Jurnalis Warga: Bunga Rampai Problematika Pers Indonesia Masa Kini

Fenomena baru, jurnalisme warga (Sucipto)
Fenomena baru, jurnalisme warga (Sucipto)

Oleh : Ubaidillah

Reformasi pada tahun 1998 mempunyai dampak yang sangat signifikan bagi perjalanan Indonesia dewasa ini. Bukan saja dalam urusan politik negara, dampak sosial masyarakat pun sangat dirasakan. Kran kebebasan mulai terbuka, baik kebebasan berpendapat ataupun kebebasan berserikat. Tangan besi orde baru tidak lagi kuasa menutup kran itu rapat-rapat untuk melindungi status quo-nya. Kebebasan pers yang diancam dengan SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan) yang menjadi senjata pamungkas untuk membungkam pers yang mengkritik pemerintah sudah menjadi cerita sejarah. Terhitung sejak masa reformasi industri media kian berkembang di Indonesia pesat.Bermunculan baik dalam skala lokal, regional ataupun nasional. Kebebasan pers sudah dijamin oleh UU.No. 40 tahun 1999 diperkuat dengan disahkannya undang-undang kebebasan informasi publik pada 8 April 2008. Kebebasan untuk mengabarkan informasi kepada khalayak umum sudah mendapat payung hukum yang kuat secara konstitusional.

Semenjak mendapat payung hukum yang mapan, pers Indonesia menjadi salah satu kekuatan sosial politik yang patut diperhitungkan dalam menjalan roda negara. Kekuatan pers terletak pada posisinya sebagai penguat atau pelemah ideologi dominan yang berpotensi membentuk opini publik dimasyarakat tentang suatu permasalahan yang diberitakan. Apa lagi dengan sifat indenpensinya, pers berhasil merebut hati rakyat.

Opini publik itu tentu mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap objek pemberitaan. Misalnya isu yang paling mutakhir, pada rencana kenaikan BBM pada 1 April lalu. Pers pada kasus BBM ini tentu menjadikannya sebagai headline karena berdasarkan nilai berita mempunyai consequence yang besar bagi masyarakat, tentu headline ini akan membentuk persepsi masyakat pada wakil-wakil mereka di parlemen dalam memperjuangkan nasibnya. Jika partai atau fraksi mendukung kenaikan BBM, maka nantinya akan mendapat citra negatif di masyarakat dan itu mempengaruhi kepada jumlah pemilihnya di Pemilu 2014 nanti. Sesuai fungsi pers yang tertuang dalam undang-undang pers yang menyebutkan bahwa pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial menjadikan pers sebuah kekuatan politik di negara demokrasi, seperti Indonesia.

Konsep demokrasi yang dianut Indonesia menganut konsep trias politica. Doktrin Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) filusuf Inggris dalam bukunya Two Treatises on Civil Government yang membagi lembaga menjadi tiga : Legislatif, Eksekutif dan Federatif. Montesquieu (1689-1755) filusuf Prancis dalam bukunya L’esprit des lois atau dalam bahasa Inggris The Spirit Of The Laws membagi negara kedalam: Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, dan pada taraf itu diartikan sebagai pemisahan kekuasaan. Pada konsep ini pers adalah pilar keempat yang berfungsi mengawasi fungsi sharing power dan check and balance diantara ketiga lembaga itu. Dengan kata lain pers menjadi semacam watchdog atas berjalannya pemerintahan yang demokrasi yang ada di Indonesia.

Selain bertugas mengawasi pemerintah dalam menjalankan roda negara yang bersifat politik tetapi pers juga mempunyai tugas mengontrol perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia baik dalam hal politik, hukum, HAM, ekonomi, budaya maupun keamanan. Penyimpangan – penyimpangan sosial pun patut menjadi objek pemberitaan pers karena menjadi semacam peringatan bagi masyarakat lain untuk tidak melakukannya. Sebagai contoh, di kompas.com edisi hari Senin, pukul 00.30, kompas.com memberitakan Polri akan menindak tegas geng motor yang melanggar lalu lintas dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan bahkan membahayakan jiwanya. Pers adalah penjaga atau pengawas yang komprehensif dan holistik terhadap perjalanan hidup sosial manusia.

Sudah disebutkan di atas tentang fungsi pers, selain sebagai wahana komunikasi massa yang informatif tetapi juga pers adalah sebagai lembaga pendidik masyarakat. Bill Covach dalam bukunya Sembilan Elemen Jurnalisme menyebutkan adanya jurnalisme adalah bertujuan untuk membentuk kewargaan. Dalam konteks ini adalah membentuk warga yang memiliki kesadaran kritis yang tinggi dalam menerima sebuah peristiwa. Dengan jurnalisme, masyarakat akan lebih cerdas dalam menanggapi suatu problematika. Wartawan sebagai sebagai juru info menjadi guru bagi masyarakat yang mencerdaskan dengan informasi.

Akses informasi yang mudah didapat menjadikan warga masyarakat menjadi lebih open minded terhadap dunia luar dengan segala problematikanya. Masyarakat yang hidup dalam keadaan minim informasi akan tertinggal secara sendiri dengan masyarakat yang terbuka. Contohnya masyarakat suku pedalaman yang masih akses informasi dan mobilitasnya minim akan menjadi masyarakat tertutup dan tertinggal. Dalam situs resminya Bappenas menyatakan keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi kesehatan dan pendidikan menyebabkan masyarakat di daerah tersebut menjadi tertinggal dan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Informasi dapat dikatakan hasil dari pergerakan masyarakat dalam menggunakan sarana komunikasi dan transportasi.

Zaman orde baru sudah lama berlalu digantikan zaman reformasi, di zaman ini pers menemukan masalah yang lebih kompleks lagi dalam menjalankan roda keredaksiannya. Jika pada orde baru urusan keredaksian institusi pers diintervensi oleh pemerintah, kini intervensi itu datang dari internal. Posisi strategis pers dalam membentuk citra dan opini publik coba dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk kepentingan golongan atau pribadi. Pers yang berubah menjadi sebuah industri dimanfaatkan oleh kapitalis-kapitalis untuk mencari laba dari hasil iklan dan penjualan informasi. Ketika pers sudah terkapitalisasi posisi sebagai pengontrol sosial, pendidik atau sarana transformasi, ilmu pengetahuan menjadi kabur karena pergeseran orientasi. Semula pers berorientasi meyuguhkan pemberitaan yang dibutuhkan pembaca kini hanya semata berita yang diminati warga. Urusan ini berhubungan dengan rating iklan sebagai sumber keuangan primer. Lebih jauh lagi tangan kapital digunakan bukan cuma untuk mendapatkan keuntungan ekonomi tetapi juga keuntungan politik.

Fenomena tahun 2000an menampilkan fenomena politisi sekaligus pengusaha sudah melekat ke dalam industri media. Beberapa nama politisi terkenal merupakan pemilik media televisi dan media lainnya. Dalam beberapa kasus menunjukkan kepentingan individu dan kelompoknya dalam pemberitaan yang dilakukan medianya. Fenomena ini pun mulai terbaca oleh khalayak umum. Penurunan kepercayaan yang dilakukan pers mulai diperlihatkan masyarakat.Salah satu bentuk ketidakpercayaannya adalah dengan mulai berkembangnya citizen journalism atau jurnalisme warga. Warga bukan lagi subjek pasif terhadap suatu pemberitaan tetapi sudah menjadi subjek aktif yang memberitakan informasi kepada khalayak lainnya.

Tidak hanya alasan mulai berkurang rasa kepercayaan kepada media mainstream tetapi karena perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat juga menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya citizen journalism di Indonesia, terutama bidang internet. Melalui internet warga dapat menyiarkan berita yang diperoleh secara mudah karena di internet tersedia wadahnya. Wadahnya seperti jejaring sosial, blog dan website pribadi. Pemberitaan Tempo.co pada Rabu, 1 Febuari 2012 dan Kamis, 2 Febuari 2012, menuliskan Indonesia menempati peringkat ketiga setelah AS dan India dalam penggunaan facebook di dunia dengan 43,1 pengguna sedangkan untuk Twitter menempati peringkat kelima dengan 19,5 juta akun. Hal ini menunjukkan manusia Indonesia termasuk aktif dalam menggunakan fasilitas internet.

Akun jejaring sosial seringkali dijadikan media untuk memberitakan suatu peristiwa oleh para citizen. Beberapa bulan lalu, ada mobil dinas menteri yang tertangkap kamera pengguna jalan lain tengah melintasi jalur Trans Jakarta, kemudian foto tersebut diposkan ke Twitter. Dampak dari pemberitaan warga tersebut cukup besar karena pada waktu itu Pemprov DKI Jakarta dan kepolisian tengah gencar-gencar melakukan penertiban kendaraan yang masuk ke jalur Trans Jakarta tetapi justru pejabat publik setingkat menteri yang melanggar aturannya. Pemberitaan ini pun masuk ke media massa resmi hingga menteri yang bersangkutan melakukan klarifikasi.

Kelemahan Citizen Journalism

Secara mendasar Bill Kovach dan Tom Rossevelt menegaskan bahwa jurnlisme adalah disiplin verifikasi. Kelemahan dari citizen journalism melalui akun jejaring sosial atau blog adalah keresmian dan akurasi fakta yang terkandung dalam informasi tersebut. Tetapi karena citizen journalism memang tidak bisa dipungkiri lagi dalam dunia jurnalistik era modern ini. Bill Kovach dan Tom Rossevelt menuliskan lagi dalam buku terbaru yang berjudul “BLUR” bahwa di mana warga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal yang terkait dengan berita. Dalam sebuah wawancara yang dimuat http://www.imediaethics.org, Bill Kovach menyatakan “how did he know that – that you have to ask all the time because the media now is available to anyone to pour information into it. And in that world, we all have to be careful that it’s not somone who is providing information in a form that looks like journalism that isn’t desgined to inform but is designed to mislead us, to propoagandize us.”

Citizen journalism sangat berpotensi sebagai ajang propanda yang menyesatkan warga namun dengan disiplin verifikasi hal tersebut dapat diminimalisir.

Tren citizen journalism sekarang – sekarang ini mulai dilembagakan oleh media-media umum, memang karena keberadaannya tidak bisa dipandang sebagai tren latah yang cepat berakhir, sebut saja, Kompasiana yang diterbitkan oleh Kompas, semula hanya sebatas terdapat pada website khusus yaitu, www.kompasiana.com tetapi sekarang sudah mulai dimasukan sebagai salah satu rubrik di Kompas cetak edisi khusus Kamis atau di stasiun televisi pun sudah menerima kiriman berita dari masyarakat baik berita video atau foto. Adanya pelembagaan seperti ini citizen journalism tidak hanya menjadi alternatif pemberitaan yang ada di media mainstream tetapi juga usaha penjangkauan informasi yang selama ini tidak terjangkau media.

Peran warga dalam dunia jurnalistik ini harus disambut baik dari berbagai kalangan. Bukan saja menambah dan membaharui dunia jurnalistik Indonesia tetapi juga menjadikan warga semakin kritis dan cerdas dalam menangkap sebuah peristiwa yang mempunyai nilai berita. Kesadaran kritis dan kecerdasan warga ini dapat dikatakan sebagai kemajuan sosial masyarakat Indonesia dan dapat pula citizen journalism merupakan bentuk partisipasi warga dalam mengawasi perjalanan politik, hukum dan keamanan Indonesia. Bentuk partisipasi itu dimungkinkan karena sekarang warga sudah memposisikan diri sebagaimana fungsi pers yang dijabarkan di awal. Hal ini menjadi kuat karena demokrasi digambarkan Indonesia sebagai wujud kebersamaan dalam bernegara sekaligus hak dan kewajiban bagi warga negara karena system kekuasaan yang berlaku di Indonesia ada res publica atau “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Jelas dengan konsep seperti ini partipasi rakyat dalam berbagai bidang mutlak dipenuhi dan cara citizen journalism menjadi salah bentuk partisipasinya.

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di lpmsketsa.com, dimuat ulang di BU (beritaunsoed.com) agar tetap bisa diakses pembaca. Portal berita lpmsketsa.com resmi beralih ke beritaunsoed.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *