Oleh: Syafiq Naqsyabandi*
Lewat setahun yang lalu, diselenggarakan pemilihan raya untuk presiden BEM Unsoed periode 2009/2010, dan terpilihlah Helmy Shoim Pramudyarto. Berbulan-bulan menjelang pemilihan tersebut, kampus Unsoed tampak ramai oleh pamflet para calon dan diskusi mengenai arah gerakan BEM Unsoed ke depan. Tapi sekarang, menjelang dilangsungkannya pemilihan raya untuk Presiden BEM Unsoed periode 2010/2011, suasana kampus masih sepi-sepi saja. Tanya kenapa?
Mau tidak mau, bicara soal politik kampus, kita juga harus berbicara mengenai komponen (aktor) yang “bermain” didalamnya.
Wacanamengenai adanya kepentingan luar yang dicoba untuk dimasukkan ke dalam kampus, adalah wacana zaman orde baru. Wacana tersebut secara sengaja dimassifkan oleh pemerintahan orde baru untuk menunjang program NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Dengan perintah untuk menjauhkan mahasiswa dari aktifitas politik, orde baru tidak mau mengulang sejarah meletusnya peristiwa MALARI (malapetaka 15 januari). Alhasil, mahasiswa sekarang merasa tabu untuk membicarakan politik dikampus, dan jika anda termasuk orang yang tidak mau membicarakan politik di kampus, itu artinya anda merupakan produk terbaik era Orde baru, selamat! Anda sudah menjadi bagian dari kaum intelektual yang membiarkan rakyat tertindas dengan tidak mau peduli pada rakyat.
Kembaliberbicara soal politik kampus, kita tidak bisa menafikan bahwa politik selalu sarat kepentingan. Pertanyaanya kemudian, apakah kita harus menjadi apolitis hanya karena takut ada kepentingan orang lain?. Siapapun harus mengakui bahwa semua orang yang hidup di dunia ini mempunyai kepentingan, baik kepentingan pribadi, maupun kepentingan golongannya. Begitu juga dengan siapapun yang hidup di kampus Unsoed, semuanya pasti punya kepentingan. Termasuk yang kutu-buku sekalipun punya kepentingan, yakni kepentingan untuk lulus cepat.
Pekerjaanrumah terbesarnya bukanlah untuk menyingkirkan kepentingan tersebut, melainkan untuk menyatukannya, atau minimal untuk mengakomodir semua kepentingan mahasiswa Unsoed. Maka disitulah letak seninya, seni memerintah yang dalam bahasa populernya disebut politik (berasal dari dua kata, polis yang artinya memerintah dan ethics yang berarti seni).
Mengapa sepi?
Pemira tahun ini bisa dikatakan sangat sepi, hal ini bisa dilihat dari sepinya aktor yang bermain dalam momen politik ini. Sebelumnya mari kita ingat-ingat aktor dalam pemira BEM UNSOED tahun 2009, ada pasangan Helmy-Ciptanto yang menjadi aktor dari KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), ada pula pasangan Irawan-Heru yang menjadi aktor dari LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokratik) dan FMN (Front Mahasiswa Nasional), terakhir ada pasangan Amin-Shinta yang menjadi aktor dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan HMI-MPO (Himpunan Mahasiswa Islam-MPO). Setelah KAMMI melalui Helmy-Ciptanto memenangkan pemira dengan meraih suara terbanyak. Wajah BEM UNSOED periode 2009/2010pun mengikuti visi-misi yang sudah dicanangkan oleh pemenang.
Sayangnya, kepemimpinan Helmy-Ciptanto selama setahun ini sudah membuat BEM UNSOED menjadi sesuatu yang tidak menarik dikalangan gerakan mahasiswa. Terlebih kinerja yang ditunjukkan lebih pada tataran elite semata. Kebijakan yang dikeluarkanpun tidak mampu mengakomodir kepentingan mahasiswa selain mahasiswa yang tergabung dalam KAMMI sendiri. Dengan kata lain, BEM UNSOED periode 2009/2010 tidak mampu mengakomodir semua kepentingan mahasiswa Unsoed. Kondisi ini membuat kalangan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi mahasiswa selain KAMMI menjadi apatis dengan keberadaan BEM UNSOED. Seakan-akan ada tidaknya BEM UNSOED tidak akan berpengaruh pada keberadaannya.
Selain itu, pelaksanaan pemira yang dijadwalkan lebih awal dari Musyawarah Mahasiswa (Musma) semakin membuat sepi. Kita harus mengerti makna penting Musma. Musma bukan hanya sekedar momen untuk gendu-gendu rasa, melainkan musma juga menjadi momen penting untuk menaikkan semangat mahasiswa Unsoed dalam memperjuangkan hak-haknya. Karena dengan musma, struktur (BEM) akan terasa dekat dengan mahasiswanya, sehingga kemungkinan untuk direbut semakin dirasakan oleh para mahasiswa. Alhasil, hasrat untuk menjadi aktor dalam pemirapun bisa membuat mahasiswa lebih aktif dalam pemira, dan pemira akan lebih ramai. Maka dari itu, Musma harus dilaksanakan sebelum pemira jika ingin melihat mahasiswa Unsoed menjalankan pesta demokrasi yang ramai.
Politik adalah seni memerintah yang bebas nilai. Penilaian akan kepentingan menjadi sesuatu yang tidak berhak dilakukan oleh siapapun. Begitu pula penilaian terhadap cara yang dilakukan dalam mewujudkan kepentingan tersebut. Yang bisa dijadikan rambu-rambu dalam berpolitik hanyalah kedewasaan, karena hanya kedewasaan pribadi para aktor yang akan membantu para aktor bermain fairdalam berpolitk di kampus.
*Pimpinan Redaksi LPM Sketsa Periode 2009-2010
Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di lpmsketsa.com, dimuat ulang di BU (beritaunsoed.com) agar tetap bisa diakses pembaca. Portal berita lpmsketsa.com resmi beralih ke beritaunsoed.com.