Oleh: Ade Ika Cahyani
Bisik Serayu Festival merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan di Joglo Gayatri Rianto Dance Studio, bertempat di desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas. Event ini dilaksanakan selama tiga hari, mulai tanggal 6-8 September 2024. Setelah dua hari kegiatan Bisik Serayu Festival terselenggara, pada hari Minggu (8/9), tibalah acara puncak berupa gelaran kebudayaan. Acara pungkasan ini dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan tradisional dan kontemporer oleh penari lokal dan mancanegara. Meski diguyur hujan, antusiasme masyarakat yang tinggi menambah semaraknya acara Bisik Serayu Festival pada Minggu malam.
Cowongan dan Hujan yang Urung Diritualkan
Awak Sketsa mewawancarai Agil Bilowo, tokoh seniman yang menyutradarai pertunjukan Ketoprak pada Minggu (8/9) dengan judul Pranata Mangsa yang mengangkat kembali kisah Blabur Banyumas 1862 silam. Agil mengatakan bahwa adanya pertunjukan ini dimaksudkan agar seluruh kalangan masyarakat khususnya Banyumas dan sekitarnya tidak merusak alam dan sungai Serayu.
Pementasan Ketoprak dilakukan oleh masyarakat setempat yang tergugah untuk berpartisipasi dalam kegiatan Bisik Serayu tersebut. Agil menyebutkan keantusiasan berbagai pihak yang terlibat sebagai perwujudan melestarikan budaya Banyumas yang mulai terkikis di era modern. “Mereka itu tergugah sebagai pelaku Ketoprak kita untuk nguri-uri. Nguri-uri di mana supaya Ketoprak Banyumasan itu bisa dikenal. Lestari tidak punah,” katanya.
Dalam rangkaian acaranya, pertunjukan Ketoprak dikolaborasikan dengan ritual Cowongan, atau ritual pemanggilan hujan. Dari wawancara lebih lanjut, Agil juga menyinggung tentang musim kemarau yang melanda. “Ini ide dari Mas Rianto sama saya disesuaikan dengan keadaan karena musim kemarau, kita meminta kepada Yang Maha Kuasa barangkali berkehendak untuk menurunkan hujan,” ungkapnya. Melihat musim kemarau, atau seperti yang Agil sebut sebagai mangsa ketiga, ia berkata paling tidak bisa turun hujan lima kali dalam satu bulan agar kondisi tanah tidak terlalu gersang. Hal itu diupayakan melalui ritual Cowongan. Pada kenyataannya, belum sempat ketoprak dan rangkaian acaranya dipentaskan, gerimis mulai turun membasahi tiap sisi Joglo Gayatri.
Membujuk Hujan
Sejak dimulainya acara puncak berupa Pementasan Ketoprak Pranata Mangsa pada Minggu (8/9) pukul 18.30 WIB, gerimis mulai membasahi area Joglo Gayatri. Meski demikian, partisipasi masyarakat dan pengunjung tetap meriah sampai menjelang akhir pementasan.
Menyikapi pertunjukan outdoor yang dihiasi rintik hujan, salah seorang pengunjung memberikan tanggapan terkait hal ini. “Maksudnya, ya hujan kan juga berkah gitu, sih. Jadi menurut saya nggak mengganggu sama sekali sih dari esensi acaranya sendiri,” kata Ani, pemilik Sanggar Purwakala, Purbalingga yang diwawancarai oleh awak Sketsa pada Minggu (8/9). Ani mengatakan bahwa hujan ini justru harapan para penampil dan pamong masyarakat yang dipresentasikan melalui pementasan.
Sependapat dengan Ani, Syafirah, seorang mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman, juga mengatakan hal positif terkait hal ini. “Jujur, first impression aku suka banget! Meskipun hujan kayak gini, tetap seru. Apresiasi buat para penyelenggara.”
Sampai di penghujung acara, hujan tak menyurutkan antusiasme masyarakat dalam memeriahkan kegiatan Bisik Serayu Festival 2024 ini.
Harapan
Dilihat dari banyaknya pihak yang berpartisipasi dalam acara Bisik Serayu Festival, Agil sebagai pihak yang terlibat dalam pementasan mengungkapkan harapannya agar generasi muda Banyumas bisa melestarikan kebudayaan yang ada. Agil menekankan pada kebudayaan Lengger, seperti yang dilakukan oleh Rianto sebagai penari Lengger lanang yang turut serta memeriahkan acara dengan tariannya. Syafirah, sebagai pengunjung juga menyampaikan harapannya yang hampir serupa. “Semoga acara ini tetap diadakan, tetap berlanjut, tetap dilestarikan, biar anak bangsa tuh pada tahu kebudayaan Indonesia bagus banget,” ujarnya.
Ani, sebagai bagian dari pengunjung yang antusias, menyatakan bahwa Soekarno pernah berkata, “Indonesia akan menjadi mercusuar dunia pada 2055.” Ia berharap hal itu bisa terwujud, kebudayaan yang ada harus tetap lestari untuk dijadikan sebagai baju yang menunjukkan identitas Indonesia.
Reporter: Ade Ika Cahyani, Maula Rizki Aprilia, Zahra Nurfitri Laila, Ferry Aditya, Balqist Maghfira Xielfa
Editor: Miqda Al Auza’i