Isu Kenaikan UKT Belum Usai, Mahasiswa Kembali Hadiri Audiensi

Oleh: Linggar Putri Pambajeng

Foto: Hasna Lutfiah

Isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) masih terus dikawal hingga saat ini. Setelah beberapa kali melaksanakan rangkaian kegiatan untuk menyampaikan aspirasi, mulai dari aksi audiensi pada (26/04) hingga aksi demonstrasi pada (29/04), puluhan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) kali ini menghadiri audiensi dan sosialisasi bersama rektor dan jajarannya atas undangan dari pihak rektorat mengenai peraturan biaya pendidikan nomor 6 tahun 2024 yang dilaksanakan pada Jumat (03/05) pukul 14.00 WIB di ruang rapat gedung rektorat. Audiensi juga mengundang para petinggi fakultas untuk membahas kembali tuntutan mahasiswa seperti yang telah diajukan pada Jumat (26/04) mengenai penurunan UKT. 

Audiensi dimulai pukul 14.18 WIB dengan pembahasan dari Akhmad Sodiq selaku rektor Unsoed untuk merevisi usulan UKT atas masukan dari pimpinan fakultas yang berfokus untuk membuat ‘landai’ UKT level tiga, empat, dan lima. Ini diharapkan akan menjembatani para mahasiswa yang kurang mampu untuk masuk di level tersebut. Namun, untuk level tujuh dan delapan masih menunggu pertimbangan apakah akan diterapkan atau menunggu periode selanjutnya dengan tetap memperhatikan pendapatan. Dijelaskan pula kriteria penentuan level UKT, antara lain variabel pendapatan kedua orang tua atau wali, jumlah tanggungan keluarga, pemilik Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) yang berkesempatan mendapat level satu atau dua, lalu yang terakhir dilihat dari range pendapatan perkapita sesuai kondisi asli dan akan dipelajari dalam sistem.

“Ada banyak anomali dan kekeliruan ketika mahasiswa memasukkan data. Mohon para wakil dekan untuk membantu verifikasi dokumen secara utuh,” jelas Akhmad Sodiq. Jawaban tersebut memicu rasa tidak puas dari para mahasiswa karena seolah mahasiswa baru yang mendapat nominal UKT tinggi disebabkan kesalahan dalam menuliskan data. Pihak rektor menyatakan bahwa tidak ada kenaikan nominal UKT yang signifikan, menurutnya peningkatan UKT dianggap signifikan apabila nominal sebelumnya maksimal dua juta, kini menjadi sepuluh juta. Kebijakan UKT masih menerapkan level-level, apabila mahasiswa masih merasa belum mampu, disarankan untuk berkomunikasi dengan fakultas mengenai info beasiswa atau yang lainnya, tanggapnya.

Akhmad Sodiq memaparkan alasan mengapa peraturan tarif pendidikan tidak dikembalikan seperti tahun lalu, itu karena biaya kuliah tunggal (BKT) selalu diperbarui dan harapannya peraturan ini mengikuti amanat dari kementerian. Selanjutnya dijelaskan bahwa biaya operasional Unsoed tidak memenuhi sehingga harus disesuaikan. Ini merupakan tuntutan perkembangan bahwa BKT yang dulu masih 30% dari produksi UKT yang ditetapkan sejak tahun 2011-2023, kini menjadi alasan agar ada penyesuaian. Salah seorang mahasiswa FEB menanyakan mengenai jaminan akan dampak dari kenaikan biaya pendidikan tersebut, yang kemudian dijawab oleh rektor bahwa dampak yang harus ada adalah layanan pembelajaran secara langsung dan juga perbaikan infrastruktur yang juga dapat menaikkan akreditasi.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Dr. Wahyuningrat, M.Si., yang turut hadir menyampaikan bahwa beliau merasa sarana dan prasarana di fakultasnya masih kurang memadai. “Seperti lahan parkir yang terbatas, juga aspal yang berlubang. Atas pertimbangan itulah sehingga ada usaha untuk membuat rancangan biaya yang kemudian juga menjadi dasar untuk menyetujui besaran UKT yang telah disampaikan,” ujarnya.

Salah satu mahasiswa Fisip, Azis, menyampaikan alasan ingin mempertahankan peraturan rektor nomor 15 tahun 2023 tentang biaya kuliah tunggal tahun lalu kala nominal biaya pendidikan belum melonjak, “Kami memikirkan bahwa Unsoed berada di karesidenan Barlingmascakeb, di mana pendapatannya belum tinggi. Apakah masyarakat harus dibiarkan bodoh? Kami tidak menerima kenaikan UKT sepeser pun. Kita semua di sini berada pada kegagalan apabila masih duduk dan mendengarkan sosialisasi kenaikan UKT ini.”

Foto: Hasna Lutfiah

Beberapa mahasiswa Fisip merasa kecewa karena tak ada tanggapan dari tuntutan mereka dan berakhir dengan meninggalkan forum audiensi sebelum dibubarkan dan diikuti oleh para mahasiswa lain. “Tadi kita walkout, kita memilih untuk abstain terhadap keputusan yang terjadi dan di luar dugaan teman-teman lain juga ikut (walkout). Alasannya tentu saja ini bentuk protes kami karena merasa tidak dilibatkan secara langsung dalam audiensi dan sosialisasi ini. Dimulai dari undangan yang kita terima itu untuk pimpinan BEM, seperti yang kita tahu BEM Fisip sudah lama vakum, jadi kami merasa tidak diakomodasi kepentingannya,” ujar Arkan salah satu perwakilan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Fisip.  Arkan juga menambahkan alasan lain kekecewaan yang dirasakan oleh mahasiswa, “Mengenai forum tadi, ini jelas sebuah penundukan dari pihak rektorat, dari pihak birokrat, untuk kita mau tidak mau menyepakati apa yang mereka inginkan dan ini bentuk konsistensi kami yang menginginkan peraturannya dikembalikan ke peraturan yang lama.”

Beberapa mahasiswa kembali berkumpul di luar gedung rektorat bersama Ihsan selaku presiden BEM Unsoed setelah audiensi dibubarkan pukul 16.30 WIB. “Apa yang disampaikan rektorat tidak mengakomodir tuntutan yang kita berikan. Kita semua keluar dari forum tadi menandakan bahwa kita tidak mau mendengar omong kosong lagi,” ujar Ihsan pada awak LPM Sketsa. “Kita sepakat akan tetap melawan, sama-sama ingin agar tuntutan kita tercapai. Ayo rumuskan bareng-bareng, apakah perjuangan kita sampai di sini? Ke depannya mau bagaimana? Silakan kalian bahas di fakultas masing-masing lebih dulu lalu kita agendakan konsolidasi, lingkar, dan sebagainya,” lanjutnya.

Reporter: Linggar Putri Pambajeng, Fadhilah Aulia Zulfa, Balqist Maghfira Xielfa, Fifiana Nur Asabilah, Lubna Azizah, Maula Rizky Aprilia, Khofifah Nur Maizaroh, Hasna Lutfiah

Editor: Balqist Maghfira Xielfa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *