
Oleh: Nurul Irmah Agustina

Koalisi mahasiswa dari beberapa universitas di Banyumas menyerukan aksi “Banyumas Adili Jokowi: Demokrasi Mati Saatnya Revolusi” sebagai bentuk unjuk rasa penolakan Revisi Undang-Undang Pilkada 2024. Aksi ini digelar di depan Gedung DPRD Banyumas pada Jumat (23/8) sejak pukul 15.52 WIB setelah sebelumnya berjalan dari titik kumpul (UIN Saizu) pada pukul 13.00 WIB. Aksi ini diikuti lebih dari 800 massa.
Massa yang tergabung dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu), dan Institut Teknologi Telkom Purwokerto (ITTP) saling mengeratkan barisan sebagai bentuk tekad kuat mereka dalam menyerukan aksi penolakan terhadap Revisi UU Pilkada 2024 kepada pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyumas. Mereka juga membawa berbagai spanduk dan poster untuk menyimbolkan bentuk perlawanan.
Ferdi, koordinator lapangan dari UMP menjelaskan bahwa tujuan seruan aksi ini terdiri dari tujuan khusus dan tujuan umum. Hal ini berdasarkan hasil konsolidasi pada Kamis (22/8) kemarin. Tujuan khususnya mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diperdebatkan dan dirundingkan oleh DPR RI. Sedangkan tujuan umumnya mengacu pada kritik terhadap sepuluh tahun pemerintahan Jokowi yang dengan kekuasaannya mengubah peraturan-peraturan demokrasi di Indonesia.

Selama seruan aksi tersebut, orasi-orasi digaungkan oleh sejumlah mahasiswa untuk membakar semangat massa. Salah satu orator dari UT menekankan agar tuntutan dapat dipenuhi. Dengan suara lantangnya ia berkata, “Apabila tuntutan kita tidak dituruti, apabila tuntutan kita tidak dipenuhi, maka pastikan kita akan datang berbondong-bondong lebih banyak dan menuntut dengan tuntutan yang dibayar. Mari kita lawan! Lihat ke kanan kiri kalian, jangan sampai ada provokator-provokator yang mencederai marwah gerakan mahasiswa ini. Sepakat!”
Orator lain yang merupakan mahasiswa dari UIN Saizu menuntun massa untuk menyerukan sumpah mahasiswa Indonesia. “Sumpah Mahasiswa Indonesia. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu tanpa kebohongan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbangsa yang satu, bangsa yang satu tanpa kebohongan, bangsa yang penuh keadilan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa yang satu, bahasa tanpa kebohongan!” serunya yang diikuti oleh para mahasiswa.
Ketika massa mencoba melangkah maju pada pukul 17.20 WIB, terjadi kerusuhan beberapa kali yang akhirnya membuat aparat kepolisian menyemprotkan water cannon atau meriam air sebanyak tiga kali pada pukul 17.49 WIB, 18.09 WIB, dan 19.11 WIB. Ada pula massa aksi yang terkena bom molotov hingga membuat kepalanya bocor. Hal ini memicu amarah massa, menjadikan mereka semakin gencar untuk maju ke depan gedung DPRD Banyumas.

Pecahnya seruan aksi yang semakin tidak kondusif serta tindakan represif oknum polisi menimbulkan banyak korban yang berjatuhan. Beberapa korban segera ditangani oleh pihak medis, namun ada juga yang dilarikan ke rumah sakit dan puskesmas sebab mendapatkan luka yang cukup parah.
Nesa dan Fika, tim medis dari UMP mengungkapkan bahwa korban dari seruan aksi ini cukup banyak, hingga 100 lebih. “Banyak banget nggak bisa kehitung, mungkin 20 lebih ada ya,” ucap Nesa. “Engga, 50 lebih, 100 juga ada sih,” jawab Fika menambahkan ketika diwawancarai oleh awak Sketsa. Mereka menjelaskan, bahwa dari jumlah korban yang disebutkan di atas, terdapat lebih dari 30 korban yang terluka parah dan mengalami luka di kepalanya. Hal ini yang akhirnya mendatangkan lima ambulans untuk membawa para korban ke rumah sakit.
Setelah pihak kepolisian menekan mundur massa dengan menembakkan water cannon yang ketiga serta memberikan peringatan keras, ratusan massa terpaksa berlari menjauh hingga membubarkan diri pada pukul 19.15 WIB. Beberapa polisi menghimbau masyarakat sekitar untuk segera menjauhi kawasan di sekitar gedung DPRD Banyumas agar tidak menjadi salah sasaran.
Salah satu peserta aksi yang juga terkena water cannon, Rizal Nurhabani, mengungkapkan tanggapannya, “Aduh apa yah, chaos banget gitu loh. Kurang kondusif sih soalnya sampe tadi di depan pukul-pukulan, water cannon juga jalan kan berarti sudah nggak kondusif ya.” Ia juga menyatakan harapannya agar pemerintah Banyumas lebih terbuka untuk berdiskusi dengan mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi secara damai di dalam ruangan. Hal ini diharapkan dapat membuat suasana lebih kondusif.
Awan, yang berasal dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Purbalingga mengungkapkan harapannya dalam aksi ini. Ia berharap agar hak-hak rakyat Indonesia selalu teraspirasikan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan tidak ada hal-hal seperti ini lagi, semua dari rakyat, kembali lagi untuk rakyat, serta berharap agar Indonesia bisa lebih maju ke depannya. Ia juga mengaku bahwa harapan ini mungkin sulit dicapai, tetapi ini yang harus rakyat Indonesia perjuangan.
Kemudian, koordinasi lapangan dari UMP menjelaskan bahwa kemungkinan akan diadakan aksi kembali. “Tetap berusaha dan melawan, mungkin nanti ada aksi lagi menegaskan hasil ini. Tetapi itu masih dirundingkan dengan teman-teman. Sebentar lagi kan September, kita akan menyuarakan September hitam dan juga di September tragedi-tragedi Indonesia kelam sangat banyak. Nah itu pasti ada usulan dari univ-univ lain,” ucapnya.
Reporter: Nurul Irmah Agustina, Balqist Maghfira Xielfa, Miqda Al Auza’i, Rizqy Noorawalia, Zaki Zulfian, Tsabita Ismahnanda Purnama, Violin Salsabila, Putri Sabhrina, Yuni Rianti, Linggar Putri Pambajeng, Lili Amaliah, Khofifah Nur Maizaroh, Monica Merlyna Puspitasari, Ferry Aditya
Editor: Balqist Maghfira Xielfa