KPU Mengajak Milenial Memilih

Oleh: Muhammad Muflih Rizqullah
Dari kiri ke kanan: Slamet Rosyadi (Dosen FISIP Unsoed) dan Wahyu Setiawan (Komisioner KPU RI). Foto: Marita Dwi Asriyani

Dalam kuliah singkat yang juga bagian dari sambutannya pada acara “KPU Goes to Campus”, Rektor Unsoed, Prof. Suwarto, menerangkan bahwa memilih merupakan panggilan moral. Sore itu, aula Gedung Soemardjito Unsoed disulap menjadi ballroom. Lantunan musik populer terdengar mengisi ruangan, dengan tata meja-kursi diatur secara tidak biasa: satu meja bundar dilingkari delapan kursi. Di sisi kiri dan kanan aula ada bermacam stan hidangan tradisional Banyumas guna menjamu hadirin. Panitia mengira bahwa mayoritas hadirin adalah anak muda, sehingga suasana tertentu pun diciptakan guna menarik perhatian mereka. Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan turut hadir sebagai pembicara yang didampingi oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed, Slamet Rosyadi.

Tujuan utama dalam “KPU Goes to Campus” pada Jumat (11/5) lalu, adalah menyosialisasikan sistem pemilu yang baru, yaitu pemilu serentak. Model pemilu yang seperti ini baru pertama kali diterapkan di Indonesia. Slamet Rosyadi beberapa kali menekankan bahwa para milenial adalah manusia Indonesia pertama yang akan merasakan pemilu serentak. Pada pemilu serentak 17 April 2019 nanti, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) akan dilaksanakan dalam waktu bersamaan, tidak seperti penyelenggaraan sebelumnya yang mana Pilpres baru dilaksanakan dua bulan setelah Pileg terlaksana. Selain mengenalkan pemilu serentak, KPU juga menganjurkan agar pemilih muda seperti mahasiswa antusias berpartisipasi dalam pemilu serentak.

Partisipasi Politik

Prof. Suwarto dalam sambutannya menerangkan, penyelenggaraan pemilu merupakan bentuk penerapan hak asasi manusia di Indonesia. Terkecuali yang hak pilihnya dicabut, tiap orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih berhak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Selain itu, pelaksanaan pemilu diadakan guna memastikan jalannya demokrasi di Indonesia.

Ia pun menambahkan, partisipasi politik merupakan bentuk penunaian kewajiban moral individu. Dalam artian, setiap warga yang mempunyai hak pilih turut bertanggung jawab dalam menentukan pemimpin seperti apa yang akan terpilih nantinya. Sambung Suwarto, keikutsertaan tiap individu dalam memilih secara tidak langsung memengaruhi kualitas pemimpin nanti.

Bagaimana berpolitik yang sehat dan berkualitas? Prof. Suwarto turut memberikan panduan bagaimana memilih secara cerdas. Mencari rekam jejak para calon ditekankan olehnya sebagai acuan utama dalam menilai calon. Dalam era digital, penulusuran informasi semakin mudah dilakukan. Pencarian rekam jejak juga bisa menambah kemawasan berpolitik tiap individu. Dengan mengetahui latar belakang dan visi-misi calon, kata Suwarto, hal itu akan mempermudah pemilih untuk mengetahui kompetensi dan keberpihakan calon.

Generasi Milenial: Pemilih Pemula

Dosen FISIP Unsoed, Slamet Rosyadi menjelaskan jika pemilih muda sangat penting keikutsertaannya dalam pemilu serentak nanti. “Ada 14 juta pemilih pemula,” terangnya. Anak-anak muda yang berjumlah 14 juta tersebut adalah para milenial yang masuk usia pemilih dengan rentang usia antara 19 sampai 38 tahun.

Menurutnya, terdapat satu karakteristik menonjol dari pemilih pemula,“Milenial cenderung apatis, tidak mau ikut kegiatan politik,” terang Slamet. Karakteristik lain, seturut Slamet, pemilih pemula cepat terpengaruh hoaks dan politik identitas karena rendahnya taraf melek politik milenial, juga dari sikap tak acuh dengan peristiwa politik terkini di Indonesia. Ini menyebabkan para pemilih pemula rentan terhadap isu SARA yang menjadikan mereka cenderung emosional.

Namun, Slamet tetap optimis pada pemilih pemula. Ia menilai milenial bercirikan terbuka dengan nilai-nilai keseteraan, politik independen, serta lepas dari pengaruh ideologis dan ikatan kekeluargaan. Hal ini mengindikasikan milenial lebih bebas dalam memilih, mereka akan memilih calon yang sesuai visi politiknya dengan mereka.

Dengan memanfaatkan teknologi guna penelusuran rekam jejak para calon, Slamet yakin pemilih pemula merupakan pemilih bebas yang berpotensi menjadi pemilih rasional—yang baik bagi jalannya demokrasi. Ini menjadikan milenial sebagai harapan Indonesia guna terciptanya pemilu yang Luber Jurdil. Mereka juga diharapkan dapat menjaga agar pesta demokrasi tahun 2019 dapat berjalan sehat.

 

Editor: Yoga Iswara Rudita Muhammad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *