Penetapan Peraturan Rektor Unsoed No. 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Unsoed

Infografik: Miftachul Janah

Pada 8 Desember 2021, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menetapkan Peraturan Rektor Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Unsoed. Peraturan ini resmi ditetapkan oleh Rektor Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Dr. Ir. Suwarto, M. S.  Peraturan ini memuat 13 bab yang terdiri dari 40 pasal yang menjelaskan mengenai ketentuan umum, asas dan tujuan, jenis kekerasan seksual, pencegahan, penanganan korban kekerasan seksual, Unit Layanan Pengaduan Kekerasan (ULPK), mekanisme penanganan kekerasan seksual oleh ULPK, hak korban, saksi, dan pelapor, pendanaan, pemantauan dan evaluasi, beserta sanksi.

Perek Nomor 38 Tahun 2021 dibuat dengan menimbang dan mengingat kasus kekerasan seksual, terutama di lingkungan universitas yang semakin meningkat. Korban kasus kekerasan harus diberikan perlindungan di bawah peraturan perundang-undangan yang berlaku di universitas. Melalui Peraturan Rektor (Perek) ini diharapkan agar kekerasan seksual tidak lagi terjadi di wilayah kampus, standar nilai dan harkat kemanusiaan tetap terjaga, dan korban dapat diterima serta mendapatkan banyak dukungan dari sivitas akademika dan tenaga kependidikan.

Isi dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa kekerasan seksual terbagi menjadi empat jenis, yaitu verbal, non fisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi. Jenis kekerasan verbal merupakan bentuk kekerasan secara lisan atau perkataan. Bentuk dari kekerasan verbal yaitu meliputi penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan identitas gender, serta menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan bernada seksual kepada korban. Kekerasan non fisik dapat berupa menatap korban dengan nuansa seksual hingga korban merasa tidak nyaman, serta mengintip atau melihat korban yang sedang melakukan kegiatan pribadi pada ruang yang bersifat pribadi secara sengaja.

Kekerasan fisik dapat berupa melakukan percobaan perkosaan, melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin, menyentuh bagian tubuh korban tanpa persetujuan korban, serta beberapa tindakan lain yang melibatkan fisik. Adapun bentuk dari kekerasan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi meliputi pengiriman pesan dan lelucon bernuansa seksual, pengambilan dan pengunggahan audio maupun visual korban yang bernuansa seksual, mengunggah foto tubuh korban, dan menyebarkan informasi terkait tubuh dan pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

Sebagaimana telah tercantum pada Bab V Peraturan Rektor Nomor 38 Tahun 2021, bab tersebut menjelaskan secara rinci tentang bagaimana proses penanganan korban kekerasan seksual, diawali dari proses pelayanan, pendampingan, perlindungan, hingga pemulihan korban. Dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan universitas, rektor membentuk Unit Layanan Pengaduan Kekerasan atau ULPK. ULPK merupakan satuan tugas yang berfungsi sebagai unit penyelenggara pelayanan terpadu korban kekerasan seksual yang dikelola oleh Unsoed. Dalam tugasnya menangani kasus kekerasan seksual, ULPK memiliki beberapa mekanisme penanganan, yaitu penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, serta tindakan pencegahan keberulangan.

Mekanisme pertama yaitu penerimaan laporan. Pelaporan kekerasan seksual dapat dilakukan oleh korban, saksi dan/atau pelapor. Laporan dapat disampaikan melalui laporan langsung, telepon, pesan singkat elektronik, surat elektronik, atau dapat pula melalui laman resmi milik Unsoed. Laporan yang diajukan harus mencakup identitas korban atau saksi, dugaan peristiwa, dan barang bukti untuk proses pembuktian.

Kedua yaitu pemeriksaan. Tahap pemeriksaan dilakukan oleh ULPK secara tertutup dengan mengumpulkan keterangan dan dokumen yang terkait dengan laporan kekerasan seksual. Mekanisme selanjutnya yaitu penyusunan kesimpulan dan rekomendasi. Pada tahapan ini, ULPK akan menyusun kesimpulan berupa terbukti atau tidaknya kekerasan seksual yang telah dilaporkan dan memberikan rekomendasi kepada korban untuk melakukan proses pemulihan apabila terbukti adanya kekerasan seksual. Apabila tidak terbukti, maka ULPK akan memberikan rekomendasi untuk pemulihan nama baik terlapor.

Setelah melalui tahap penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, ULPK bekerja sama dengan pihak terkait untuk memfasilitasi pemberian pemulihan korban. Dalam hal mencegah terjadinya kekerasan seksual secara berulang, ULPK melakukan upaya sebagai tindakan pencegahan keberulangan, yaitu dengan perbaikan pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas.

Tak kalah penting, dalam mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual, Perek Unsoed No. 38 Tahun 2021 juga mencantumkan hak-hak korban, saksi, dan pelapor sebagaimana tertuang dalam Bab VIII Pasal 34. Pasal tersebut menjabarkan hak-hak korban, yaitu mendapat jaminan atas kerahasiaan identitas diri, meminta perlindungan, pendampingan, dan/atau pemulihan dari Unsoed, serta meminta informasi perkembangan penanganan laporan kekerasan seksual dari ULPK. Adapun hak bagi saksi dan pelapor yaitu mendapatkan jaminan kerahasiaan identitas diri serta meminta pendampingan, perlindungan, dan/atau pemulihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *