KKN Masih Relevan kah?

Setiap semester atau dua sesi tiap tahunnya, Kuliah Kerja Nyata (KKN) rutin dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unsoed. Beberapa polemik muncul ketika pelaksanaan KKN di luncurkan. Dari pembiayaan yang terus meningkat, hingga produk atau hasil dari kegiatan KKN selama 35 hari tersebut.

KKN yang telah dilaksanakan selama ini, tentunya harus menghasilkan sesuatu dari program fisik maupun nonfisik yang telah disusun di awal kegiatan. Bagaimana kegiatan tersebut dapat dirasakan dampaknya bagi masyarakat setempat maupun mahasiswa itu sendiri.

Rektor Universitas Batanghari Jambi beserta ketua LPPM dan kepala bidang perpustakaan, Selasa (26/10) lalu, berkunjung ke Unsoed. Heri Suprapto, staf ahli rektor Unsoed menuturkan maksud dari kunjungan tersebut, “Rektor Batanghari ingin studi banding, ingin mengimpletasikan program KKN tematik dengan program unggulan posdaya, jadi hari ini beliau studi banding. Pemanfaatan KKN Posdaya Unsoed juga dinilai telah memenuhi  harapan masyarakat.”

Ditemui di ruangannya, Ir. Supartoto, M. Agr., yang biasa dipanggil Toto, selaku Kapuslitbang LPPM Unsoed bagian KKN mengatakan, kegiatan KKN wajib bagi mahasiswa strata satu (S1) sebagai syarat kelulusan sesuai dengan SK Rektor tahun 74.  Mereka yang mengambil studi S1 belum bisa lulus sebelum melaksanakan kegiatan KKN.

Program KKN itu sendiri terdiri dari dua jenis, KKN tematik dan KKN reguler. Saat ini, Unsoed tidak lagi mengadakan kegiatan KKN reguler dikarenakan sifatnya yang tidak mencakup empat bidang, yaitu pendidikan, ekonomi, pemberdayaan lingkungan, dan kesehatan. Keempat bidang tersebut hanya ada dalam program KKN Posdaya.

Jumlah peserta yang akan mengikuti KKN Januari mendatang sekitar dua ribu lebih mahasiswa. Mereka nantinya akan ditempatkan di tujuh kabupaten, yaitu Purbalingga, Banjarnegara, Pemalang, Banyumas, Cilacap, Brebes, dan Kebumen.

Sebenarnya masih efektifkah kegiatan KKN diselenggarakan di sebuah perguruan tinggi negeri.  Melihat pengalaman KKN yang telah dilaksanakan, banyak yang menyayangkan tempat KKN yang kurang efisien dan kurang merata.

Peserta KKN ada yang ditempatkan di desa terpencil, namun ada pula yang ditempatkan di pinggir kota. Ditambah kurang memperhatikan lingkungan Unsoed yang sebenarnya masyarakatnya juga belum begitu maju. Tentang hal ini, Dwi mahasiswa Pertanian 2006 berpendapat “Iya aneh banget tuh, kenapa di sekitar Unsoed gak dijadiin tempat KKN ya? Tapi, mungkin pihak LPM mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu  juga untuk menentukan lokasi KKN-nya.”

Ivo, Mahasiswa Ekonomi angkatan 2007 menambahkan ”Seharusnya Unsoed lebih memperhatikan lingkungan tempat dimana Unsoed berada, karena lokasi KKN saya di Desa Gunungsimping Cilacap itu gak terlalu bermanfaat. Menurut saya lokasi KKN saya itu kota bukan desa. Saya dan teman-teman kelompok saja dulu sempat bingung mau buat kegiatan apa di lokasi tersebut.”

Astri kembali berpendapat bahwa seharusnya KKN ditempatkan di desa yang masih terbelakang, yang masyarakatnya masih buta aksara, belum melek teknologi, dan lain sebagainya. “Sebab tujuan diadakannya KKN itu adalah untuk mengabdi kepada masayarakat dan memajukan masyarakat di daerah tersebut.  Salah satu faktornya, mungkin dari pihak LemLit sendiri menganggap kondisi mahasiswa dewasa ini banyak yang tidak suka bekerja keras, sehingga mereka ditempatkan di desa yang tidak terlalu tertinggal.” Bahkan ada yang mengusulkan, sebaiknya dilakukan survey lokasi terlebih dahulu, apakah KKN tersebut benar-benar dibutuhkan  atau tidak. Hal itu guna menghindari ketidaktepatan sasaran”

Selain posisi penempatan mahasiswa yang ber-KKN, kekenaikan anggaran pelaksanaan KKN semester ini juga menimbulkan pertanyaan sebagian mahasiswa yang akan melaksanakan KKN. Untuk siapa dan apa sajakah biaya itu digunakan.

Fadil, mahasiswa FISIP angkatan 2006 mengungkapkan, biaya KKN itu sebenarnya tidak terlalu memberatkan, “Kayaknya biasa aja deh, gak terlalu memberatkan kok. Apalagi mengingat pengalaman dan pelajaran yang didapatkan selama KKN”. Pernyataan ini juga didukung oleh Ivo, Mahasiswa Ekonomi 2007 “Gak mahal kok, apalagi ntar uang makan sama uang transportnya dibalikin ke kita lagi, anggap aja buat uang jajan sebulan.”

Selain biaya KKN tersebut, ada pula masalah cek kesehatan di Soedirman Health Center (SHC) yang menjadi pertanyaan di benak para mahasiswa yang akan melaksanakan KKN. Hal ini berkaitan dengan lampiran surat keterangan dokter yang harus disertakan bersamaan dengan formulir pendaftaran KKN. “kalau aku sih dulu bayar Rp 5.000 doang di SHC, kalau sekarang gak tau deh bayar berapa denger-denger sih bayar Rp 8.000&,” ujar Fadil. Lain Fadil lain pula dengan Ivo, gadis manis berkulit putih ini menambahkan “kalau aku dulu cek kesehatan di  Puskesmas Cuma Rp 5.000 doang, kalau di SHC bayar sampe Rp 8.000 sih .”

Bella, Fakultas Hukum angkatan 2007 “Uang kesehatan yang udah dibayar sama pelayanannya tidak sebanding. Pelayanan di SHC kurang serius padahal seharusnya pemeriksaan dilakukan dengan cermat sebab kondisi kesehatan peserta bisa berpengaruh terhadap penempatan lokasi KKN . Terus kenapa harus bayar lagi, koq gak sekalian sama biaya yang tertera di pengumuman?”

Mengenai kenaikan anggaran semester ini, Toto menjelaskan, “Semester lalu, untuk biaya hidup itu sebesar Rp 10.500,00 per mahasiswa dengan asumsi makan dua kali sehari. Sekarang, menjadi Rp 15.000,00 per mahasiswa untuk makan tiga kali sehari selama tiga puluh hari. Jadi biaya hidup untuk masing-masing mahasiswa itu sebesar Rp 525.000,00.” Selain itu beliau juga menambahkan, biaya asuransi yang semula hanya untuk asuransi kecelakaan, sebesar Rp 5000,00 per mahasiswa, sekarang ditambah dengan asuransi kesehatan sebesar Rp 5000,00.  Penambahan asuransi tersebut dikarenakan banyaknya mahasiswa yang sakit dan harus menjalani rawat inap, sementara pihak LPPM tidak menganggarkan biaya kesehatan untuk rawat inap pada semester lalu. “Biaya kesehatan hanya dianggarkan untuk mahasiswa yang opname jika mereka sakit, tidak untuk berobat,” ujar beliau menegaskan.

Dengan adanya kenaikan biaya hidup tersebut, Berdasarkan SK Rektor Nomor : Kept. 458 / H23 / DT.01.01/2010 tentang Penetapan Biaya Hidup dan Biaya Operasional Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tahun 2010/2011 Universitas Jenderal Soedirman, ditetapkan besarnya biaya hidup dan operasional KKN dengan rincian sebagai berikut :

No Jenis Biaya Besar Rp.

  1. Biaya Hidup 525.000,-
  2. Transport 25.000,-
  3. Asuransi 10.000,-
  4. Topi 12.500,-
  5. ATK 17.500,-
  6. Program Kegiatan 50.000,-
  7. Pembekalan 35.000,-

Jumlah Biaya 675.000,-

Ada wacana baru tentang penambahan program KKN semester ini terkait peristiwa erupsi gunung merapi yang terjadi beberapa waktu lalu. Pihak LPPM Unsoed berencana akan mengadakan KKN Mitigasi Bencana di daerah Magelang. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu alasan mundurnya jadwal pembekalan yang semula tanggal 1 s.d. 11 Desember menjadi 13 s.d. 16 Desember.

“Jadwal pembekalan KKN kami undur menjadi 13-16 Desember, karena LPPM akan mengadakan survei di lokasi bencana merapi di Magelang 8-9 Desember ini,” ungkap kapuslitbang bagian KKN, Ir. Supartoto, M. Agr. saat diwawancarai di ruangannya.

Pernyataan tersebut juga diungkapkan oleh ketua LPPM, Prof. Ir. Totok Agung DH., Mp., Ph. D, di ruangannya di lantai dua LPPM Unsoed. Beliau menjelaskan, ”Perkiraan awal kami tanggal 1 sampai dengan 11 Desember sudah ada materi pembekalan, tetapi dengan adanya program KKN Mitigasi Bencana jadwal pembekalan kami geser mnejadi 13-16 Desember. Kami harus survei ke lokasi gempa terlebih dahulu untuk mengumpulkan materi KKN Mitigasi Bencana.”

Perihal output yang dihasilkan dari puluhan kegiatan KKN yang telah dilaksanakan, Unsoed perlu mengadakan evaluasi. Apakah program kerja di tiap desa yang ditempati berjalan dengan semestinya, sehingga memberikan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Sebuah proyek KKN dikatakan berhasil apabila mampu memberikan output atau hasil, baik bagi mahasiswa pelaku KKN maupun bagi desa tempat KKN tersebut berlangsung. Menurut Wenny, output KKN bagi desa adalah apabila program yang telah dilaksanakan mampu memberikan kemajuan bagi desa yang bersangkutan. “Dari yang tadinya tidak ada, sekarang menjadi ada. Sedangkan bagi mahasiswa sendiri, kegiatan seperti KKN mampu menambah pengalaman karena di sana kita belajar untuk berinteraksi dengan masyarakat secara langsung, Selain itu, KKN dapat dijadikan ajang pelatihan untuk persiapan nantinya pada saat akan terjun ke dunia kerja,” tambahnya.

Bagaimana kemudian mahasiswa dapat merasakan sendiri bagaimana terjun langsung ke masyarakat dan belajar bersosialisasi. “Untuk orang yang tidak punya pengalaman organisasi seperti saya, saya belajar banyak hal. Dari buat proposal, surat permohonan dan surat undangan untuk seluruh perangkat desa,” ungkap Ivo.

Banyak hal yang telah dilalui selama KKN, hal-hal yang sudah dilakukan untuk lokasi KKN pun tidak sedikit. Ivo mengungkapkan bahwa kelompoknya membantu budidaya ikan lele, menjadikan keripik pisang, telur asin bahkan pupuk kompos sebagai bidang usaha untuk masyarakat Desa  Gunungsimpih Kab Cilacap.

KKN Unsoed memiliki motto KKN is agent of change, KKN is creating a leader not a manager,  dan dengan KKN mahasiswa menerapkan teknologi bersama masyarakat. Bila melihat mottonya, KKN memang memiliki tujuan yang baik. Harapannya melalui KKN mahasiswa dapat  memberikan dampak positif bagi warga sekitar, memotivasi para pemuda desa untuk ikut menjadi agen perubahan dan meningkatkan taraf hidup di desa. Bagi mahasiswa sendiri, KKN diharapkan dapat menjadi media untuk proses pendewasaan diri dan dapat merangsang mereka untuk lebih eksploratif dengan teknologi yang sesuai dengan masyarakat.

Tujuan KKN yang mulia ini harus diselaraskan dengan gerakan dan inovasi yang seharusnya mahasiswa KKN munculkan. Jangan hanya dijadikan sebuah formalitas bagi fasilitator yakni pihak LPPM, serta pelaksananya, mahasiswa KKN Unsoed pada khususnya. Kelancaran kegiatan KKN juga tidak dapat terlepas dari bimbingan LPPM dan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Selain pemenuhan program kerja fisik seperti pembangunan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), dan program nonfisik seperti penyuluhan, hubungan kultural kepada perangkat desa dan masyarakat setempat perlu ditanamkan guna memunculkan efek positif bagi mahasiswa serta institusinya.

Tim Liputan: Ratna, Deis, Sarmalia, Ubay, Devita, Dyan.

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di lpmsketsa.com, dimuat ulang di BU (beritaunsoed.com) agar tetap bisa diakses pembaca. Portal berita lpmsketsa.com resmi beralih ke beritaunsoed.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *