Paslon vs Kotak Kosong, Ketua DLM Unsoed: Cukup Miris untuk Ukuran PTN

Oleh: Lubna Azizah

Foto: Miqda Alauza’i

Pemilihan Raya (Pemira) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) 2024 kembali menghadirkan fenomena calon tunggal. Pasangan calon (paslon) Muhammad Hafidz Baihaqi, mahasiswa Hubungan Internasional angkatan 2021, sebagai calon Presiden BEM; dan Nahda Maysyaroh, mahasiswi Agroteknologi angkatan 2021, sebagai calon Wakil Presiden BEM harus berhadapan dengan kotak kosong pada ajang pemilihan presiden dan wakil presiden BEM 2024. Situasi yang telah berulang selama tiga tahun berturut-turut ini mencerminkan minimnya antusiasme mahasiswa terhadap dinamika organisasi kampus, sekaligus memunculkan kekhawatiran akan rendahnya partisipasi mahasiswa dalam politik kampus. 

Soroti Kelesuan Politik Kampus

Foto: Lubna Azizah

Ketua Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) Unsoed, Peparing Gusti Mashar Atmaja, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi perpolitikan kampus. “Sejujurnya memang perpolitikan di Unsoed itu untuk ukuran kampus negeri cukup miris. Kita mungkin bisa membandingkan dengan kampus-kampus lain yang politik kampusnya cukup kencang,” jelasnya saat diwawancarai pada Kamis (14/11).

Menurut Peparing, rendahnya partisipasi politik mahasiswa disebabkan oleh belum adanya pakem tata kelola organisasi yang jelas. Ia menjelaskan bahwa minimnya kolaborasi antarunit tingkat universitas turut berkontribusi pada rendahnya kesadaran politik mahasiswa.

Menanggapi fenomena ini, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Raya (Bawasra), Muhammad Zidan Ardiansyah, menyatakan bahwa mahasiswa harus lebih terbuka terhadap politik kampus. “Saya kira mahasiswa sekarang harus lebih terbuka mata maupun hatinya terhadap politik. Nggak cuman dari luar, artinya kita di kehidupan di universitas pun harus mempunyai keminatan terhadap dunia politik,” tegasnya saat diwawancarai oleh awak Sketsa usai acara penentuan nomor urut paslon, Rabu (13/11).

Calon Wakil Presiden BEM Unsoed, Nahda Maysyaroh, mengakui bahwa fenomena paslon tunggal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Ia menyatakan bahwa kondisi ini bukan hanya tanggung jawab pasangan calon, tetapi juga seluruh Keluarga Besar Mahasiswa Unsoed (KBMU) untuk meningkatkan minat mahasiswa terhadap organisasi.

Gerakan #SatukanSuara Kritisi Fenomena Calon Tunggal

Sumber: Instagram @satukansuara_1

Memasuki masa kampanye Pemira BEM Unsoed 2024, gerakan penolakan calon tunggal mulai bergema di media sosial melalui akun Instagram @satukansuara_1. Akun tersebut aktif menyuarakan keresahan terkait sistem politik kampus dan mengkritisi fenomena calon tunggal yang terjadi dalam tiga tahun terakhir. Gerakan ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan mahasiswa dan mulai ramai diperbincangkan di media sosial.

Sementara itu, Muhammad Hafidz Baihaqi menanggapi kemungkinan adanya gerakan kampanye kotak kosong dengan terbuka. Menurutnya, hal tersebut sah-sah saja selama tidak mengandung unsur black campaign dan sentimen negatif yang dapat mencederai proses demokrasi kampus.

Terkait dominasi organisasi eksternal dalam pencalonan presiden BEM beberapa tahun terakhir, Peparing menegaskan bahwa hal tersebut bukan menjadi masalah. “Yang paling penting, ketika sudah terpilih menjadi pemimpin di BEM, itu benar-benar mengayomi mahasiswa Unsoed secara keseluruhan, bukan sebatas perpanjangan tangan dari organisasi tertentu,” jelasnya, Kamis (14/11).

Dinamika Penyelenggaraan Pemira 2024

Pemira tahun ini menghadapi beberapa kendala teknis. Zidan menjelaskan bahwa secara umum agenda Pemira berjalan lancar, meskipun terdapat kesulitan terkait tempat penyelenggaraan dan perubahan jadwal mendadak. “Alhamdulillah, kalau secara teknis lancar. Cuma ada beberapa kendala terkait tempat, seperti perubahan jadwal mendadak yang membuat kami kesulitan menyelenggarakan agenda,” ungkapnya, Rabu (13/11).

Fenomena calon tunggal menjadi cermin perlunya evaluasi dan perbaikan sistem politik kampus di Universitas Jenderal Soedirman. Para narasumber berharap kondisi ini dapat menjadi momentum untuk evaluasi dan perbaikan sistem politik kampus di Universitas Jenderal Soedirman. Mereka menekankan pentingnya membangun kesadaran politik yang lebih baik untuk menciptakan iklim demokrasi kampus yang lebih sehat di masa mendatang.

Reporter: Lubna Azizah, Miqda Alauza’i, Putri Sabhrina, Zaki Zulfian, Faustina Rosa Azalia, Khofifah Nur Maizaroh

Editor: Miqda Al Auza’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *