Oleh: Gunady Sidik
Identitas Buku
Judul Buku : Bandit-Bandit Berkelas
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT. Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit : 2024
ISBN : 978-623-88822-6-7
Tebal Buku : 368 halaman
Seorang penulis paling produktif di Indonesia, dengan nama pena Tere Liye, kembali merilis buku pada tahun 2024 dengan judul “Bandit-Bandit Berkelas”. Buku ini merupakan sekuel dari serial aksi kisah perjalanan seorang bandit bernama Bujang. Dalam serial aksi ini, “Bandit-Bandit Berkelas” menjadi buku kedelapan yang berhasil diluncurkan setelah tujuh buku pendahulunya sukses menarik perhatian dan kepuasan penggemarnya.
Pada buku-buku dalam serial aksi Bujang terdapat organisasi rahasia yang biasa disebut shadow economy, dinasti yang menguasai lebih dari dua per tiga ekonomi dunia yang bergerak secara terstruktur dan tersembunyi tanpa diketahui oleh orang-orang yang memiliki keterikatan dengannya. Dinasti ini menyebar dari Asia hingga Eropa, tak hanya menguasai ekonomi global, tetapi juga rekayasa dan manipulasi politik. Bujang adalah mantan kepala dinasti shadow economy di salah satu kawasan Asia, dia menjadi Tauke Besar keluarga Tong sebelum akhirnya memberikan jabatan itu kepada Basyir, seorang kepala Tukang Pukul di keluarga yang sama.
Kisah pada buku ini diawali dengan Bujang alias Si Babi Hutan yang diundang datang menuju markas besar keluarga Tong. Basyir, Tauke Besar sekarang, menyambut kedatangan Bujang di ruang kerja utama miliknya, kemudian mempertemukannya dengan seorang pengacara bernama Zaman Zulkarnaen yang bekerja di firma hukum asal London, Thompson & Co.
Sang pengacara ternyata membawa dokumen unik yang ditemukan oleh salah satu s di tempatnya bekerja di mana dokumen tersebut merupakan surat wasiat yang ditulis oleh Samad, ayah dari Bujang yang dulu juga menjadi kepala Tukang Pukul keluarga Tong. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: mengapa Samad menitipkan surat wasiat ini pada firma hukum di London, bukannya kepada orang-orang kepercayaan Samad atau keluarga Tong? Bujang lantas mencurigai adanya benda warisan yang sangat penting dan berharga yang harus ia cari dari surat wasiat ini.
Bujang pergi bersama Zaman mengikuti petunjuk yang tertuang dalam surat wasiat untuk menemukan warisan berharga tersebut. Petunjuk dalam wasiat tersebut sebelumnya sudah dipecahkan oleh Zaman melalui penelitian yang memakan waktu berbulan-bulan lamanya. Dalam petualangannya, Bujang bertemu dengan “anggota sirkus lainnya”, teman-teman lama. Seorang mantan marinir White, ahli pistol Tuan Salonga dan muridnya, dua ninja centil Yuki dan Kiko, serta Thomas, konsultan ekonomi kelas kakap. Tak hanya itu, ia juga bertemu dengan Maria Otets, wanita muda pewaris kekuasaan shadow eceonomy di salah satu wilayah Eropa—sosok yang pernah membuatnya jatuh cinta.
Misi Bujang mendapatkan benda warisan ayahnya ternyata tak luput dari perhatian Diego, kakak tirinya yang juga mengetahui tentang wasiat tersebut. Diego dibantu Natascha dan pasukan Black Widow mencoba mendahului Bujang dalam mendapatkan benda warisan itu demi melancarkan misi jahatnya. Pertarungan hebat akhirnya pecah antara Bujang dan Diego ketika mereka mengejar Bujang. Ketika Bujang hampir menang Diego berbuat curang dengan melempar bubuk pelumpuh hasil curian dari kelompok Teratai Emas yang membuat Bujang tak berdaya.
Seperti dalam buku-buku serial aksi sebelumnya pada buku ini, Tere Liye kembali mengeksplorasi tema persaudaraan, kesetiakawanan, kegigihan dalam berjuang, dan kehormatan yang harus dijaga oleh setiap orang. Para sahabat yang dimiliki Bujang selalu siap membantu dalam kondisi apa pun bahkan ketika nyawa mereka menjadi taruhan. Itu semua dilakukan demi menjaga ikatan persaudaraan yang sudah diwariskan oleh para pendahulu mereka, tindakan balas budi, serta menjaga kehormatan dan nama baik keluarga mereka.
Alur yang dikembangkan oleh Tere Liye dalam buku ini cukup menarik, beberapa kilas balik kisah lama di dalamnya memperkuat pengembangan setiap tokoh dalam kisah ini. Beberapa plot twist juga kembali dihadirkan penulis dalam buku ini. Tentu hal tersebut membuat jalan cerita tidak mudah ditebak dan menjadi ciri khas pada setiap buku serial aksi Bujang milik Tere Liye.
Salah satu plot twist yang terdapat dalam buku ini adalah dengan munculnya tokoh Padma di bab terakhir, sosok yang juga memiliki kisah romansa tersendiri dengan Bujang. Pada bagian akhir buku juga terdapat dua bab bonus yang menceritakan sedikit tentang Roh Drukpa dan Si Mata Picak, dua tokoh yang sudah muncul di buku-buku sebelumnya. Dengan adanya bab bonus ini , tentu menjadi pengantar yang menarik, memberi petunjuk bagi pembaca tentang arah cerita di buku serial aksi Bujang berikutnya.
Ketika membaca buku ini, maka akan ditemukan banyak keindahan diksi yang digunakan oleh Tere Liye. Diksi indah yang dimaksud di sini adalah diksi yang tepat sasaran. Penggunaannya bukan hanya tepat dan akurat, tetapi juga dapat membangun suasana yang sesuai di setiap situasi. Ini menjadi salah satu kekuatan dari gaya bahasa Tere Liye, di mana nuansa yang dibangun dalam buku ini sangat kuat sehingga pembaca dapat ikut merasakan kedalamanan karakter dan emosi yang dialami tokoh-tokoh dalam cerita.
Pengembangan tokoh dalam buku ini juga cukup baik, meskipun tidak terlalu dominan sebab mayoritas tokoh dalam kisah ini sudah diperkenalkan di buku-buku sebelumnya. Namun, berkat bantuan dari alur yang menarik dan penciptaan nuansa yang tepat tetap membuat pengembangan tokoh tereksekusi dengan baik. Kehadiran “anggota sirkus” dikemas dalam plot yang unik, terutama saat Bujang dan Zaman bertemu dengan rombongan Yuki, Kiko, dan Tuan Salonga yang sedang menikmati liburan di Paris.
Hal lain yang menjadi keunggulan buku ini adalah banyaknya pesan moral yang sangat relevan dengan kehidupan nyata. Pesan-pesan tersebut dikemas dalam kisah aksi dan petualangan yang memikat. Sikap rela berkorban, perjuangan yang gigih, pantang menyerah, jujur dan amanah, serta menjaga kehormatan adalah nilai-nilai yang ditampilkan secara kuat, menjadikannya relevan pada setiap fase kehidupan.
Meskipun beberapa kilas balik serangkaian kisah lama disisipkan dalam alur cerita buku ini, tetapi bagi pembaca yang belum membaca rangkaian serial ini dari awal mungkin akan kesulitan untuk memahami konteks kisah yang terdapat dalam buku ini secara menyeluruh. Risiko kesalahan dalam memaknai pesan moral dapat muncul , terutama dalam memaknai kekerasan. Seperti dalam cerita ketika salah satu Tukang Pukul keluarga Tong yang hanya melakukan selfie di area markas besar dan setelahnya dia dieksekusi mati agar rahasia shadow economy tidak mencuat ke permukaan.
Berbeda dari buku-buku sebelumnya, pada buku “Bandit-Bandit Berkelas” kisah di dalamnya tidak tuntas, menyisakan pertanyaan besar yang menggantung mengenai nasib benda warisan Samad yang sudah ditemukan oleh Diego dan Bujang. Selain itu, terdapat kesalahan penamaan tokoh pada halaman 27 yang mungkin mengganggu sebagian pembaca.
“Keluarga Bratva meminta bantuan kepada kalian?” Zaman menoleh sejenak, tertarik—dia tidak menduganya.
Dalam dialog tersebut, seharusnya Bujang yang menoleh, bukan Zaman, karena yang berbicara pada saat itu Bujang.
Persis nama itu disebut, ekspresi wajah Zaman berubah.
Di sini seharusnya ekspresi wajah Bujang yang berubah, bukan Zaman, karena yang sedang berbicara sebelumnya adalah Zaman dan pada kalimat tersebut mengacu pada nama Maria Otets yang dalam serial aksi ini memiliki ikatan emosional yang kuat dengan Bujang.
Secara keseluruhan, “Bandit-Bandit Berkelas” adalah buku yang menarik dan layak dibaca oleh pecinta buku fiksi. Dari data penjualan produk di salah satu e-commerce, buku ini sudah terjual lebih dari seribu buah per November 2024 di toko resmi milik Tere Liye bernama Tokobukutereliye. Angka tersebut membuktikan bahwa buku ini mendapat sambutan hangat terutama dari para penggemar serial aksi ini.
Terlepas dari kekurangannya, buku ini menawarkan kisah petualangan Bujang yang menarik dan mengandung banyak pelajaran. Cara Tere Liye menuangkan kisah yang kompleks sangat baik berkat gaya penulisannya yang penuh warna sehingga membuat buku ini menjadi tetap ringan dan mengalir. Menjadikannya bacaan yang memikat bagi para penggemar.
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman
Editor: Khofifah Nur Maizaroh