Oleh: Lili Amaliah
Aksi mimbar bebas digelar oleh mahasiswa sebagai bentuk peringatan Hari Tani Nasional yang ke-64 di depan Rita Supermall, Purwokerto pada Rabu (25/9). Aksi tersebut diikuti oleh sekitar 50 orang mahasiswa dari berbagai universitas di Banyumas yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), beberapa BEM Fakultas Unsoed, BEM Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), BEM STMIK Widya Utama (SWU), BEM Telkom, BEM Amikom, dan beberapa mahasiswa lainnya.
Massa sebelumnya berkumpul di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Rute yang diambil yakni dari PKM Unsoed melewati Dinas Pertanian, hotel Aston dan Java Heritage, kemudian menyusuri jalan Tugu Pembangunan ke selatan menuju gedung ATR/BPN, dan terakhir yang menjadi titik aksi mimbar bebas, alun-alun Purwokerto.
Sekitar pukul 16.20 WIB, aksi dimulai dengan sorakan dan seruan jargon yang kemudian dilanjut dengan orasi-orasi dari para mahasiswa. Dalam orasi mereka, mahasiswa menyerukan permasalahan-permasalahan umum kaum petani di Indonesia. Omeda, salah satu Koordinator Lapangan (Korlap) yang juga merupakan pimpinan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Purwokerto, menjelaskan bahwa pada aksi mimbar bebas kali ini mahasiswa menyuarakan problem umum dan mungkin juga problem khusus dari kaum petani di Indonesia. Ia juga menambahkan, “Problem-problem tersebut mulai dari pupuk mahal, bibit mahal, teknologinya masih terbelakang, ataupun tingkat pendidikan petani yang masih sangat rendah, serta problem-problem utama seperti monopoli dan perampasan tanah.”
Dengan membawa tajuk “Wujudkan Reforma Agraria Sejati: Tanah Milik Rakyat”, mahasiswa menunjukkan semangat reformasi agraria yang sudah ada sejak disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 untuk mendistribusikan kesejahteraan atau tanah-tanah yang tadinya memang menjadi salah satu program dari pemerintahan Orde Lama, yaitu nasionalisasi tanah-tanah yang tadinya milik rakyat kemudian dikuasai oleh asing maupun VOC, dan kemudian diambil alih lagi oleh rakyat. Omeda menjelaskan bahwa semangat reformasi agraria ini bertujuan untuk memahami bahwa tanah adalah milik rakyat dan untuk rakyat.
Seorang mahasiswa Amikom mengungkapkan alasannya turut hadir dalam aksi, “Kita sebagai mahasiswa tentu membantu buat menyuarakan para petani. Jadi, ya kita sebagai mahasiswa yang dimana kita sebagai agen perubahan ya kita membantu, nggak apatis lah intinya.”
Berakhir sekitar pukul 17.45 WIB, Omeda berharap aksi ini dapat memengaruhi kebijakan pemerintah dan masyarakat untuk lebih memperhatikan kesejahteraan kaum petani di Indonesia. “Harapan kami sih tentu negara harus mengevaluasi seluruh kebijakan yang telah dibuat, telah disahkan, yaitu kebijakan impor beras, impor sapi, impor teknologi, kebijakan tentang Reforma Agraria, kebijakan tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang kemudian juga melanggengkan atau memperpanjang atau memberikan HGU (Hak Guna Usaha-red) atau HGP (Hak Guna Pakai-red) pada pertambangan, perkebunan ataupun perusahaan-perusahaan lainnya,” ungkapnya saat diwawancara awak Sketsa (25/9). Ia juga menambahkan bahwa pemerintah mesti lebih jauh lagi dalam memahami keadaan objektif masyarakat Indonesia secara umum dan kaum tani Indonesia secara khusus.
Reporter: Lili Amaliah, Zaki Zulfian, Miqda Al Auza’i A.A
Editor: Miqda Al Auza’i A.A