh Visinema Studios ini mengangkat tema perundungan anak, arti persahabatan, serta pentingnya dukungan keluarga. Sebagai karakter utama dalam film Jumbo, Don selalu merasa rendah diri karena tubuhnya yang besar dan kerap diremehkan oleh teman-temannya. Kemudian, Don ingin membuktikan kemampuannya dengan mengikuti sebuah pertunjukan bakat, namun beberapa konflik terjadi yang membuat pandangan Don terhadap dirinya sendiri berubah. Tak hanya alur cerita yang menyentuh emosi, penonton juga dikagumkan dengan visual animasi yang memukau. Film Jumbo menunjukkan kemajuan pesat di animasi Indonesia yang selama ini hanya stuck disitu-situ saja.

Dengan kemunculan Jumbo yang mewarnai animasi-animasi lokal, seolah menjadi pengingat bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam bidang animasi. Hal tersebut bisa dilihat dari kehadiran animasi seperti Adit & Sopo Jarwo, Nussa, Si Somat yang kebanyakan tayang di televisi. Itu membuktikan bahwa kondisi animasi Indonesia sebenarnya tidak mati total, tapi terjebak dalam pola repetitif dan segmentasinya yang terbatas. Misalnya dalam animasi Nussa & Rarra yang memiliki kualitas visual yang meningkat, akan tetapi distribusi dan segmentasi animasinya masih sempit. Kemudian ada Si Somat yang memunculkan komedi lokal yang menarik tapi masih minim pada inovasi visualnya. Sehingga melalui datangnya film Jumbo yang membawa warna dan target yang lebih luas dari animasi sebelumnya. Kini animasi lokal tak hanya fokus ke topik edukasi anak tapi juga bisa menyasar pasar remaja dan dewasa. 

Namun untuk menjaga momentum ini, industri animasi Indonesia perlu lebih dari sekadar satu film sukses. Film Jumbo masih menjadi babak baru dari perkembangan industri animasi lokal. Masih diperlukan dukungan-dukungan dari berbagai sisi, baik dari segi pendanaan, proses distribusi, pelatihan SDM, hingga keberanian industri animasi untuk lebih mengeksplor tema yang lebih kompleks. Hambatan-hambatan pun masih sering diijumpai oleh animator Indonesia, seperti tidak terbiasanya menggarap film berdurasi panjang yang membutuhkan efek visual menarik dan kurangnya infrastruktur yang mendukung kemajuan kreativitas animator. 

Ditambah juga dengan stigma yang masih melekat pada film animasi lokal bahwa ini hanya bentuk hiburan anak-anak bukan untuk orang dewasa. Kurangnya minat penonton dari berbagai segi usia berdampak pada stuck-nya perkembangan animasi Indonesia. Padahal dalam industri animasi di Indonesia saat ini telah memiliki banyak kreator-kreator hebat yang sudah bertaraf internasioal karena seringnya berkontribusi dengan proyek-proyek besar di luar negeri. Mulai dari Rini Sugianto yang berkontribusi dalam proyek The Adventures of Tintin, The Avengers, dan The Hobbit, juga Griselda Satrawinata yang ikut serta memproduksi Moana, Frozen 2, dan Kungfu Panda.

Dengan ditandai fakta-fakta yang ada, bisa disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya tidak kekurangan SDM untuk mengembangkan sektor perfilman di animasi. Semuanya kembali lagi pada bagaimana pemerintah memberikan dukungan untuk industri animasi lokal. Apalagi dengan hadirnya perkembangan animasi AI yang digunakan juga oleh pemerintah, membuat animator-animator Indonesia merasa kurang dihargai oleh pemerintah mereka sendiri. 

Di saat industri animasi Indonesia sedang berjuang melalui film Jumbo, pemerintah justru memilih jalan pintas dengan mengandalkan AI. Bukannya ikut serta dalam pemberdayaan SDM, pilihan ini bisa mematikan gairah kreatif yang justru sedang melonjak. Padahal dalam pembuatan animasi yang berkualitas bagus akan membutuhkan dana yang lebih besar, tapi kebanyakan investor merasa ragu-ragu untuk menginvestasikan uang mereka di proyek animasi Indonesia yang belum pasti akan membawakan keuntungan. Sehingga perlu adanya dukungan pemerintah yang bekerja sama dengan lembaga keuangan dan investor swasta untuk membuka skema pendanaan yang mudah diakses oleh industri animasi

Perjuangan industri animasi di Indonesia masihlah panjang. Masih ada tantangan-tantangan yang harus dihadapi ke depannya, mulai dari penguatan ekosistem dengan tersedianya akses ke sumber daya besar, peningkatan kualitas SDM dengan adanya pelatihan professional, dan dukungan konkret dari pemerintah. Banyak hal yang harus dibenahi agar industri ini mampu bersaing di kancah internasional. Meski begitu, hadirnya Jumbo menjadi angin segar yang membangkitkan optimisme bahwa animasi Indonesia punya harapan besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Terlebih lagi, antusiasme masyarakat saat perilisan film ini menunjukkan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap animasi lokal. Menjadi sinyal positif bahwa animasi Indonesia tak sekadar untuk dinikmati, tapi juga mulai dihargai sebagai bagian dari karya seni dan budaya kreatif yang layak untuk diperjuangkan.

Sebagai harapan ke depan, kehadiran film Jumbo semoga tak berhenti hanya sebagai satu film yang ramai dibicarakan. Lebih dari itu, diharapkan juga mampu membuka gerbang baru bagi industri animasi Indonesia. Pertanyaannya kini: apakah Jumbo bisa membuka jalan bagi genre lain yang lebih berani?  Akankah kita melihat animasi lokal yang menyasar berbagai kalangan usia, yang mampu mengangkat sejarah Indonesia namun dengan pendekatan visual yang segar, atau bahkan menyuguhkan cerita science fiction berlatar budaya Nusantara? Dengan kreativitas anak bangsa, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil selagi ada keberanian, konsisten, dan ekosistem yang mendukung. Siapkah kita menyambut wajah baru industri animasi Indonesia yang lebih beragam dan membanggakan?

Editor: Ryu Athallah Raihan

redaksi

beritaunsoed.com adalah sebuah media independen yang dikelola oleh LPM Sketsa Unsoed dan merupakan satu-satunya Lembaga Pers Mahasiswa tingkat Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto.

Postingan Terkait

Jadi Laki-Laki

Oleh Linggar Putri Pambajeng Sinyo nekat berenang di kali, Sebab dia lupa bawa sampan. Ternyata susah…

Langkah Liar Lunar

Oleh: Nurul Irmah Agustina Gelombang hitam yang lembut mengalir secara alami di sepanjang bahu dengan selapis…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan Lewatkan

Jadi Laki-Laki

Jadi Laki-Laki

Langkah Liar Lunar

Langkah Liar Lunar

Catatan Rusak Negeri

Catatan Rusak Negeri

(Dipaksa) Berkesudahan

(Dipaksa) Berkesudahan

Saat Langit Bernaung Kelam

Saat Langit Bernaung Kelam

Aku Ingin Pergi, Tapi ke Mana?

Aku Ingin Pergi, Tapi ke Mana?