Ayah Merantau ke Luar Angkasa
Oleh: Wisnu Sumarwan*
“Ayahmu sedang merantau, Nak....”
“Untuk apa merantau, Bu?”
“Untuk pulang lagi nanti, Nak....”
Ibu berbisik padaku di suatu malam sunyi pekat seperti kopi tubruk yang kini sudah dingin di meja menyisakan ampas-ampas getir di dasar gelas. Aku ingin bertanya lagi sebenarnya. Tapi, waktu itu aku masih terlalu kecil untuk bisa memahami perkataan ibuku. Jika hanya untuk pulang lagi, mengapa tidak pulang sekarang saja? Apakah ia tak mau bertemu denganku seperti aku yang begitu ingin bertemu dengannya?
Sejak aku lahir, aku tak pernah melihat raut wajahnya. Bahkan fotonya tidak ada. Aku ingin bertemu ayahku. Semua teman-temanku punya ayah. Mengapa aku tidak?
“Ayah merantau kemana, Bu?” tanyaku suatu ketika yang lain.
“Kau lihat itu?” ibuku menunjuk ke luar jendela. Tam...