

Infografik: Hasna Nazriah
Pembajakan buku merupakan salah satu permasalahan serius yang masih marak terjadi di dunia literasi. Praktik ini merugikan banyak pihak, terutama penulis, penerbit, dan industri perbukuan secara keseluruhan. Buku yang diperbanyak tanpa izin resmi, baik dalam bentuk fisik maupun digital (e-book), menghilangkan hak cipta dan pendapatan sah dari penciptanya. Selain melanggar hukum, pembajakan juga menurunkan apresiasi masyarakat terhadap karya orisinal. Di era digital saat ini, pembajakan semakin mudah dilakukan dan menyebar luas, sehingga dibutuhkan kesadaran kolektif dan regulasi yang tegas untuk melindungi hak kekayaan intelektual serta mendukung pertumbuhan literasi yang sehat.
Bagi pegiat literasi, pembajakan buku bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal hilangnya penghargaan terhadap proses kreatif. Menulis dan menerbitkan buku membutuhkan waktu, tenaga, dan dedikasi, yang seringkali tidak terlihat oleh pembaca. Namun, ketika buku-buku dibajak dan disebarluaskan tanpa izin, semangat untuk berkarya bisa ikut terkikis. Masyarakat yang sedang menapaki dunia literasi pun perlu menyadari bahwa membeli buku asli adalah bentuk dukungan nyata terhadap karya dan ekosistem literasi yang sehat.
Sebagai pembaca yang bijak, mari bersama-sama membangun budaya literasi yang sehat dengan tidak membeli atau menyebarluaskan buku bajakan. Hargai setiap ide, kata, dan kalimat yang ditulis oleh penulis dengan membeli buku asli, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Jika harga menjadi kendala, kita bisa memanfaatkan perpustakaan digital, meminjam buku dari teman, atau menunggu diskon resmi dari penerbit. Dengan cara sederhana ini, kita ikut menjaga keberlanjutan dunia literasi dan memberi ruang bagi para penulis untuk terus berkarya tanpa rasa khawatir akan karyanya dibajak. Baca dengan bijak, tanpa membajak!
Sumber: Lintang Fitriana (Tim Risdok Beritaunsoed.com)